Syariat Qurban Di Hari Raya Haji, Kini Patut Dipertanyakan Muslim (Bagian 2)

By Kalangi

 

Kita telah menyaksikan diatas betapa buruk dan rancunya “wahyu”  Allah SWT ketika Ia harus mewahyu-ulang apa-apa yang telah diturunkan dengan segenap otoritas kedalam Taurat Musa, seperti yang termaktub dalam Alkitab 2600 tahun sebelumnya, simak Kitab Kejadian 22: 1-19 sebagai berikut,

22:1  Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: Abraham, lalu sahutnya: Ya, Tuhan.

22:2  Firman-Nya: Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.

22:3  Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.

22:4  Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh.

22:5  Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.

22:6  Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.

22:7  Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: Bapa. Sahut Abraham: Ya, anakku. Bertanyalah ia: Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?

22:8  Sahut Abraham: Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.

22:9  Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api.

22:10  Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.

22:11  Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya: "Ya, Tuhan."

22:12  Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."

22:13  Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.

22:14  Dan Abraham menamai tempat itu: "TUHAN (akan) menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."

 

Tampak betapa lancar, utuh, logis dan penuh otoritasnya pasal tersebut  sebagai buah Firman, ketimbang ayat-ayat Quran yang berantakan dalam kisah “korban sembelihan”. Alkitab mengatakan satu hal, tetapi Quran justru mengosongkannya, atau melencengkannya kepada yang lain sehingga acak, kacau, hilang makna dan tema sasaran. Lihatlah misalnya:

  • Tuhan sendiri berfirman kepada Abraham, tetapi ini dilencengkan menjadi  
  • Ibrahim sendiri yang bermimpi tentang penyembelihan anaknya, tanpa ada sangkut paut dan persinggungan sedikitpun dengan Allah.
  • Anak yang diminta untuk dikorbankan adalah “Ishak, dikaburkan jadi “anak”.
  • Seluruh tema “mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan”, dilenceng-kan  menjadi perbaringan sang anak, atau paling banter semacam persiapan persembelihan (tetapi bukan persembahan untuk Allah!).
  • Abraham mempersiapkan pisau, api dan kayu, dan mendirikan mezbah, mengikat Ishak dan membaringkannya diatas kayu api di mezbah, siap untuk memasuki ritual korban bakaran. Ini dikosongkan/dikorup sama sekali oleh Quran dan diganti dengan “membaringkan” sang anak! Hanya itu!
  • Suara Tuhan dalam suasana genting berseru untuk menghentikan tindak peneyembelihan: “Abraham, Abraham (2 kali).… Jangan bunuh… Jangan kauapa-apakan…”, ini diganti menjadi suara Allah SWT yang memanggil nama Abraham (1 kali saja), tidak ada urgensi dan perintah STOP yang melarang penyembelihan! Melainkan hanya berfirman umum yang tidak genting: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu  sesungguhnya …., sesungguhnya…”. 3X “sesungguhnya” yang diucapkan Allah secara boros diluar konteks malah menjadikannya “tidak sungguh”!
  • Domba dihadirkan, disediakan oleh Tuhan sendiri, sesuai dengan tamsilan karya-Nya sekarang dan kelak: “TUHAN (akan) Menyediakan” (THE LORD WILL PROVIDE). Kenapa ada rujukan waktu “akan” (will) dalam provisi Tuhan yang satu ini? Ya, itulah bagian nubuat yang akan digenapi Tuhan kelak (akan dijelaskan nanti).Ayat nubuat dengan makna rohani yang paling penting ini ternyata dikosongkan total dari Quran!
  • Tuhan bertindak sehingga: “Domba itu dikorbankan sebagai korban bakaran pengganti anaknya” .Ayat ini di paraphrase-kan dalam konteks dan konten yang tidak jelas menjadi:  “Dan Kami tebus anak itu dengan (seekor ) sembelihan yang besar”.

 


Sekarang menjadi pertanyaan besar, kenapa Allah SWT tidak mampu mengulang Firman yang lebih unggul atau sama jelasnya ketika Ia berwahyu-ulang kepada masyarakat Arab yang katanya lebih maju bahasanya 2600 tahun kemudian? Atau setidaknya, meng-copy saja ayat-ayat asli kuno tersebut kedalam style Arabic khas Quran yang katanya tiada tandingan itu? Bahkan bukankah inferioritas surat Quran terhadap tandingannya (yang terkenal dengan Surat Semisal Quran) bisa-bisa dijadikan bukti bahwa Quran itu tidak datang dari sisi Allah? (Qs. 17:88, 52:34, 2:23, 10:37-38). Itu pasti telah menambah daftar kerumitan Muslim terhadap otoritas Quran sebagai wahyu Allah.
Mari kita kini masuk kepada puncak misteri kisah penyembelihan yang selama ini tertutup bagi Muslim.

Kelima
Maka simaklah ayat pokok 107 itu baik-baik. Tidak seperti pada Alkitab, ayat ini muncul tanpa konteks jelas yang mendahuluinya. Tiba-tiba saja ayat ini muncul berbicara tentang peran satu kurban sembelihan teramat besar yang Allah jadikan penebus atas kematian anak Ibrahim:

“Dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar
(Wa fa dainaahu bi dzibhin ’azhiim”).

(Bandingkan ini dengan ayat-ayat di Kitab Kejadian sebelum ayat 22:13, dimana Tuhan menghentikan tindak Abraham yang siap menyembelih anaknya, lalu barulah menggantikan sang anak dengan seekor domba jantan yang disediakan-Nya sendiri):

“…mengorbankannya (domba itu) sebagai korban bakaran pengganti anaknya (ayat 13).

Banyak teman Muslim hanya menganggap kasus sembelihan ini sebagai sekedar gertak atau ujian Allah kepada Ibrahim, dan karena Ibrahim lulus testing, maka diberi hadiah tebusan bagi kelulusannya. Muslim tidak menyadari bahwa ayat-ayat itu justru adalah suatu penggambaran dahsyat akan sebuah konsep korban penebusan bagi umat manusia. Muslim praktis tidak diajak oleh ulamanya masuk kedalam details dari makna ayat ini, karena seperti telah dikatakan diatas “The devil is in details”. Akibatnya Muslim kurang bisa menangkap keseluruhan kekuatan-makna yang dahsyat dari ayat Quran ini. Sebab kejelasan konsep tebusan ini terhalang oleh terjemahan/tafsiran para ulama yang apriori menjuruskan makna “kurban” itu kepada pengertian harfiah yang dipatok mati menjadi “seekor HEWAN sembelihan besar”. Padahal wahyu surgawi ini justru berbicara tentang sosok “kurban penebus anak Ibrahim” dalam makna penggambaran! Hal inilah yang menyebabkan para pakar Islam saling berselisih memaknai hakekat ayat ini. Sebagian pakar Muslim berputar-putar menafsirkan kurban yang besar ini sebagai seekor binatang yang tambun fisiknya. Tentu saja itu tafsiran konyol! Cerahkanlah sendiri pemahaman Anda dengan membandingkan kritis sejumlah terjemahan berikut ini tentang sosok kurban:

* “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (terjm. Depag)

* “Dan Kami menebusnya dengan sembelihan yang besar (terjm. Disbintalad)

*“And We ransomed his son with a costly victim” (sebuah kurban yang mahal, terjm. J.M.Rodwell)

* “… with a noble sacrifice (sebuah kurban agung/ mulia, terjm. N.J. Dawood)

* “… with a mighty sacrifice (sebuah kurban yang perkasa, terjm. Arberry)

* “… with a tremendous victim (sebuah kurban yang dahsyat, terjm. Mohammed Pickthall)

* “… with a great sacrifice (sebuah kurban yang besar/ hebat, terjm. Yusuf Ali).

 

Apa yang Anda lihat lagi disini?

Menebus berarti membeli balik dengan membayar harga yang sesuai.

Dan dari makna asli ayat diatas, kita mencatat gambaran bahwa harga yang sangat luar biasalah yang harus dibayar oleh Tuhan (!) bagi sebuah penebusan untuk anak Ibrahim. Itu adalah satu sosok kurban dengan segala kebesaran, keagungan, kemuliaan, kedahsyatan, keperkasaan ‘azhiim’ yang amat besar nilainya yang ditamzilkan Allah sebagai Penebus untuk men-substitusikan kematian semua anak-anak Ibrahim kelak (karena dia Bapak bangsa-bangsa orang beriman). Sedemikian besar harga sosok kurban itu sehingga pewahyuan Quran HARUS memakai kata asli yang sama dengan salah satu diantara 99 nama/asma Allah, yaitu Al-Azhim (Yang Maha-Agung). Selama pakar Muslim mengkotakkan sosok tersebut secara harafiah hanya sebagai seekor binatang tambun, mereka tidak mampu memahami masalah masalah detail berikut ini:

(a) Apa perlu-perlunya sang anak itu disuruh dibunuh lalu ditebus oleh Allah agar memiliki sang anak kembali? 
Bila Tuhan hanya ingin menguji iman Ibrahim (yang toh sudah diketahuiNya), Allah tak perlu memerintahkan pembunuhan (nabi membunuh anak calon nabi!). Ada sejuta cara lain yang halal pada Mahatahunya Allah dan yang tidak menjadi batu sandungan. Dan bila hanya sekedar untuk testing, cukup Ibrahim melepaskan anaknya tanpa usah tebusan kurban, bukan? Ujian iman serentak telah berakhir pada waktu malaikat berseru kepada Ibrahim “STOP, jangan bunuh anakmu!”

(b)  Dan kenapa Allah memerlukan kematian-kurban? Apakah anak Ibrahim itu bersalah sehingga ia harus dibunuh, lalu harus pula ditebus?
Pakar Islam sulit menjawabnya dari sumbernya. Bukankah hal itu yang justru diperlukan oleh SETAN? Itulah. Kematian kurban ini adalah gambaran tamzil dari kematian seorang Al Masih, yang diperlukan sebagai kurban penebus (untuk mengganti) kematian yang sudah diniscayakan kepada setiap manusia berdosa (Qs.19:71, Roma 6:23, Kejadian 2:17) karena semua manusia itu berdosa. Sebab Hukum Keadilan Tuhan tetap berkata tanpa pandang bulu bahwa setiap manusia berdosa harus dihukum mati (Roma 6:23); namun Hukum Kasih Tuhan kini dapat berkata, “Anak Manusia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius  20:28).

Teologi Islam tidak berdaya menjawab pertanyaan, bagaimanakah Allah SWT itu dapat Maha-adil (yang harus menghukum), padahal Ia juga Maha-kasih (yang akan mengampuni)? Dapatkah Allah mengampuni seseorang tanpa memperkosa hakekat diriNya yang Maha-adil?

Ketika Tuhan tidak menghukum karena KasihNya, Tuhan menjadi Non-Adil; dan ketika Ia menghukum karena AdilNya, Tuhan menjadi Non-Kasih. Ketegangan (“kontradiksi”) ini hanya mungkin direkonsiliasikan dalam kematian-kurban sebagai Penebus – pembayar harga kematian – yang mempertemukan Keadilan Tuhan dengan Kasih Tuhan! Kini Ia tetap Maha-adil ketika mengampuni dalam kasihNya, karena Tuhan sendiri telah membayar harga keadilan itu lewat kematian Al Masih, Kalimatullah yang diinkarnasikan ke dalam dunia! Anda dan saya yang berdosa - ditamzilkan sebagai anak Abraham yang harus mati/disembelih, namun kita diselamatkan Tuhan dengan sebuah tebusan Anak Domba Tuhan yang mahal yang diperlambangkan oleh Yesus Mesias sebagai korban penyaliban. Agar perlambangannya absah dan tidak nyeleweng, maka Nabi Yahya sengaja diutus mendahului Yesus demi untuk mengkonfirmasikan hal tersebut. Itu terjadi ketika Yesus datang menghampiri Nabi Yahya secara fisik, dan Yahya pun berseru:

“Lihatlah Anak Domba Tuhan (Yesus), yang menghapus dosa dunia.” (Yoh.1:29).

Sosok Kurban Anak Domba itu (akan disediakan Tuhan) sebagai pengganti sang anak yang harus mati (ayat 13 berkaitan ayat 8 & 14). Istilah “akan” disini sengaja dipakai Tuhan demi menunjukkan pula akan nubuat yang kelak akan terjadi atas apa yang sudah terjadi dalam tamzilan kasus Abraham ini! “Anak Domba Tuhan” yang ‘azhiim” itulah yang kelak akan dikurbankan disalib untuk menebus kematian “anak-anak Abraham” yang telah berdosa dan terkutuk kematian. 

(c) Andaikata tebusan bagi sang anak itu hanya harfiah seekor binatang, kenapa si penebus (binatang) justru dianggap bernilai sangat “agung-mulia-dahsyat-mahal-perkasa-hebat” ketimbang yang ditebus-nya (manusia)?

Tak ada jawaban, kecuali itu adalah Sang Penebus!

Itulah kematian-kurban yang sebesar-besar dahsyat, mulia, agung, seperti yang telah dibicarakan dimuka. Sebab seberapakah besar dan dahsyatnya korban Anda dan saya jikalau itu hanya terbatas pada pemberian sedekah dihari raya Haji? Korban semacam ini tidak mempunyai nilai-tebusan (atoning value), kecuali nilai sosial dan religi.

“HUKUM KURBAN” ATAU “HUKUM SEDEKAH”?

Jadi sekarang semua substansi kembali dan berpusat kepada “Kurban agung yang disediakan oleh Allah sendiri untuk penebusan anak (berdosa)”. Abraham atau anaknya tidak menyedekahi siapapun. Kisah itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan Hari Raya Qurban yang MENSYARIATKAN potong kambing dan ramai-ramai pemberian sedekahan dari manusia bagi sesamanya (yang bersifat horizontal). Kisah ini semata-mata bersifat dan berurusan vertikal, dimana Tuhan beracara dari atas untuk memberi penyelamatan kepada anak-anak manusia. Dan ini merujuk kepada “konsep tebusan darah” yang diharuskan Tuhan didalam Taurat sejak dari zaman Adam ketika Kain dan Habel (Qabil-Habil) mempersembahkan korban, dan seterusnya hingga kepada Yesus yang menumpahkan darahnya sebagai korban diatas salib. Tak ada syariat apapun yang perlu diusahakan dan dijalankan disini kecuali percaya, beriman dan taat kepada Penebus dosa yang Tuhan sediakan (Yohanes 14:1, 1:29, Qs 3:50, 43:63). Bahwa belakangan, lewat ulangan-wahyu 2600 tahun kemudian terjadi tradisi penyembelihan kambing kurban untuk disedekahkan kepada orang miskin, itu hanyalah pelencengan dari maklumat Tuhan tentang konsep tebusan darah Anak Domba yang Tuhan sediakan untuk kita imani. 

Muslim sering berkata bahwa Tuhan cukup mengampuni dosaku bilamana aku menyesal dan bertobat. Tetapi kenyataannya sekalipun Anda menyesal atas dosa Anda, namun penyesalan itu sendiri tidak merupakan pembenaran atas dosa yang telah Anda lakukan. Seorang pencuri yang menyatakan penyesalannya dimuka pengadilan tetaplah ia pencuri. Ia tidak dibebaskan atau dibenarkan semata-mata karena penyesalannya, melainkan hanya dibebaskan bilamana ia telah membayar lunas hukumannya, ATAU dosanya telah ditebus lewat suatu harga hukum-kurban yang Tuhan berlakukan sendiri. Dan dimata Tuhan, harga yang berlaku adalah suatu kurban tebusan dengan penumpahan darah.

Tuhan berbicara dengan Musa, menegaskan bahwa  hanya darah yang tertumpah diatas mezbah saja dipakai Tuhan sebagai alat pengampunan dosa:

“Karena nyawa mahluk ada didalam darahnya dan Aku  telah memberikan darah itu kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan perdamaian (penebusan) dengan perantaraan nyawa” (Imamat 17:11)

Kitab Ibrani 9:22  mengatakan : “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.”

Itulah simbol tebusan Tuhan lewat darah korban persembahan dalam Perjanjian Lama yang diperlukan terus menerus untuk setiap penebusan dosa (setelah membayar kerugian-kerugian materi kepada pihak yang terkorban).  Namun semua korban-korban binatang dan persembahan hanyalah merupakan sinyal-sinyal, simbol-simbol, tamzil dan bayang-bayang sementara, dan merupakan pengantar menuju kepada pengurbanan permanen, berlaku sekali dan untuk seterusnya, yaitu darah Yesus yang disalibkan (Ibrani 9:28). Pengurbanan yang kudus tanpa cacat inilah yang menandai suatu Perjanjian Baru untuk keselamatan seluruh umat manusia sekarang yang mau mengimani Sang Korban Agung:

“Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:14).

Kita menyaksikan bahwa teman Muslim banyak mendapat ajaran dari ulamanya yang menafsir Alkitab menurut agendanya sendiri. Sekarang ketahuanlah bahwa konsep penebusan darah Anak Domba lewat salib bukanlah bikin-bikinan Paulus, melainkan justru sudah  diucapkan dan digambarkan Tuhan sendiri sejak Adam dan Hawa dan dinubuatkan oleh para Nabi dan dipersaksikan oleh Nabi Yahya muka per muka dengan Yesus, yang bahkan dikonfirmasi balik oleh Yesus sendiri….
Inilah antara lain kata-kata nubuat  dari setiap sosok:

Abraham, “Tuhan  yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya” (Kejadian. 22:8)

Yohanes (Yahya), “Lihatlah Anak Domba Tuhan, Yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29)

Tuhan Elohim, “Aku telah memberikan  darah itu kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu...” (Imamat 17:11)

Yesus Mesias,Sebab  inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Matius 26:28)

 

APA YANG DIKORUP QURAN?

Akhirnya, kita menyadari betapa Quran yang mengklaim sebagai wahyu korektif dan terakhir, namun justru memperlihatkan wajah sejatinya yang tidak berkualitas sebagai Firman Tuhan. Wahyu-ulangan yang seharusnya menjelaskan dan menyempurnakan justru terbalik dalam perannya yang mengacaukan. Bahkan bukan hanya itu. Justru yang paling mengenaskan adalah terkorupnya begitu banyak ayat-ayat keselamatan Tuhan yang telah sengaja dikosongkan dan diplintir oleh Quran dengan mengatas-namakan Allah SWT.

Sejak Adam
Sejak kejatuhan manusia pertama, kita menyaksikan bahwa Tuhan setapak demi setapak memperkenalkan sebuah Hukum-Kurban (The Law of Sacrifice) yang merancang penyelamatan manusia dari dosa kematian. Betapa mulai dari Adam dan Hawa, mereka telah membuat cawat penutup kemaluan bagi dirinya yang telanjang (lambang dosa), terbuat dari daun tumbuh-tumbuhan (Kejadian 3:7), dan ini tercantum pula dalam Quran 20:12. Tetapi ternyata Tuhan tidak berkenan dan menolaknya, dan menggantikannya dengan cawat kulit binatang,

“Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka”. (Kejadian 3:21).

Tuhan tidak berkenan dengan cawat daun itu karena dua hal yang amat prinsip. Cawat daun “made by Adam-Hawa” itu tidak absah dimata Tuhan karena itu tidak sesuai dengan the Law of Sacrifice yang perlu dilambangkan oleh penumpahan darah (dalam hal ini lewat cawat kulit binatang). Dan ini paling perlu diajarkan kepada Adam agar bisa diteruskan kepada anak cucunya.

Kedua, cawat daun itu adalah lambang usaha diri manusia untuk menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Manusia tidak bisa mengusahakannya, dengan amal apapun! Keadilan dan kekudusan Tuhan tidak membiarkan satu dosa/kejahatan untuk dihapus oleh 1000 pahala. Satu kejahatan perkosaan misalnya, tetap harus dihukum, sekalipun si pemerkosa telah mendermakan pembangunan 1000 mesjid! Cawat daun-daun made-by Adam itu hanya maya, khayalan manusia yang tidak bertahan dan sia-sia. Hanya cawat kulit “made-by Tuhan” yang secara hakiki mampu menutup/menebus dosa manusia!

NAMUN! Kembali kita temukan bahwa Quran sengaja mengkorupsi ayat lambang penyelamatan dosa! Ayat tentang cawat kulit dikosongkan samasekali dari Quran (!) walau cawat daun yang kurang penting itu dipertahankan dalam “kekekalan Quran”! Bagaimana harus Muhammad (dengan Jibril-nya) mempertanggung-jawabkan pengosongan perlambangan yang sangat prinsip dan esensial ini?

Hukum-Kurban yang Tuhan rancangkan bagi penyelamatan umat-manusia itulah yang dipilih Muhammad dan Jibril untuk disembunyikan Quran atas nama Allah.

Sejak Qabil dan Habil
Lihat pula anak-anaknya Adam, Kain dan Habel (Qabil dan Habil). Betapa Quran menjelaskan bahwa Tuhan menerima persembahan korban Habel dan menolak persembahan korban Kain, namun aneh, Quran kembali mengosongkan hal yang terpenting, yaitu apa alasannya. Quran menutup, tetapi Alkitab mengungkapkan bahwa persembahan kurban yang bernyawalah (dengan tumpahan darah) yang Tuhan berkenan, bukan tanam-tanaman yang tanpa darah.

“Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu (buah-buahan-sayur-mayur-umbi-umbian dll) kepada TUHAN sebagai korban persembahan. Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya” (Kejadian 4:4-5).

Sejak Nuh
Tampaknya nabi Nuh sudah cukup paham akan “hukum-kurban” dimana Tuhan akan berkenan atas persembahan korban tatkala dipersembahkan dengan tumpahan darah kurban yang layak. Maka hal pertama yang Nuh lakukan begitu keluar dari bahteranya adalah mendirikan mezbah bagi TUHAN, lalu mempersembahkan korban bakaran dengan hewan-hewan bernyawa diatas mezbah. Dan Tuhan menilainya sebagai “persembahan yang harum” (Kejadian 8:20-22)

Sejak Musa
Tuhan terus tanpa henti memperkenalkan konsep penebusan ini tahap pertahap kepada moyang-moyang yang paling awal. Dan Musa tentu tak luput dari mengisahkannya dalam Tauratnya. Kisah Taurat tentang konfrontasi Musa melawan Firaun adalah topik favorit yang dicatat Quran berulang-ulang hingga 27 kali! Meski demikian, Muhammad kembali absen mencatat peristiwa yang paling inti dari Kisah Keluaran dari Taurat Musa ini, yaitu kisah PASKAH! Padahal perayaan Paskah adalah event yang paling bersejarah, menyentuh dan heroik bagi setiap orang Yahudi. Tuhan sendirilah yang memerintahkan kisah ini agar tertanam dalam ingatan turun-temurun dalam perayaan Perjamuan Paskah setiap tahun!

Hanya dengan tulah yang paling “mematikan” perlawanan hebat Firaun, maka Firaun akhirnya menyerah kepada tuntutan Musa! Apakah tulah yang paling mematikan Firaun menurut versi Quran dan versi Kitab Musa sendiri? Menurut Musa, itu adalah tulah ke-10, ditimpakan pada Firaun ketika Tuhan mengirim Malaikat kematian untuk mencabut nyawa anak sulung dari setiap keluarga APABILA pintu rumahnya tidak diperciki darah domba! Tuhan berkata:

Apabila Aku melihat darah itu (ada di pintu), maka Aku akan lewat”.

Itu adalah vonis kematian yang dilewatkan (diluputkan) Tuhan bagi rumah yang bertanda darah kurban (Keluaran 12:13).

Tetapi Muhammad dengan Quran-nya lagi-lagi mengosongkan tulah-10 ini dengan hanya menyodorkan  total 9 tulah saja. Tulah-10 yang merupakan lambang penyelamatan Umat lewat darah-kurban-tebusan, kembali ditiadakan Muhammad! Segera timbul dua pertanyaan kepada setiap kepala yang bernalar:

(1). Apakah tulah-9 nya Quran cukup mematikan tegar tengkuknya Firaun (sehingga Firuan menyerah kepada Musa), mengingat ia masih tidak bergeming ketika ditimpakan tulah-8?
(2). Manakah catatan yang lebih akurat: Taurat Musa yang mencatat konfrontasi dirinya sendiri dengan Firaun, ataukah Muhammad yang mencatat/mendongeng kembali kisah Musa 2000-an tahun setelahnya, entah dari sumber mana? Jawablah dengan batin yang hening!

Tampaknya diseluruh Quran, ”Allah” yang namanya diatas-namakan Muhammad itu telah berusaha untuk menafikan habis-habisan ”Hukum-Kurban” yang tersebar luas diseluruh Alkitab (yang tidak dipaparkan lebih lanjut lagi disini). Ia, Allah SWT meniadakan sosok Penebus yang Tuhan Elohim sediakan sendiri kepada umat-Nya. Untuk itu, kisah penyembelihan anak Ibrahim juga dikosongkan Quran dari segala unsur-unsur persembahan korban bakaran yang baku: tak ada mezbah, tak ada kayu dan api, tali (bahkan pisau?). Bahkan kisah tersebut dihentikan ditengah jalan, dan tidak ada Muslim yang bertanya, bagaimana Muhammad selanjutnya meritualkan persembahan ”kurban hewan” yang Allah sudah hadirkan kepada Ibrahim? Apakah benar hewan itu jadi dipotong? lalu dibakar? atau dibuang? atau dibawa pulang dagingnya? atau disedekahkan kepada manusia lainnya? Atau ... dipersembahkan sebagai korban bakaran kepada Tuhan Yahweh sebagaimana yang Abraham lakukan (mengingat ”agama Ibrahim yang lurus” diwariskan kepada Muhammad, tentu termasuk wahyu-Nya tentang Ibrahim)

TAK ADA JAWABAN... Jikalau begitu, pensedekahan daging kurban di Hari Raya Haji tentu bualan lanjutan dari Muhammad pribadi, dan samasekali bukan dasar yang Tuhan ingin syariatkan !

Akhirnya kita menyaksikan bahwa keselamatan lewat konsep-tebusan-kurban itu tercakup luas dan menyeluruh disemua lini Alkitab. Itu tidak bisa disisipkan dan dipalsukan oleh tangan Paulus dan antek-anteknya (seperti yang Muslim tuduhkan) tanpa merusak kemulusan, logika narasi, konsistensi dan otoritas Alkitab. Pemalsuan fondasi Alkitab tersebut - kalau ada - mustahil dapat dilakukan diam-diam tanpa diketahui oleh jejak sejarah. Ingat bahwa Yahudi dan Kristen yang saling bertikai dikala itu, pasti akan saling memata-matai secara tajam (melebihi Muslim) kalau-kalau ada pihak lawan yang meng-utak-atik Kitab Suci mereka masing-masing. Kenyataannya tak ada satu pihak yang menggugat pihak lainnya. Kebalikannyalah yang justru kita saksikan dimuka hidung kita, ketika wahyu-ulangan 2600 tahun yang lalu dikisahkan kembali secara kacau oleh Quran, apalagi dengan mengkaitkan persyariatan qurban yang nyasar dan tidak kena sasaran sehingga kehilangan inti dan bobot pewahyuan tentang sebuah Kurban Tebusan yang sebenarnya, yaitu:

“Dan Kami menebusnya (anak-anak-Abraham) dengan Kurban yang sangat Agung”!

Alangkah mencemaskan bahwa korupsi quranik justru bercirikan “kematian” (Qs 19:71), yaitu PENGOSONGAN INTI KONSEP KESELAMATAN KEKAL yang Tuhan sendiri tawarkan. Dan alangkah tragisnya sekian milliar teman Muslim dibuat kehilangan Penebusnya. Mereka ramai-ramai disajikan dongeng wahyu-ulangan dan digiring memilih “cawat daun” yang bisa diusahakan sendiri, dan hasil usaha diri itu memang mengasyikkan dan dihargai. Tetapi “cawat-kulit” dari Anak Domba sesungguhnya telah Tuhan sendiri sediakan. Tetapi karena itu diberikan secara cuma-cuma, maka terasa kurang asyik – kurang berharga. Memang, the devil is in the detail! Pelajarilah detailnya untuk membongkar para setan yang bersembunyi dibalik plintiran dan silat lidah. Bertanyalah kepada diri Anda, ada apa maka Tuhan perlu mengutus DUA Nabi Besar sekaligus dalam satu era yang sama, yaitu Yahya dan Yesus. Apa guna dan fungsinya Yahya jikalau sudah ada Yesus? Nah, Nabi Yahya itu diutus khusus untuk berduet memberi kesaksian langsung tentang Yesus Mesias, kesaksian besi, tunjuk hidung muka per muka, bukan nubuat dalam ruang dan rentang waktu yang berbeda jauh! Dan Yahya telah berseru

“Bertobatlah”, lalu bersaksi: “Lihatlah Anak Domba Tuhan. Yang menghapus dosa dunia”.

Dan Yesus telah pula mengkonfirmasikannya:

“Anak Manusia datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan (nyawa) bagi banyak orang” (Markus 10:45).
“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."
(Lukas 19:10).

YA, Yesus Al-Masih telah merendahkan diri-Nya untuk menyelamatkan Anda lewat kurban tebusan-Nya yang mahal; kenapa Anda tidak menemui-Nya dengan rendah hati pula? Ada masalah apa antara Anda dengan Dia, sosok yang Muhammad sendiri akui sebagai YANG terbesar di dunia dan di alam akhirat? (Qs.19:71).