Kemartiran Imam Hussein - Siapa Yang Harus Disalahkan?

Apakah Allah menipu Hussein dengan mimpi palsu? Apakah mimpi itu diberikan padanya oleh Satan dan Allah serta utusan-Nya telah gagal memperingatkannya pada waktunya? Apapun kasusnya, ini menunjukkan bahwa Allah tidak peduli atau tidak sanggup menyelamatkan Hussein. Ia meletakkan kepercayaannya dan nasibnya di tangan Allah dan Allah mengabaikannya atau tidak dapat menolongnya. Besar kemungkinan Allah tidak tahu apa yang sedang terjadi karena memang Allah tidak eksis.

 

Diposkan oleh Ali Sina, pada 22 Desember, 2012

Hai Pak Sina,

Saya belum melihat tulisan di situs anda mengenai Imam Hussain dan perangnya melawan Yazid di Karbala. Apakah Imam Hussain mengorbankan dirinya sendiri dan klannya dengan sia-sia ataukah ia benar-benar berusaha menyelamatkan Islam? Mohon dijawab.

Salam Sharib

Setelah Khalif Uthman dibunuh, beberapa orang Muslim memilih Ali sebagai Khalif mereka dan orang-orang yang tidak menyukainya membuat kesepakatan dengan Mu’awiyah anak Abu Sufyan. Mu’awiyah adalah sepupu Uthman dan telah diangkat olehnya menjadi gubernur Syria. Perpecahan di kalangan Muslim ini telah mengakibatkan timbulnya banyak perang dan pertumpahan darah yang terus berlangsung hingga pembunuhan terhadap Ali.

Setelah Ali terbunuh, para pengikutnya memilih putranya Hassan sebagai penggantinya. Namun demikian, Hassan menolak memerangi Mu’awiyah. Ia setuju tidak mengklaim dirinya sebagai Khalif demi sejumlah besar uang. Hassan suka merayu wanita dan menyukai hidup yang penuh kemewahan dan kemudahan. Oleh karena itu, Mu’awiyah menjadi satu-satunya Khalif bagi orang Muslim.

Setelah kematian Mu’awiyah, anaknya Yazid menggantikannya. Pada waktu itu Hussein ibn Ali berada di Medina dan Walid ibn Otbah ibn Abu Sufyan (keponakan Yazid) adalah gubernur Medina. Walid memanggil Hussein untuk menemuinya dan bersekutu dengan Yazid. Hussein menyuruh utusan tersebut untuk kembali dan mengatakan bahwa ia akan datang beberapa waktu kemudian. Lalu ia melarikan diri dan pergi ke Mekkah. Disana ia memiliki klannya dan para pendukungnya. Sementara itu, orang-orang Kufah mengirim pesan kepada Hussein dengan mengatakan bahwa mereka tidak menyukai Yazid dan tidak melakukan kesepakatan dengannya, dan jika ia datang ke Kufah mereka akan menjadikannya sebagai Khalif mereka.

Hussein mengutus keponakannya, Muslim ibn Aqeel untuk menyelidiki situasi tersebut. Ketika Muslim pergi ke Kufah, 18.000 penduduk Kufah bersumpah setia kepada Hussein. Muslim memberitahu Hussein dan ia memutuskan untuk pergi ke Kufah.

Berita itu terdengar oleh Yazid. Ia meminta keponakannya Abidullah ibn Ziad yang adalah gubernur Basrah untuk pergi ke Kufah dan mengatasi permasalahan tersebut. Abidullah, sama seperti ayahnya, adalah seorang yang pemberani dan kasar. Ia pergi ke Kufah dengan segerombolan orangnya dan mengancam orang-orang disana atas pengkhianatan mereka jika mereka menentang Yazid. Ia mengingatkan mereka bahwa pengkhianatan terhadap Khalif adalah pengkhianatan terhadap Allah dan utusan-Nya, dan hukumannya sangat berat, baik di dunia ini maupun di akhirat. Ingatlah bahwa ini adalah Syariah. Muhammad telah membuat hukum yang mengakibatkan kematian cucunya lebih dari 50 tahun kemudian.

Ibn Aqeel adalah tamu salah satu pejabat tinggi Kufah yang bernama Hani. Abidullah menangkap Hani, memukulinya dan memenggalnya di pasar, di hadapan kaumnya. Tidak seorangpun berani mengintervensi. Walaupun Abidullah hanyalah seseorang yang didampingi sekelompok kecil pengawal, seluruh penduduk Kufah sangat takut padanya sehingga membiarkannya membunuh pemimpin mereka, Hani, dan juga meninggalkan Ibn Aqeel. Ibn Aqeel ketika itu sedang berada di mesjid dan memimimpin mereka bersembahyang. Ketika ia selesai bersembahyang, ia mendapati ternyata tidak ada seorangpun yang berada di belakangnya. Ia bersembunyi di rumah seorang wanita yang kasihan padanya, tetapi putra wanita itu yang masih remaja melaporkan keberadaannya kepada Abidullah yang kemudian mengirim orang untuk menangkap dan membunuhnya.

Sementara itu, Hussein mengabaikan nasehat para pendukungnya di Mekkah, yang menganjurkannya agar tidak pergi atau setidaknya jangan pergi membawa keluarganya kesana. Ia pergi ke Kufah bersama para istrinya dan anak-anaknya. Di perjalanan ia berjumpa dengan sebuah karavan yang berasal dari Yaman menuju Syria, yang membawa barang-barang kebutuhan Yazid. Ia menjarah karavan itu tetapi tidak membunuh orang-orang yang membawa karavan itu. Ia mengatakan kepada rombongan karavan itu bahwa sekarang dialah Khalif dan mereka boleh bergabung dengannya atau pergi.

Ketika Muslim ibn Aqeel sedang dalam persembunyian, ia mengirim pesan yang kedua kepada Hussein, menginformasikan padanya pengkhianatan orang-orang Kufah dan memintanya untuk kembali. Hussein menerima pesan tersebut ketika ia masih berada jauh dari Kufah, tetapi ia mengabaikannya. Ia mengatakan bahwa takdirnya ada di tangan Allah. Sementara itu, Amro ibn Sa’id, mengutus anaknya Yahya dan Abdullah ibn Ja’far, keponakan Hussein dengan sebuah surat yang memperingatkannya akan bahaya jika ia pergi ke Kufah. Hussein juga mengabaikan nasehat mereka. Ia mengatakan bahwa ia bermimpi melihat Nabi menyuruhnya pergi ke Kufah,. Ia tidak menceritakan detil mimpinya itu. Dalam perjalanannya ke Kufah ia bertemu dengan seseorang yang bernama Hur ibn Yazid Tamimi yang bertanya kepada Hussein kemana ia hendak pergi. Ketika diketahuinya bahwa Hussein hendak ke Kufah, ia menganjurkan agar tidak pergi kesana dan mengatakan bahwa Muslim telah dibunuh.

Keyakinan Hussein kepada mimpinya sangatlah besar sehingga ia mengabaikan semua peringatan dan terus melanjutkan perjalanannya menuju maut. Para tentara Abidullah menghadapinya dan para pendukungnya, dan membunuh mereka semua.

Tabari mengatakan setelah menerima berita kematian Muslim, Hussein hendak kembali tetapi ayah Aqeel dan para saudaranya yang menyertainya berkata bahwa mereka tidak akan kembali sampai mereka membalaskan dendam, dan Hussein berkata ia tidak akan meninggalkan mereka dan melanjutkan perjalanan. Itu adalah keputusan yang bodoh. Mereka dapat kembali kemudian dan membalaskan dendam ketika mereka lebih mempunyai kesempatan untuk menang. Tidak  ada orang yang waras yang pergi berperang dengan membawa istri dan anak-anaknya. Hussein terbunuh karena kebodohannya.

Ini hanyalah garis besar ceritanya, tetapi anda dapat melihat bahwa Hussein tidak pergi ke Kufah untuk menyelamatkan Islam tetapi untuk mendapatkan kekhalifahan yang telah dijual saudaranya Hassan kepada Mu’awiyah. Kurang memahami dunia politik dan keyakinan buta kepada mimpinya telah membuatnya mengabaikan bahaya, yang mengakibatkan kematiannya dan kematian 145 orang anggota keluarga dan para pendukungnya. Jelas, sebagai seorang jenderal ia sama cerobohnya dengan ayahnya, yang hanya membawa perang dan perpecahan di kalangan Muslim.

Apakah Allah menipu Hussein dengan mimpi palsu? Apakah mimpi itu diberikan padanya oleh Satan dan Allah serta utusan-Nya telah gagal memperingatkannya pada waktunya? Apapun kasusnya, ini menunjukkan bahwa Allah tidak peduli atau tidak sanggup menyelamatkan Hussein. Ia meletakkan kepercayaannya dan nasibnya di tangan Allah dan Allah mengabaikannya atau tidak dapat menolongnya. Besar kemungkinan Allah tidak tahu apa yang sedang terjadi karena memang Allah tidak eksis.

Bahkan ketika Hussein dikepung, Abidullah mengundangnya untuk bersekutu dengan Yazid dan tidak akan mengambil nyawanya dan nyawa orang-orangnya, Hussein berkata lebih baik ia berperang. Boleh jadi ia memang ingin mati atau terlalu mempercayai mimpi kemenangannya.

Jadi, siapakah yang bertanggungjawab atas kematiannya dan kematian keluarganya? Tidak seorangpun kecuali dia sendiri. Dan 1.300 tahun kemudian kelompok Syiah masih memukuli diri sendiri mengenang kematiannya. Hussein mati karena ia bodoh. Jika ia menjadi Khalif, kemungkinan besar ada lebih banyak orang lagi yang akan terbunuh.

Pertikaian antara faksi-faksi yang berbeda di kalangan Muslim di sepanjang sejarah tidak pernah berkenaan dengan menyelamatkan Islam. Senantiasa karena kekuasaan. Namun demikian, mereka semua mengklaim diri sebagai pembela Islam. Islam selalu digunakan sebagai sarana politik. Bahkan di masa kini, faksi-faksi yang bertikai di dunia Muslim mengklaim sedang membela Islam.

Semoga penjelasan yang singkat ini dapat menjawab pertanyaan anda.