Muslim Ditengah Puasa Ramadhan: Perlu Dihormati Atau Menghormati?

Selama bulan Ramadhan, kita menyaksikan banyak sekali kasus pemukulan dan penganiayaan dari si pelaku-puasa terhadap “orang-kafir” yang kebetulan makan minum disekitarnya? Dalam psikologinya yang sakit mereka seolah mengumumkan, ”Lihatlah, saya ini sedang berpuasa dan menderita, maka hargailah saya dan jangan dilecehkan”. Maka kedai-kedai makan dan resto “dihimbau” (baca: diwajibkan) untuk ditutup atau setidaknya setengah tertutup. Dalil yang dipakai adalah orang-orang lain harus sensitif dan “tahu-diri” bahwa dia (Muslim saleh) itu sedang berpuasa dan berkorban-suci, sehingga harus mendapat pengakuan dan penghormatan yang layak.

 

Oleh: RAM KAMPAS

 

Yusuf Qardhawi, Ulama Muslim Sunni yang paling berpengaruh, menulis dalam bukunya “Tirulah Puasa Nabi!” sebagai berikut:

“Puasa yang diperintahkan dan dianjurkan dalam Al-Quran dan Sunnah ialah aktifitas meninggalkan, membatasi, dan menjauhi… Secara umum, pengertian puasa adalah menahan dan menjauhi aktifitas makan dan minum serta bersetubuh dengan isterinya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dengan trujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt” (p.19).

Tujuan pokok dari segala pokoknya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Dan ini diperkuat oleh hadis sahih yang menyatakan bahwa puasa itu total berfokus pada Allah:

“Setiap amal manusia itu untuk dirinya, kecuali puasa, maka sesungguhnya itu untuk-Ku…” (HR Bukhari dan Muslim).

“Meninggalkan makannya karena-Ku, meninggalkan minumnya karena-Ku, meninggalkan hawa nafsunya karena-Ku, dan meninggalkan hubungan suami istri karena-Ku” (HR Ibn Khuzaimah).

Akan tetapi apa yang tampak nyata kita lihat dewasa ini?

Muslim justru makin ribut berfokus kearah dirinya ketika mereka berpuasa, bukan kearah atau karena Tuhannya! Diseluruh waktu dalam setahun, Ramadhan-lah yang selalu membuat tanah air kita heboh saling “jor-joran” di segala lini kehidupan. Ribut mulai dari perselisihan yang tak habis-habisnya tentang penetapan tanggal awal dan akhir puasa, ribut soal perbaikan infrastruktur dan tiket-catut transportasi mudik, kenaikan harga sembako, cabai, daging sapi yang gila gilaan, hingga kepada heboh dan nafsu menutup tempat-tempat hiburan dan rumah makan!

Menutup tempat maksiat tentu tidak usah terlalu diperguncingkan oleh kita disini. Tetapi kita justru menyaksikan betapa Muslim umumnya – tanpa disadari – mulai terjebak mengikuti keinginan sekelompok Islamis yang juga berusaha menutup rumah makan yang tidak bersalah sama sekali! Apakah restoran di bulan Ramadhan tiba-tiba menjadi bermasalah? Menjadi akar kenajisan atau kejahatan? Atau tiba-tiba berubah menjadi batu sandungan Islam atau melanggar hak-hak Islam? Karena Islam banyak detil tafsiran dan plintiran, maka para Islamis terbiasa mendalilkan pembenaran mereka sendiri-sendiri atas nama Islam! Nanti akan kita perlihatkan.

 

RUMAH MAKAN DIHARUSKAN TUTUP?

Rumah makan sungguh tidak bersalah dan tidak melanggar apapun, kecuali DIANGGAP menggangu karena tidak menghormati Muslim yang sedang berpuasa! Setiap Muslim yang sedikit-sedikit emosional menyoal penghormatan-puasanya jelas adalah Muslim yang sakit.  Mereka sesungguhnya “tekor harga diri” sehingga merasa harus menuntutnya bagi dirinya – bukan bagi Islamnya. Bukankah kita menyaksikan banyak sekali kasus pemukulan dan penganiayaan dari si pelaku-puasa terhadap “orang-kafir” yang kebetulan makan minum disekitarnya? Dalam psikologinya yang sakit mereka seolah mengumumkan, ”Lihatlah, saya ini sedang berpuasa dan menderita, maka hargailah saya dan jangan dilecehkan”. Maka kedai-kedai makan dan resto “dihimbau” (baca: diwajibkan) untuk ditutup atau setidaknya setengah tertutup. Dalil yang dipakai adalah orang-orang lain harus sensitif dan “tahu-diri” bahwa dia (Muslim saleh) itu sedang berpuasa dan berkorban-suci, sehingga harus mendapat pengakuan dan penghormatan yang layak. Mari kita saksikan video dibawah ini, dan berbicaralah dengan hati terdalam Anda, apakah tuntutan untuk dihormati itu berasal dari Tuhan atau setan?

VIDEO: FPI Tutup Paksa Rumah Makan

Celakanya, tuntutan chauvinistis ini diam-diam merambah kemana-mana didalam negeri atau diluar negeri, hingga kepada jajaran pemerintahan resmi. Lihat kasus di Aljazair dimana ada dua buruh Kristen dituduh menghina Islam dan dituntut tiga tahun penjara karena makan siang di bulan Ramadhan. Polisi Dubai memperingatkan non-Muslim bahwa mereka bisa ditahan jika kedapatan makan di bulan Ramadan, http://www.jihadwatch.org/2011/07/dubai-fines-british-expatriate-800-for-insulting-ramadan.html

Dua orang wanita Aceh dicambuk dimuka umum di NAD, karena membuka kedai nasi mereka di bulan suci. Untuk mengormati masyarakat Muslim yang berpuasa, Pemerintah Kota Kendari mengedarkan surat edaran bahwa hanya diperbolehkan membuka usaha pada saat menjelang berbuka puasa. Peraturan Walikota Pekanbaru mengharuskan semua restoran tutup selama Ramadhan, kecuali sejumlah restoran milik non Muslim atau Hotel dengan catatan harus menutup pintu sebagian dan mencantumkan pemberitahuan: “Rumah Makan Non-Muslim, tidak melayani Muslim”.  Kalau memang sangat perlu akan dilakukan razia, dan tim razia ini akan membuktikan para pengunjungnya adalah non Muslim dengan melihat KTP mereka.

Wanita Aceh ini dicambuk dimuka umum karena membuka warung makannya saat bulan Ramadhan yang lalu

Kabag Hukum Pemkot Pekanbaru, memperkenankan restoran yang menjual makanan ringan, roti dan makanan siap saji untuk membuka restorannya namun tak boleh menyediakan meja dan kursi untuk makan di tempat. Artinya makanan yang dibeli harus dibawa pulang…

Heboh dan rumitnya tidak berkesudahan, demi sebuah argumen yang samasekali tidak Islami, yaitu: Menghormati Muslim yang sedang berpuasa sambil mendzalimi orang yang tidak berpuasa!

 

APA DALIL ISLAM UNTUK MENUTUP RUMAH MAKAN?

Pergilah Anda keluar negeri di bulan Ramadhan, dimana Muslim disitu minoritas. Perspektif Anda tentang tuntutan penghormatan puasa Ramadhan kiranya akan berubah. Pertama-tama Ramadhan disana tak ada restoran yang tutup. Lalu kenapa Anda Muslim tidak menghimbau restoran sana agar ditutup bilamana itu ada kaitannya dengan dalil untuk menghormati Islam? Kenapa di kandang Indonesia sendiri, diantara sesama anak bangsa sendiri, Anda yang “jago-kandang” ingin memaksakan  ditutupnya rumah makan? Jikalau dalilnya untuk menghormati Islam atau iman Anda, kenapa reaksi Anda bisa berbalik sekarang? Jikalau dalilnya adalah Anda merasa terganggu puasanya atau tergoda, maka kenapa derajat gangguan itu bisa berubah dari “suhu mendidih” di Jakarta menjadi “sejuk-sejuk” di Hongkong misalnya? Dan sesungguhnya, seberapa terganggunya Anda terhadap sebuah “rumah makan” yang ada diseberang jalan, dibandingkan dengan sebuah “lemari makan” (atau lemari es) yang berisi makanan di rumah Anda sendiri? Kenapa lemari makan dan lemari es Anda tidak disegel selama bulan puasa?

DAN satu lagi, jikalau Anda berpuasa Sunnah (di luar puasa Ramadhan, seperti Puasa Senin dan Kemis, Puasa Tiga Hari Setiap Bulan dll), kenapa Anda Muslim kini bisa menerima baik  semua restoran yang dibuka seperti biasanya sehari-hari, dan FPI tidak mendzalimi dan memporak porandakan mereka? Anda sungguh tidak mempunyai dalil untuk minta penghormatan gila dari penyelenggara restoran manapun.

Atau adakah tingkat laparnya dan hausnya puasa Ramadhan itu berkali-kali lipat ketimbang puasa diluar Ramadhan? Kenapa pada puasa Sunnah, Anda Muslim bisa toleran kepada restoran sate yang asapnya bahkan seolah “mengejek” dan menyapu sampai ke hidung Anda? Anda minta orang lain tahu dan bersimpati dengan puasamu, tetapi Anda tidak mau tahu bahwa tidak ada satu pun rumah makan yang sengaja dan perlu-perlunya melecehi Anda yang sedang berpuasa! Mereka bahkan tidak mengenal Anda. Mereka hanya meneruskan usaha/nafkah rutin mereka sehari-hari yang toh harus dianggap amanah bagi keluarga mereka, sambil melayani orang lain yang butuh makan minum. Orang-orang sakit membutuhkannya, anak-anak, wanita yang mens, orang dalam perjalanan, kaum non-Muslim, orang-orang yang karena satu dan lain hal tidak sanggup memasak di hari-hari itu dll, semua membutuhkan pelayanan perkedaian! Anda tak layak, juga tak akan menjadi front pembela Islam, pembela kemanusiaan dan Allah, bilamana semua makanan dan minuman diharuskan untuk disingkirkan dengan cara mendzalimi usaha perkedaian dari orang-orang yang mencari nafkahnya yang amanah.

Tetapi inilah yang kita sering saksikan, bahwa di banyak tempat di kolong langit ini, Muslim mendamprat atau memukuli orang-orang yang makan dihadapan-nya yang bukan karena sengaja mau “menghina” puasanya, melainkan karena tersinggungnya ego diri Muslim sendiri yang over-haus pujian dan penghormatan! Menuntut hormat dengan memukul orang yang tak bersalah sungguh bukan ajaran agama, melainkan tirani agama!

Sebaliknya, bagaimana reaksi Anda, jikalau Anda-lah yang justru mendapat pendzaliman demikian atas nama agama orang lain?! Misalnya rumah makan Anda-Muslim harus ditutup seminggu sebelum dan sesudah perayaan agama Kristen, atau Budha, Hindu dll. demi menghormati “ramadhan-ramadhan” mereka?  Anda dan mereka tidak akan mendapat hormat apapun sebagaimana yang dituntut semula! Semuanya non-sense! Semua Muslim malahan tahu bahwa puasa bukan hanya menanggalkan makan-minum dan sex, melainkan juga meninggalkan, membatasi dan menjauhi emosi kemarahan dan tidak terpancing oleh provokasi luar. Maka segala bentuk kekerasan dan pemaksaan Islamis untuk minta dihormati puasanya tidak hanya tanpa dalil, tetapi malahan berlawanan dengan dalil yang telah ditetapkan dan dicontohkan oleh Muhammad sendiri. Para ulama berkata bahwa Ramadhan adalah ujian supermini dari apa yang telah diujikan oleh Allah kepada nabi Ibrahim ketika dipanggil untuk mengurbankan anaknya. Setiap amal manusia adalah untuk dirinya sendiri, tetapi hanya puasa-lah yang sesungguhnya untuk Allah Ta’ala. Itu sebabnya bulan Ramadhan itu adalah pula “bulan Haram” yang penuh dengan pengingkaran ego-diri, jauh dari perselisihan, provokasi dan destruksi. “Bila bulan Ramadhan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu” (HS.Muslim 1793).

 

ISLAM MUHAMMAD VERSUS ISLAM PARA ISLAMIS

Kita akan mengakhiri renungan pendek ini dengan merujuk ulang apa yang telah dikatakan di depan bahwa Islam banyak detil tafsiran dan plintirannya, sehingga memungkinkan para Islamis terbiasa mendalilkan pembenaran mereka sendiri-sendiri atas nama Islam! Bahkan telah terjadi distorsi nyata antara Islamnya Muhammad dan Islamnya para Islamis! Buktinya? Ya, Muhammad justru memperingatkan berkali-kali bahwa godaan terhadap para pelaku puasa dan segala bentuk perselisihan dan provokasinya, tidak dihadapi dengan cara-cara lain kecuali CUKUP dengan mengucapkan satu kalimat pendek: “inni shaim”, saya sedang berpuasa!

Berpuasa adalah perisai dan pertahanan terhadap api dan perbuatan dosa. Jikalau salah satu dari kalian sedang berpuasa, ia harus menghindari hubungan kelamin dengan istrinya dan tengkar mulut, dan apabila seseorang berkelahi atau bertengkar dengannya, hendaklah ia mengucapkan, “Saya sedang berpuasa” (Bukhari, Buku 31, no.138).

Bahkan kepada Muslim yang sedang berpuasa tetapi yang menghadapi godaan undangan makan – baik di rumah atau di rumah makan – maka resep penanggulangan Muhammad terhadap “provokasi” ini bukan diarahkan kepada provokatornya, melainkan perisai tangkisan “inni shaim” saja: “Apabila salah seorang dari kalian diundang makan padahal ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa” (HS.Muslim 1940). Siapa yang mau dihormati haruslah menghormati pihak lain dengan sama layaknya!

 

[Catatan Penulis: Sekalipun mudah tampak bahwa Islamnya Muhammad lebih baik ketimbang Islamnya para Islamis, namun puasa Islamik Muhammad mengandung misteri, cacat dan kesalahan yang jarang diketahui Muslim saat ini. Puasa Ramadhan sesungguhnya tidak pernah datang dari Surga, melainkan berasal usul dari puasa pertama kali yang diberlakukan mendadak oleh Muhammad di Medinah yang diplagiatkan (ditiru) dari Puasa Asyura orang Yahudi (lihat Bukhari, Volume 3, Book 31, No. 222 dll. Untuk lengkapnya, baca makalah dari penulis: Tuhan Menegor: “Bagaimana Caramu Berpuasa”].

 

Sumber artikel: bacabacaquran.com