Nama Allah SWT adalah Hasil Akal-akalan Muhammad

Definisi Tuhan yang paling sederhana agaknya adalah Dia yang mencipta segala apa yang ada; Dia yang ikut mengatur keberadaan dan perjalanan dari segala yang diciptakan-Nya; Dan Dia yang umumnya mengetahui segala sesuatu tentang mahluk ciptaan-Nya.

Sebaliknya mahluk ciptaan-Nya samasekali tidak dapat mencipta, tidak mengatur dan tidak mengetahui Dia secuilpun. Kekecualian hanya satu, yaitu kita sebagai mahluk-Nya hanya bisa mengetahui secuil tentang Dia, apabila dan hanya apabila Dia sendiri berkenan memberitahukan yang secuil itu kepada kita. Dan ternyata memang begitu, Dia lewat Nabi-nabi-Nya telah mengungkapkan secuil siapa Dia, apa nama PribadiNya, kehendak-Nya, rencana-Nya, dan janji-janji-Nya kepada manusia. Dengan demikian maka kita diharapkan oleh Tuhan agar bisa dengan mudah memilah mana Tuhan Pencipta Sejati, dan mana Ilah Berhala jadi-jadian yang diciptakan oleh manusia dengan akal-akalan! Rumusan sederhananya adalah sbb:

NAMA-DIRI Tuhan hanya bisa dikenalkan oleh Tuhan sendiri kepada mahluk-Nya. Nama-Nya tidak bisa datang dari karya atau tradisi manusia, itu hanyalah nama Ilah, hasil sebuah perolehan dari manusia yang terlanjur percaya bahwa itulah nama pribadi Tuhan-Nya.

Tuhan Pencipta sendirilah yang memperkenalkan diri-Nya kepada ciptaan-Nya. Tanpa itu tak ada satupun yang tahu nama-Nya yang melekat dan kekal dengan diri-Nya. Lalu Tuhan manakah yang pernah memperkenalkan nama dan jati diri-Nya? Dan jikalau Tuhan itu dipercaya Esa, maka Tuhan yang pernah mengumumkan nama-Nya sendiri itulah satu-satunya Tuhan Semesta Alam, bukan?.

Diakui, Allah SWT islamik tidak pernah memperkenalkan dirinya dan nama-Nya kepada siapapun termasuk Muhammad. Hanya seorang ruh asing (yang belakangan hari dianggap sama dan dinamakan dengan “Jibril”) yang DIKLAIM menyampaikan nama “Allah”, padahal Jibril inipun juga tidak memperkenalkan namanya sendiri kepada Muhammad pada keseluruhan wahyu-Nya di Mekah! (Nama Jibril baru muncul belasan tahun kemudian dan hanya tercantum dalam 3 ayat surat Madaniyah saja, 66:4, 2:97, 98, dan itupun bukan ayat untuk memperkenalkan nama-diri!). Jadi, baik Jibril maupun terlebih-lebih Allah, tak pernah ada wahyu-Nya yang memperkenalkan jati-dirinya, melainkan tiba-tiba dan diam-diam dimunculkan Quran  dalam konteks yang tak berkaitan dengan pemberitaan tentang nama-Nya kepada Nabi atau umat-Nya! Suatu kesengajaan? Ayat berikut menjawabnya.

Kita bacakan pewahyuan-Nya yang paling awal kepada Muhammad, yaitu ditahun 610, di gua Hira (Surat 96), tatkala mana Tuhan Pewahyu berjanji kepada  Muhammad untuk mengajarkan apa-apa yang tidak diketahuinya:

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Karena barusan berjanji, maka absennya ajaran Tuhan yang paling pokok (yaitu memperkenalkan siapa Dia agar tidak disangka Setan) pasti bukan karena kealpaan Tuhan, dan betapapun, mustahil Tuhan bisa alpa. Karena tidak diperkenalkan Tuhan maka Muhammad pasti tidak tahu siapa nama Tuhannya dikala itu ditengah-tengah begitu banyak tuhan-tuhan selainnya dari Arab pagan dikala itu. Itu sebabnya Muhammad dalam kebingungannya (Surat 93:7) lalu menyebut secara umum istilah “Rabb” bagi Tuhannya! Harap diperhatikan bahwa Rasul Allah tidak/belum bisa menyebut nama ALLAH pada hampir 30 Surat diantara 50 surat-surat yang paling awal diturunkan kepadanya (!) Lihat a.l. Surat 54, 55, 56, 68, 75, 78, 83, 89, 92, 93, 94, 99, 100, 105, 106, 108, 113, 114 dst. semuanya absen dari nama Allah!

Surat 96 Al-Alaq dimana ruh (yang mencekik Muhammad di gua Hira) hanya menurunkan 1 unit wahyu berupa 5 ayat pertamanya juga tanpa nama Allah. Kemudian ruh pewahyu itu pergi tanpa pamit. Ruh akhirnya datang kembali, tetapi BUKAN untuk melanjutkan dan menyelesaikan pewahyuan Surat Al-Alaq yang tertunda, melainkan justru menurunkan 5 ayat lain kedalam Sura  Al-Muddatstsir! Yang juga tanpa nama ALLAH, melainkan lagi-lagi Rabb (bahkan hingga ayat ke-30). Pantaskah cara pewahyuan begini diberi respek sebagai wahyu sempurna surgawi? Dalam absennya nama Allah, Muhammad sempat “meminjam” sesaat nama “Ar-Rahman” sebagai nama pribadi Tuhannya, yaitu menirukan nama Tuhan-nya orang-orang Yemen dikala itu.

“…mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah ( Ar-Rahman). Katakanlah: “Dia-lah Tuhanku tidak ada Tuhan selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.” (13;30)

“Dan apahila orang-orang yang kafir itu melihat engkau, mereka hanya menjadikan engkau sebagai ejekan (dengan berkata): “Apakah ini  yang menyebut-nyebut tuhan-tuhan kamu?” Sedang mereka untuk menyebut Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman) mereka ingkar”. (21;36)

Katakanlah: “Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari Yang Maha Pemurah (Ar-Rahman)?” Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka. (21;42).

YAHWEH MENJADI ALLAH?
Sebaliknya – 2300-an tahun sebelum goncang gancing isu tentang nama Tuhannya Muhammad ini – Tuhan sesungguhnya telah memberitakan langsung kepada Nabi Musa dengan sejelas-jelasnya siapa jati-diri-Nya, yaitu “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya:

“Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu … Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: YAHWEH, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.” (Keluaran 3:14-15, terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia memakai TUHAN untuk nama Yahweh).

Jadi Yahweh telah menyingkapkan diriNya dan sekaligus nama-diri-Nya!
Siapa jatidiri-Nya? Tak ada kata yang mampu mencakup kebesaran-Nya, kecuali diistilahkan oleh Dia sendiri sebagai AKULAH AKU, dan Dialah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub (bukan Ismael)!

Siapakah nama-diriNya? YAHWEH! Dan itulah nama-Nya yang melekat kekal selama-lamanya dan itulah sebutan-Nya yang turun-temurun.

Selama ribuan tahun berjalan, nama ini yang telah diabsahkan oleh Tuhan sendiri,  maka darimana datangnya otoritas Muhammad (dan Jibril) yang KINI tiba-tiba merasa perlu menggantikan nama-Nya secara DIAM-DIAM menjadi “ALLAH”? Lihat, nama baru yang tidak pernah diperkenalkan-Nya kepada Muhammad ini ternyata digulirkan diam-diam masuk ke dalam Al-Qur’an dan tidak pula diterangkan oleh Muhammad, juga tidak dipertanyakan apapun oleh orang Arab pagan. Ini tentu berarti bahwa nama tersebut sesungguhnya bukan nama baru, melainkan sudah sangat dipahami. Dan betul, mereka memang sudah punya ilah-ilahnya sendiri sebelum ada Muhammad. Salah satunya yang spesial adalah dewa Bulan al-Ilah (The God), disingkat dan dipanggil sebagai “Allah”. Bapanya Muhammad sendiri adalah Abdullah, yaitu penyembah al-Ilah ini. Akan tetapi Allah Dewa Bulan yang satu ini hanya DISEBUT, DIKENAL, dan DISEMBAH bersama dengan anak-anak-Nya – dewi dewi Bintang–yang juga sangat terkenal dengan nama al-Lat, al-Uzza and Manat! Jadi Allahnya Abdullah dan orang-orang Arab pra-Islam adalah Tuhan yang beranak-pinak yang dinamai ALLAH dengan lambang Bulan-Bintang! Dan kini datang Tuhan-nya Muhammad yang tidak beranak-pinak itu (Allah SWT) menggantikan dua Tuhan yang lain dengan cara sulapan yang berbeda:

  1. Muhammad mengganti baru nama YAHWEH menjadi ALLAH, tetapi tidak ada Tuhan Pencipta yang memperkenalkan nama ini. Allah baru ini tetap dipertahankan keesaan-Nya dengan mengadopsi konsep tauhid.
  2. Muhammad tidak mengganti nama “Allah” pra-Islam, tetapi mempertahankan nama ALLAH yang bukan diperkenalkan oleh Tuhan Pencipta, melainkan hanya menggantikannya menjadi satu Allah yang tidak menyertakan anak-anak-Nya.

Muhammad bukan sembarangan saja mengakali keluar, tetapi Allah juga dibuat untuk menegaskan kepada Musa bahwa Ia justru sebaliknya telah memperkenalkan nama “Allah”, dan bukan Yahweh, demi mendukung nama  Allah yang telah diadopsinya dari dewa Bulan.

(kepada Musa): “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (20:14)
“Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam” (28:30).

(Allah berfirman): “Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (27:9).

Ini manipulasi yang nekad! Muhammad sendiri tidak berani mengklaim bahwa ia sudah berjumpa dengan Allah yang menyatakan diri-Nya Allah. Ini membuktikan bahwa nama itu bukan datang dari surga, melainkan dari ramuan dunia jua. Tetapi awas, ia mahir memelintir kisah Musa (retelling story) seolah nama “Allah” sudah diintroduksikan kepadanya. Retelling story selalu bisa direkayasa oleh yang nekad, tetapi persoalan kita tetaplah lurus: Adakah Muhammad sendiri berjumpa dengan Allah yang berkata: “Akulah ALLAH, Tuhan semesta”? Tak ada! Jelas  ALLAH itu bukan nama Tuhan YAHWEH yang melekat kekal dan turun temurun, satu-satunya  Tuhan Semesta Alam yang dikenal sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub (dan bukan Ismael)! Untuk menegaskan bahwa itu bukan Allah dari garis keturunan Ismail atau Allahnya Arab, maka Yahweh memberi batasan yang tidak bisa diplesetkan lagi: “Sebab semua ilah bangsa-bangsa (lainnya) adalah berhala, tetapi YAHWEH-lah yang telah menjadikan langit” (1Tawarikh 16:26, KSILT).

APAKAH ALLAH ISLAMIK PERNAH EXIST?

Tuhan Alkitab itu hadir dan exist dalam sepanjang sejarah kenabian Israel. Berbicara dan berdialog, memperagakan kuasa mujizat-Nya dan membuktikan nubuat-Nya yang disaksikan oleh para saksi mata. Bahkan dihadapan masa, Bapa sorgawi berkata-kata kepada Yesus:

“Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”  (Matius 3:16-17)

Tidak demikian dengan Allah Islam yang lahir dari tradisi setempat, dan diam-diam masuk kedalam sejarah untuk kemudian diklaim existensinya. Buku Islam yang berjudul “The Message of the Quran” yang setelah disertifikasi oleh Al-Azhar Al-Sharif Islamic Research Academy di Cairo (pada tanggal 27 Desember 1998), diakuilah oleh otoritas dengan rasa berat bahwa tidak ada bukti apapun untuk keberadaan Allah, dan memang tidak mungkin membuktikan-Nya. Dengan demikian, akibatnya meluas, yaitu secara otomatis juga tidak akan ada bukti dan mustahil membuktikan klaim Muhammad yang BERKAITAN DENGAN ALLAH!!

Dalam suasana kekacauan dan tak ada yang berakar, orang-orang yang berjiwa pemimpin bisa berhasil memimpin. Dan Muhammad ada di pusaran simpang siurnya pelbagai suku Beduin Arab yang animistik pada masa itu yang masing-masing mencari ilahnya yang tidak jelas (bulan, bintang, matahari, planet, batu, binatang, pohon, goa, dan dewi sumber air, dewa angin/badai untuk pertanian dll); sedemikian sehingga ada 360 berhala yang ditanamkan di Ka’bah! Maka Muhamad mencoba meramu menggabungkan dua kelompok kepercayaan yang berpengaruh dijazirah Arab ketika itu – yaitu Yudaisme dan Kristianitas di satu pihak (dengan keesaan Tuhan dan kisah/ ajaran Alkitab). Dipihak lain ia mencoba merangkul ritual paganisme Arab (seperti ritual ibadah dan salat, ziarah/naik haji pra-Islam), termasuk sangat hati-hati ketika harus memberikan nama bagi sosok Tuhan Tertinggi, karena nama pinjaman Ar-Rahman agaknya dirasakan tidak terlalu cocok untuk ber-expansi keseluruh Arab (bandingkan dengan pemilihan hari beribadah Jumat dengan fakta bahwa hari Sabtu dan Minggu sudah ada yang “lebih berhak” memilikinya).

Belakangan, diam-diam entah dimulai di ayat mana, Muhammad-pun mulai mengadopsi nama Allah dalam konsep yang disukainya. Dia memperkenalkan konsep satu Tuhan (yang ditentang oleh pagan Arab), tetapi tetap terbuka mengadopsi nama ALLAH-nya orang Arab yang berhala itu, demi meluluhkan hati mereka untuk bisa menerima islam. Apalagi tradisi ziarah haji, cium batu, lempar batu, sa’I, kurban, puasa dan sedekah dll dari ritual pagan Arab disahkan pula oleh Muhammad seolah aslinya dari Surga! Bahkan pemakaian simbol dewa pagan Bulan-Bintang juga mendapat restu Islam dan tidak dimusnahkan, yang sampai kini tetap dapat kita saksikan bertenggernya simbol-simbol tersebut  bagi Masjid, Bendera, mata uang dll.



Late 7th Century AD Silver Arab coin form Iraq

Muhammad berhasil mengakali pagan Arab yang memang tidak punya dan tidak tahu KONSEP NAMA TUHAN yang harus diperkenalkan oleh Tuhan itu sendiri. Namun para Ahli Kitab tahu persis bahwa nama Tuhan harus dinyatakan oleh Yang Empunya Nama, dan tidak bisa dipertanggung jawabkan bila Dilakukan dengan cara-cara lain. Hukum Taurat mewajibkan penyebutan nama tersebut tidak boleh sembarangan. Bagaimana jadinya jika itu diubah sesukanya? [Bandingkan dengan kebiasaan kesembronoan Muhammad yang juga mengubah nama Yesus (nama Ilahi, dari surga) menjadi Isa yang kosong arti].

Mereka mempertanyakan 4 hal serius:
1.Berotoritaskah Muhammad menggantikan nama kekal Yahweh, tanpa ada keterangan apapun?

2.Adakah Muhammad telah menasikh-kan (mengganti baru, Surat 2:106) nama “Yahweh” dengan “Allah” , yang dapat dibaca pada ayat Quran?

3.Bagaimana bisa menasikh-kan, bila Muhammad sendiri mengakui bahwa “Allahku dan Allahmu adalah satu?”

4.Kenapa  Quran tidak sekalipun menyebutkan nama kekal Yahweh yang datang dari atas, padahal nama yang datang dari bawah, Allah disebut 2697 kali,  Rabb 978 , dan Ar- Rahmân 376 kali?

PENUTUP
Akhirnya, untuk memantapkan gelar Allah agar tidak tertukar dengan Allah dewa-dewa bulan yang lain, Muhammad melengkapkannya dengan: Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT). Namun Muslim yang kritis akan sangat mudah menyaksikan sia-sianya akal-akalan ini. Sebab ketika Allah SWT berkata, “tidak ada seorangpun yang setara/serupa dengan-Nya” (Surat 112), maka sesungguhnya Dia telah berkata bahwa segala sifat-sifat pribadi-Nya pasti juga tidak ada yang menyamai-Nya, apalagi Nama-Nya! Allah para pagan, yang beranak pinak itu, bolehkah namanya diadopsi diam-diam dan disetarakan Muhammad dengan nama Allah SWT? Doktrin Islam sendiri mengajarkan azaz Tauhid yang ketat: Segala bentuk plagiat yang dikenakan kepada Tuhan adalah kemusyirikan yang dosanya tak terampuni! Hati-hatilah!

 

Sumber: bacabacaquran.com