KESULITAN MANUSIA
Allah Mencipta, Syetan Membinasa
Apakah Allah Merencanakan Dosa
dan Kematian Adam?
Kegentingan Dosa Adam
Apakah Dosa Adam Hanyalah Satu
Kelalaian?
Adam Dijerumuskan kepada ‘Tempat yang Serendah-rendahnya’
Pengaruh Dosa Adam Keatas Keturunannya
Mana Jalan Keluar?
Daya-usaha Adam Tidak Mencukupi
Pengampunan Saja Tidak Cukup
PENCIPTAAN SEMULA MANUSIA
Rencana Penyelamatan
Kecakapan-kecakapan Adam
Bagaimana Manusia Bisa
Dicipta Semula?
Transaksi Kehidupan
Bantahan
Siapa Yang Bisa Menjadi Perantara?
Bantahan tentang Keturunan
Adam
PENGAJARAN-PENGAJARAN DARI
ALLAH
Ajaran-ajaran Allah Perkuatkan
Ciptaan Baru Itu
Suatu Pelajaran dari Peraturan
Pemakanan
Isa adalah Halal Allah Selamanya
Sunna Ibrahim
Suatu Pelajaran dari Berpuasa
Rahmat Sebenarnya
Suatu Pelajaran Dari Alam
Pilihan Yang Paling Jelas
AL-NAJAH --PENYELAMATAN
KESULITAN MANUSIA
Selama ini kita telah melihat berapa untaian bukti yang berlainan tentang
Isa Al Masih dan personanya, dan menyimpulkan bahwa sesungguhnya dia adalah
Firman Allah dan Roh Allah yang Kekal. Selanjutnya, kita telah melihat bahwa Firman
Kekal yang dalam bentuk seorang manusia, telah mati di atas kayu salib di
dunia ini sekitar 2000 tahun lepas. Dia
kemudiannya dibangkitkan dari maut dan diangkat untuk berada di sisi Allah.
Bagaimanapun, kita
masih mempunyai satu persoalan yang kritis: Mengapa Isa harus mati? Mengapa Firman Allah yang Kekal itu, yang
merupakan Wangi Allah dan Nur Cahaya Allah, harus mati didalam orangnya
sendiri? Banyak orang berpendapat apa
yang dia lakukan adalah telalu heboh
untuk dipahami. Apakah tujuan
Allah dalam mengizinkan semua ini berlaku?
Sesungguhnya Allah
mempunyai tujuan, dan untuk mengetahui tujuan-Nya itu, pertama sekali kita
perlu melihat kesulitan umat manusia dan kedudukannya didepan Allah yang Maha
Kuasa.
Allah Mencipta, Syetan
Membinasa
Setiap orang yang
beriman tidak akan menyangkal bahwa setiap sesuatu dicita oleh Allah dan karena
itulah, Dia adallah Allah keatas semua ciptaan-Nya. Kuasa-Nya untuk mencipta itulah yang memisahkan-Nya dari dunia
ciptaan dan ini merupakan ciri teristimewa-Nya. Dia adalah Tuhan kita karena Dia mencipta kita, dan mereka yang
menyembah-Nya berbuat demikian karena Dia adalah Pencipta kita.
Syetan, musuh Allah, menantang
Allah sebagai Pencipta dan karena itu Dia adalah Tuhan. Untuk mencapai hasratnya itu, Syetan menggoda
Adam dan berjaya membuatnya mengingkari Penciptanya. Akibatnya, Adam mati
dan kembali kepada tanah, dia tidak dibenarkan Allah masuk kembali ke dalam
Taman Indah yang telah dikenalinya itu. Jadi,
Allah mencipta Adam daripada tanah dan Syetan ‘membalik-cipta’nya, menyebabkan
tubuhnya dikembalikan kepada tanah.
Memang benar Allah bisa
membangkitkan Adam dari mati, tapi masalah keingkaran Adam meskipun begitu tetap tinggal. Kematian jasadnya adalah satu
manifestasi kematian rohaninya. Al-Qur’an
menyatakan bahwa Allah mencipta manusia dalam keadaan yang sempurna, tapi
selepas keingkarannya manusia terjerumus ke tempat yang serendah-rendahnya.
[1]
Melaui keingkaran Adam Syetan merusak dan membinasakan ciptaan
Allah, dan dengan itu ia menantang Allah sebagai Pencipta.
Apakah Allah Merencanakan
Dosa dan Kematian Adam?
Ada orang mengatakan bahwa Allah merencanakan untuk kehadiran dosa dan
kematian Adam; bahwa dosa telah ditakdirkan untuk Adam dan maut sebagai
sebagian dari penciptaannya.
Bagaimanapun ini bukanlah kasusnya. Walaupun Allah tahu Adam akan
berdosa, Allah tidak menciptakan manusia untuk dosa, menghadapi maut atau
tinggal secara kekal di dalam Neraka.
Bagaimana kita tahu tentang perkara ini?
Pertama, Allah memberi
perintah kepada Adam untuk tidak memakan buah dari pohon larangan itu. Jika Allah telah mentakdirkan bahwa Adam
harus berdosa atau menciptanya dengan kecondongan terhadap dosa, mengapa mesti
Dia mengarahkannya supaya jangan memakan buah dari pohon terlarang itu? Jika Allah mentakdirkan dia harus berdosa,
mengapa mesti Dia mengukum Adam bila dia mengingkari? Kenyataan bahwa Adam berada di Firdaus selagi dia berterusan
mentaati Allah membuktikan bahwa maksud Allah untuk Adam bukan untuk berdosa,
karena hanya setelah Adam berdosa barulah Allah menyingkirnya dari Firdaus.
Kedua, jika dosa telah
diperturunkan ke dalam sifat manusia semasa ia dicipta supaya lumrah baginya
untuk berdosa, Allah tidak akan meletakkannya di Firdaus, suatu tempat kesucian
dan kebenaran,
Ketiga, Allah tidak
mencipta Adam untuk mati, karena Adam akan terus tinggal di Firdaus jika dia
terus menaati Allah. Jika maut telah diperturunkan ke dalamnya, Adam mungkin
akan mati di Firdaus. Ini adalah tidak
mungkin karena tidak ada kematian di Firdaus.
Jadi Allah tidak merencanakan dosa dan maut sebagai
sebagian daripada penciptaaan Adam.
Adam mempunyai pilihan untuk tidak berdosa dan tidak mati, tapi dia
memilih yang sebaliknya. Jadi maut
masuk ke dalam dunia melalui keingkaran Adam.
Maut bukan satu perbuatan penciptan tapi satu tindakan penghukuman; jadi maut bukan sebagian
dari penciptaan Adam tapi sebagai satu tindakan penghukuman ke atasnya.
Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan ‘dalam bentuk yang sebaik-baiknya
(ahsan taqween).’
[2]
Kata ‘taqween’
yang diterjemah sebagai ‘sebaik-baiknya’ datangnya dari kata dasar ‘mostaqeem’ yang bermaksud lurus, seperti yang digunakan dalam ungkapan
‘jalan yang lurus’ yang didapati banyak kali dalam Al-Qur’an, terutamanyan dalam Surah pembukaan
Al-Qur’an dimana permintaan ‘Pimpinlah kami ke jalan yang
lurus (mostaqeem)’
[3]
. Allah mencipta Adam dalam jalan yang lurus dan meletakkan
jalan yang lurus di dalamnya. Jadi Allah mencipta manusia lurus dalam sifatnya
dengan tidak ada kecondongan kepada dosa.
Kepercayaan bahwa Allah
tidak mencipta Adam dengan kecondongan kepada dosa ditegaskan lagi dengan
Hadis yang mengatakan: ‘Allah menciptakan Adam di dalam imej-Nya sendiri’.
[4]
Oleh karena imej Allah tidak dinodai dengan dosa, Adam sesungguhnya
telah diciptakan tanpa satu kecondongan kepada dosa.
Kenyataan bahwa maut ialah
satu tindakan penghukuman, dan bahwa Allah tidak mencipta manusia untuk mati
atau menghabiskan keabadiannya di Neraka, telah diperkuatkan dengan contoh
oleh Firman Allah, Isa Al Masih. Walaupun
dia dibunuh – selepas menjalani hidup yang sempurna – maut tidak dapat menampungnya
di dalam kubur. Dan kini dia
berada dalam hadirat Allah di mana dosa tidak hadir dan maut tidak berkuasa. Oleh karena itu, Allah bukanlah pencipta dosa,
karena di mana dosa hadir, maut memerintah.
Kegentingan Dosa Adam
Walaupun Adam hanya melakukan satu dosa, dia telah diusir dari Firdaus. Dan walaupun dosa yang satunya telah
diampuni semasa dia masih berada di Firdaus, namun Allah tetap mengusirnya dari
Firdaus. Dosa ini (walaupun telah diampuni) menghalang Adam daripada terus
berada di dalam hadirat Allah. Kita
membuat kesimpulan dari sini, bahwa pengampunan saja tidak cukup untuk
mengembalikan perhubungan asal Adam dengan Allah. Dari pandangan seorang
manusia, dosa Adam bukanlah sesuatu yang berat atau genting – bukan seperti
perzinaan atau membunuh – namun jelas sekali bahwa keingkaran Adam mempunyai
akibat yang serius dan oleh karena itu tidak boleh diperkecilkan, atau
dikatakan sebagai hanya satu kelalaian seperti yang dikatakan oleh setengah
orang.
Jika keingkaran Adam
tidak berat, apa reaksi Allah yang kita jangkakan? Allah yang sentiasa adil,
membuang Adam dari Firdaus! Dosa yang kelihatan begitu tidak signifikan kepada
kita tidak dianggap kecil oleh Allah.
Apa yang telah dilakukan oleh Adam tidak boleh dibalik-buatkan oleh
Adam. Tidak ada jumlah pertobatan atau
pengakuan yang bisa menahan Adam di Firdaus Apa yang Adam lakukan adalah begitu
drastis, sehingga tidak ada satu peluangpun baginya untuk terus tinggal di
Firdaus.
Kegentingan dosa Adam
itu ditunjukkan dengan hukuman yang ia bawa.
Ianya segenting dengan perbedaan antara kehidupan dan maut, antara
Firdaus dengan dunia yang dijangkiti dosa., antara kegembiraan dalam hadirat
Allah dengan kepedihan akibat dipisahkan daripadanya.
Al-Qur’an menyatakan dengan jelas bahwa Allah sudah memberi amaran
sekeras-kerasnya supaya jangan memakan buah dari pohon terlarang itu. Jika dia memakannya dan mengingkari Allah,
dia adalah seorang yang zalim:
Kami berfirman: ‘Hai
Adam! Diamlah di Firdaus ini beserta Hawa, dan makanlah makanan-makanannya
sepuas hatimu, namun janganlah kalian mendekati pohon ini, nanti kalian
terbilang orang-orang yang zalim (Zalemeen)’.[5]
Keduanya berkata:
‘Wahai Tuhan kami, kami telah menganiayai diri kami sendiri. Bila engkau tidak mengampuni dan memberi
kami rahmat, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.’[6]
Amaran Allah adalah jelas
dan diboboti dengan akibat-akibat yang serius. Kata yang digunakan dalam Al-Qur’an
untuk ‘orang-orang zalim’ adalah satu kata yang keras, yang boleh diartikan
sebagai: ‘sesiapa yang melanggar hukum Allah, mereka adalah orang-orang yang
zalim (Zalemoun)’.
[7]
Adam telah ‘melanggar hukum Allah.’
Hukuman untuk
orang-orang zalim ialah Api, seperti yang dinyatakan oleh ayat berikut:
[Habil berkata]
‘Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosaku, bertumpang
tindih dengan dosamu sendiri. Maka kamu akan menjadi penghuni neraka dan yang
demikian itu adalah pembalasan bagi orang-orang zalim [Zalemeen]’ Maka meluaplah nafsu Qabil untuk membunuh saudaranya.
Lalu dibunuhnya. Maka jadilah ia orang yang merugi [Khasereen].[8]
Perhatikan bahwa ayat
diatas menerangkan kedua Adam (yang memakan buah dari pohon larangan) dan
Qabil (yang membunuh saudaranya) adalah orang-orang yang zalim dan merugi. Ada orang yang berpendapat bahwa memakan buah
dari pohon terlarang itu tidaklah sejahat membunuh saudara sendiri, tapi di
depan Allah ianya tidak ada perbedaan. Kedua
Adam dan Qabil telah melanggar hukum Allah. Walaupun perbuatan ingkar mereka
berbeda, dosa Adam adalah sama beratnya dengan dosa Qabil karena yang tersinggung
adalah Allah yang sama. Ayat berikut menerangkannya sebagai:
Barangsiapa yang
menjadikan Syetan menjadi pelindungnya selain Allah, maka sesungguhnya dia
menderita kerugian [Khusranan] yang
nyata.[9]
Ianya bukan berapa banyak
kerusakan yang disebabkan oleh keingkaran kita atau berapa banyak perintah
yang kita langgar, tapi disebelah manakah
kita berada itulah yang menentukan berapa genting dosa kita. Jika kita
mengikut Syetan walaupun dalam perkara yang terkecil sekali, kita berada di
pihaknya, yang sudah cukup untuk menjadikan kita musuh-musuh Allah. Seperti yang dinyatakan oleh Razi, ‘untuk
mengingkari Allah adalah menyembah Syetan.’
[10]
Jika kita adalah
musuh-musuh Allah, kita adalah orang-orang yang merugi, karena Allah ialah
pemenang itu, bukan saja karena Dia adalah agung, tetapi juga karena Dia adalah
benar. Adam menerima kata-kata dari Syetan sebagai pengganti kepda
firman-firman Allah. Itu adalah
dosa. Dan itu adalah asal kepada semua
dosa.
Apakah Dosa Adam Hanyalah
Satu Kelalaian?
Ada yang memandang keingkaran Adam adalah ringan, karena meraka katakan,
menurut Al-Qur’an 20:115 ianya
hanyalah satu kelalaian:
Dan kami membuat satu
perjanjian dengan Adam sebelumnya, tapi dia lupa, dan Kami dapati didalmnya
tidaka ada ketetapan.
Mereka memandang dosa Adam
bukan sebagai satu keingkaran yang sebenar.
Bagaimanapun, apa yang mereka tidak memahami sepenuhnya ialah kenyataan
bahwa kata ‘lupa’ itu ialah satu ungkapan Al-Qur’an
yang menyatakan secara tidak langsung akibat-akibat yang memilukan. Ini diterangkan dari ayat berikut:
Apakah yang lebih
durhaka daripada orang yang setelah diberi peringatan dengan
keterangan-keterangan Tuhannya, lalu dia tidak suka mengindahkannya, dia lupa
akan apa yang sudah dilakukannya?[11]
Dan apakah manusia
tidak memperhatikan bahwa Kami telah menciptanya dari setetes air mani, tetapi
menjadi musuh Kami seterang-terangnya. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami
sambil melupakan penciptaannya semula.[12]
Dan penghuni neraka
berseru kepada penghuni syurga, katanya:’Limpahkanlah kami sedikit air dan
makanan yang dikaruniakan Allah kepadamu.... Karena itu pada Hari Kiamat ini,
mereka Kami lupakan sebagaimana meraka dahulu pernah melupakan untuk
mengunjungi “Hari Mereka” ini,..[13]
Orang-orang munafik ...
mereka melupakan Allah karena itu Allah melupakan mereka.[14]
Namun mereka dan nenek
moyang mereka telah Engkau beri kesenangan hidup, sehingga mereka lupa memuja-Mu.
Mereka adalah orang-orang yang binasa.
[15]
Sesungguhnya
orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat siksaan yang berat,
karena melupakan Hari Perhitungan.[16]
Dan janganlah kamu berpolah
seperti orang yang melupakan Allah, yang berakibat Allah membuat mereka lupa-diri
pula dari mengerjakan kebajikan. Mereka
adalah orang-orang fasik.
[17]
Jadi, keingkaran Adam
sesungguhnya begitu genting sekali.
Dengan keingkarannya, Adam mengatakan bahwa Allah tidak memberitahunya
kebenaran tentang pohon larangan dan Syetan memberitahu kebenaran
kepadanya. Dengan keingkarannya, Adam
mengatakan Allah tidak peduli akan kebajikannya tetapi Syetan
mempedulikannya. Denag keingkarannya,
Adam mengatakan Allah tidak boleh dipercayaai, sebaliknya Syetan yang boleh
dipercayai. (Sekali kali tidak!). Jika
Allah tidak memberitahu kebenaran itu, dan tidak boleh dipercayai, maka Dia
bukanlah Tuhan. Dengan keingkarannya,
Adam mengalihkan kepercayaan dan imannya dari Allah kepada Syetan. Dan seperti yang diulas oleh Razi, ‘untuk
mengingkari Allah adalah menyembah Syetan.’[18] Pada
pokoknya, Adam menolak Allah dan sebaliknya menerima Syetan sebagai tuhannya,
sekurang-kurangnya untuk tempoh keingkarannya itu. Dan jika Allah bukan Tuhan sepanjang masa, maka Dia bukan Tuhan
langsung. Inilah besarnya keingkaran Adam.
Jadi dia bertindak melawan pokok utama iman: laa-illaha-illullah.
Adam Dijerumuskan kepada ‘Tempat yang Serendah-rendahnya’
Allah menciptakan Adam sempurna tapi karena keingkaran Adam, dia
djerumuskan kepada tempat yang serendah-rendahnya. Mengulas ayat Al-Qur’an,
“Sesungguhnya manusia itu telah kami ciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami jerumuskan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya.”[19],
ada yang mengatakan:
Dia [Allah] bersumpah
bahwa Dia menciptakan manusia pada pertama kalinya dalam pikiran, agama dan
pengetahuan yang sempurna sekali, dan kemudian menyatakan bahwa [bila] dia
menyimpang dari semua ini, Dia menegembalikannya kepada tempat yang
serendah-rendahnya.[20]
Jadi, manusia (Adam)
diciptakan dalam pikiran, agama dan pengetahuan yang sempurna – satu
kesempurnaan yang dipunyai oleh manusia bila pertama kalinya di dicipta. “Manusia”, menurut Nasafi, membawa arti
‘umat manusia’. Mengenai ungkapan
‘tempat yang serendah-rendahnya’, Baidawi dan Nasafi menyatakan bahwa ada yang
mempercayai itu merujuk kepada ‘usia tua’, sedangkan yang lainnya percaya ia
berarti bahwa manusia dicipta sebagai ‘penghuni api Neraka’.[21]
Mungkin usia tua dianggap oleh setengah orang sebagai titik paling rendah dalam
kehidupan mereka, tapi ia tak semestinya ‘tempat yang serendah-rendahnya’. Bagaimanapun, untuk menjadi seorang penghuni
Neraka, sememangnya ialah ‘tempat yang serendah-rendahnya’, seperti yang
diperkuatkan oleh ayat berikut:
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu, ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah di
neraka.[22]
Sebelum Adam, Syetan
sendiri telah menderita nasib yang sama seperti Adam bila dia disingkirkan dari
Firdaus karena mengingkari Allah. Al-Qur’an
menggunakan ungkapan yang sama untuk menerangkan pelarian Syetan sama seperti
ketika Adam mengingkari Allah:
Allah berfirman:
‘Turunlah kamu dari syurga itu. Tidak
sepatutnya kamu menyombong diri di sana, Sebab itu keluarlah! Sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang hina.’[23]
Manusia tidak diciptakan
untuk ‘keluar dan turun’ dari Firdaus, karena hanya selepas keingkarannya
terhadap Allah barulah dia diperintahkan ‘keluar dan turun’. Semenjak hari
itu dia telah diturunkan ke paras ‘yang serendah-rendahnya’ bersama Syetan.
Kata lawan (antonim) bagi
‘rendah’ dan ‘serendah-rendahnya’ ialah ‘tertinggi’ atau ‘keluhuran’. Kedua kata-kata ini didapati dari ayat-ayat
berikut, dimana ia membawa arti satu peringkat kemenangan dan kebahagiaan
di Syurga, yaitu berlawan arti dengan Api:
Allah merendahkan
kalimat orang-orang kafir dan meninggikan [‘oliah]
kalimat-kalimat-Nya.[24]
...orang-orang yang air
mukanya berseri-seri karena gembira.merasa senang melihat hasilnya. Tempatnya dalam Surga tingkat tertinggi [‘aa’eiah].[25]
Peringkat berada di ‘tempat
serendah-rendahnya’ adalah cocok dengan pernyataan Al-Qur’an dalam penyingkiran Adam dari Firdaus:
Allah berfirman:
‘Turunlah kalian dari syurga ini bersama iblis sekalian, sebagain kamu menjadi
musuh yang lain...’[26]
Ini menerangkan proses
di mana ‘tempat yang serendah-rendahnya’ dibawa. Perhatikan kata-kata ‘kalian bersama’, yang ditujukan
kepada Adam dan Hawa. Mengenai ungkapan
ini, dalam Ikhwan al-Safa ia mengatakan yang ditujukan
ialah Adam, Hawa dan keturunan-keturunan
mereka.
[27]
Pengaruh Dosa Adam Keatas
Keturunannya
Dosa Adam tidak hanya mempengaruhinya, karena pengaruhnya kepada
keturunan-keturunan Adam juga sama berat kesannya. Menurut Hadis, dosa Adam telah mempengaruhi seluruh dunia:
(Nabi Musa berselisih
dan mengambil pengecualian Adam dan berkata,”Ya Adam, engkau adalah bapa kami
namun engkau gagalkan kami) – bahwa engkau membuat kami jatuh ke dalam kekecewaan,
yakni kehilangan; dan membawa kami keluar dari Firdaus – yakni, engkaulah yang menyebabkan kami disingkir
dari tempat yang penuh kebahagian dan keabadian kepada tempat yang penuh penderitaan
dan runtuhan.”
[28]
Ketika Adam mematuhi
Syetan dan bukannya Allah, dia membuang hubungan dengan Syetan semetara
memisahkan dirinya daripada Allah. Jadi
melalui keingkaran Adam seluruh dunia dijangkiti dengan dosa dan maut.
Keingkaran Adam
terutamanya telah mempengaruh keturunan-keturunannya. Bagaimana kita ketahui semua ini? Bagaimana kita ketahui bahwa keingkaran Adam mempengaruhi semua
keturunannya?
Pertimbangkan dulu
bagaimana kita dicipta. Adakah Allah mengambil segumpal tanah dan membentuk
serta meniup kedalamnya dengan Roh-Nya untuk mencipta anda? Adakah Dia
mengambil segumpal lagi dan melakukan yang sama untuk mencipta diri saya?
Beginilah Dia mencipta Adam, tapi adakah begini caranya Dia mencipta milyaran
yang telah memenuhi planet ini?
Tidak! Allah
menciptakan satu, Adam, daripada tanah dan di
dalamnya Allah menciptakan yang lainnya. Allah sesungguhnya bisa mencipta setiap seorang daripada kita
semua dari tanah, dengan cara yang sama Dia mencipta Adam. Tapi dengan kebijaksanaan-Nya Dia tidak
memilih untuk berbuat demikian. Allah
hanya mencipta seorang saja dari tanah dan di dalamnya Dia mencipta kita semua.
Karena kita telah
dicipta ‘di dalam’ Adam, keingkaran Adam tidak hanya mempengaruhi dia seorang
saja tapi mempengaruhi kita juga.
Jika kesan daripada
keingkaran Adam hanya terbatas kepadanya saja, maka dosanya akan hanya seperti
kehilangan satu lengan dalam satu kecelakaan, di mana kesemua anak-anaknya yang
lahir berada dalam keadaan yang baik, dengan dua lengan. Dengan arti kata yang
lain, kecelakaan itu hanya mempengaruhi seorang saja. Jika sekiranya ini yang
berlaku kepada Adma, maka semua keturunannya akan dilahirkan sempurna, bagus
dan bebas dari dosa. Bagaimanapun,
adalah jelas sekali kita tidak sempurna, tidak bebas dari dosa dan bukan
semestinya orang-orang baik. Setiap
kita telah berdosa dan mengingkari Allah.
Kesemua kita telah melanggar perintah-Nya.
Jadi keingkaran Adam
itu lebih merupakan satu penyakit keturunan daripada kehilangan satu
lengan. Jika sesuatu penyakit yang
menular didapati di dalam anak-cucu serta kesekua keturunan seseorang, kita
dapat menyimpulkan bahwa penyakitnya itu adalah penyakit keturunan yang bukan
mempengaruhi dia seorang saja.
Begitulah keingkaran Adam telah mempengaruhi mkita semua. Jika dosa Adam
tidak mempengaruhi anak-anaknya maka kita tidak akan menjangka bayi-bayi yang
tak berdosa itu meninggal seperti Adam.
Tapi sesungguhnya begitulah halnya.
Di satu pihak yang lain
jika seseorang itu akan dilahirkan bebas dari semua dosa dan akan menjalani
satu hidup yang sempurna, maka kita akan menjangkakan bahwa dia tidak akan mati
dan ‘kembali kepada tanah’ tapi sebaliknya menikmati hadirat Allah seperti yang
Adam alami sebelum kejatuhannya. Isa,
Firman Allah itulah orangnya. Sifat
kemanusiaannya bukan satu hasil daripada perantaraan Adam, karena dia lahirkan
oleh seorang perawan dan oleh karena itu dia tidak mewarisi sifat-sifat
Adam. Ini sekali lagi membuktikan semua
keturunan Adam dipemngaruhi oleh dosanya, karena oleh sebab Isa tidak datang
melalui perantaraan Adam, dia tidak mewarisi apa-apapun sifat
ketidak-sempurnaan Adam. Tetapi semua
yang datang melaui Adam ada mewarisi sifat-siafat kejatuhan Adam.
Mana Jalan Keluar?
Maka umat manusia
berada dalam satu kedudukan yang genting. Adam dicipta dalam imej Allah, dan
semua yang Allah ciptakan adalah bagus.
Tetapi semenjak kemasukan dosa, manusia telah menukarkan imej Allah
kepada yang kepunyaan Syetan – pendusta, pembunuh, dan perusak ciptaan-ciptaan
Allah. Untuk inilah, manusia
ditakdirkan untuk bersama dengan para iblis di tempat ‘ yang serendah-rendahnya’
– yaitu di dalam Neraka.
Daya-usaha
Adam Tidak Mencukupi
Sejurus selepas Adam mengingkari Allah dia mendapati dirinya dalam
keadaan telanjang. Segera dia coba
menutupi dirinya dengan daun kayu. Tapi ini tidak menyelesaikan apa-apa karena
keterlanjangannya hanyalah satu manifestasi luaran msalahnya – seperti kesakitan yang mengiringi satu
penyakit berat. Adam telah jatuh dari
mata Allah. Ketika dia masih berada
dalam kebebenaran, dia diterima walaupun bogel; tapi bila dia ingkar, dia
ditolak walaupun ditutupi.
Adam dan Hawa telanjang
sebelum mereka mengingkari Allah, tapi tidak menyadari keterlanjangan
mereka. Sama seperti seorang yang tidak
malu dengan tubuhnya yang bogel bila bersendirian, begiyu jua dengan Adam dan
Hawa yang tidak malu dengan kebogelan mereka di depan Allah. Begitulah kuatnya
perhubungan yang Adam nikmati bersama Allah.
Jubahnya dalah kebenaran.
Tapi selepas
mengingkari Allah, Adam dan istrinya diputuskan dari Allah. Bila dia mendapati dirinya telanjang, Adam
merasa malu terhadap Yang memghiasi setiap bagian dirinya. Dan Allah Pencipta
bagi Adam menjadi seperti seorang asing.
Kini daripada Allah
sebagai Raja dan Pusat kehidupan mereka, diri yang bertakhta. Daripada sadar
akan Allah, Adam menjadi sadar akan dirinya.
Dan rasa malu menyusul. Walaupun
pada tingkat yang terbaik, diri dalam hadirat Allah hanya bisa menghasilkan
malu. Bila Adam mengingkari, rasa
keterlanjangan itu adalah serta-merta, dan ia tinggal kekal bersamanya sebagai
satu peringatan yang berterusan bahwa dia telah jatuh dari mata Allah. Ianya masih menjadi peringatan berterusan
bagi kita semua. Rasa keterlanjangan
itu ialah satu penghukuman.
Ketidak-hadiran rasa
malu yang asal adalah karena tindakan ciptaan Allah yang ulung. Maka untuk Adam mengembalikan kemurnian
pertamanya, tidak kurang daripada satu lagi tindakan penciptaan
diperlukan. Tapi ianya adalah jelas
bahwa Adam tidak dapat mencapai semua ini dengan pekerjaan tangannya sendiri,
karena dia telah dihalau dari Firdaus walaupun
dengan pekerjaan tangannya sendiri untuk menutupinya. Ketetapan hatinya untuk menghilangkan rasa
malu dengan menjahit beberapa helai dedaun langsung tidak berguna.
Jika dedaun Firdaus
sendiri tidak dapat menutup keterlanjangannya agar dia diterima oleh Allah,
tidak ada jumlah kerja-kerja yang baik yang dapat melakukan ini. Mengapakah apa saja kerja-kerja yang baik
diiringi dengan dedaun Firdaus tidak bisa lakukannya? Dan jika dedaun Firdaus
tidak dapat menutupinya dan menahannya daripada dihalau keluar dari Firdaus, apa agaknya yang akan menutupi anda
dan saya? Bagaimana kita bisa ditutupi
didepan Allah yang Maha Kuasa?
Sama seperti Adam yang
pertama, umat manusia masih lagi bersembunyi daripada Allah. Di mata
Allah, tidak ada apa-apa yang kita bisa
lakukan untuk menutup diri kita agar diterima oleh Allah. Walaupun dengan
kerja-kerja baik yang tertinggi serta berterusan tidak cukup untuk menutupi
kita.
Pengampunan
Saja Tidak Cukup
Adakah Allah mengampuni Adam setelah dia disingkirkan dari Firdaus, atau
ketika dia masih berada di Taman Eden? Adam masih lagi berada di Firdaus ketika
dia diampuni, meskipun begitu dia
terpaksa juga disingkir daripada Hadirat Allah. Pengampuan saja tidak cukup untuk mengembalikan perhubungan yang
asal Adam dengan Allah sebelum keingkarannya.
Apa yang kita pelajari dari sini ialah ianya mengambil lebih daripada
pengampunan untuk seseorang agar dia bisa kembali ke hadirat Allah.
Ada orang yang
mengatakan bahwa Adam sebenarnya kembali ke Firdaus selepas kematiannya karena dia bertobat dan pengampunan Allah saja
sudah mencukupi untuk dia dikembalikan ke dalam hadirat Allah. Bagaimanapun, jika pertobatan dan
pengampunan saja sudah mencukupi untuk memulihkan perhubungan sempurna dengan
Allah, mengapa tidak Allah mengembalikan Adam ke Firdaus sebaik saja dia bertobat? Ini menunjukkan bahwa lebih daripada
pengampunan yang diperlukan sebelum kita bisa dipulihkan kepada hadirat Allah.
Selepas keingkaran
Adam, kita perhatikan empat fakta-fakta yang tidak dapat diperdebatkan:
1. Adam dan keturunannya mati dan kembali
kepada tanah.
2. Keturunan Adam, sama seperti bapa mereka,
mengingkari Allah.
3. Daya usaha Adam dan dedaun Firdaus tidak
dapat menutupi Adam hingga ke tahap yang dapat diterima semula oleh Allah.
4. Walaupun Adam diampuni, dia tetap disingkirkan
dari Firdaus Allah dan tidak dibenarkan masuk kembali.
Keempat-empat perkara
mengenai kehidupan manusia ini mengikut keingkaran Adam menunjuk kepada satu
kesimpulan yang menggelisahkan: Kita tahu Allah mengampuni Adam, namu dia
tetap disingkir dari Firdaus. Ini
bermakna pengampunan tidak mencukupi untuk memulihkan dia kepada
Firdaus dan Kehidupan Kekal. Dia telah
diasingkan dari Firdaus Allah. Dan
apa yang benar bagi Adam adalah juga benar bagi setiap orang yang mengingkari
Allah. Ini termasuklah kita semua, keturunan Adam
itu.
Dalam bab yang berikutnya
kita akan melihat bagaimana Allah mendapat kemenangan keatas tantangan Syetan.
PENCIPTAAN SEMULA MANUSIA
Kita telah lihat di atas bahwa bukan usaha Adam, atau pertobatannya, atau
pengampunan Allah cukup untuk mengembalikan Adam kepada Firdaus.
Ada sesuatu yang lain diperlukan. ‘Sesuatu’ itu didapati dalam Adam
Baru, Isa, Firman Allah itu. Walaupun dia memulakan misinya di mana Adam tamat
dengan tragis sekali (yaitu di atas bumi), dia tamat lebih tinggi daripada
di mana Adam bermula, mengakukan Allah bahkan di dalam Neraka. Maka dari itu,
sebaik saja Isa Firman Allah menghabiskan misinya dia diangkat secara fisik
untuk berada di sisi Allah. Melalui ini, Allah mengumumkan bahwa dalam dia ialah satu-satunya jalan untuk
kembali ke Hadirat Allah.
Allah tidak berhenti
dengan yang kedua terbaik. Allah tidak
menerima satu kesetiaan yang berbagi dari umat manusia. Allah tidak meninggalkan rencana asal
kesempurnaan-Nya ketika Dia mencipta Adam.
Umat manusia harus berserah sama sekali kepada-Nya. Allah tidak akan menerima pelacuran
spirituil dari ciptaan-Nya, walaupun untuk semenit. Allah sajalah yang mesti menjadi obyek penyembahan. Allah tidak akan puas dengan satu makhluk
ciptaan-Nya yang mengikuti-Nya kekadang, dan pada yang lainnya menuruti Syetan.
Allah tidak akan
memberi laluan kepada tantangan Syetan bila si Iblis coba memperkecilkan-Nya
dengan menjerat manusia untuk mengingkari-Nya.
Jika Allah telah
memusnahkan Adam dan bermula sekali lagi dengan mencipta seorang manusia lain
dengan tanah, ini akan merupakan
seolah-olah satu kebenaran kekalahan – dan Syetan akan hanya perlu melakukan
perkara yang sama untuk sekali lagi merusak pekerjaan Allah.
Oleh karena itu, Allah
tidak memusnahkan Manusia pertama itu; Dia menyediakan satu Manusia baru dan di
dalamnya Allah menyelamatkan umat manusia dari kesulitan dan bahaya.
Rencana Penyelamatan
Allah mencipta umat manusia melalui satu manusia, Adam. Seperti yang telah kita bincang di Bab Pertama
diatas Allah tidak mengambil tanah dan membentuk serta menghembus nafas-Nya
dengan Roh-Nya untuk mencipta anda dan saya, dan mengulangi proses itu untuk
mencipta seluruh umat manusia di dunia. Allah
janya melakukan sekali yaitu bila Dia mencipta Adam.
Jadi Allah mencipta
satu manusia, Adam, daripada tanah, dan di dalammya Allah mencipta yang
lain. Allah bisa saja mencipta setiap
kita dari tanah, dengan cara yang sama Dia mencipta Adam. Tapi dalam kebijaksanaan-Nya Dia memilih
untuk tidak berbuat demikian. Allah
mencipta satu manusia dari tanah dan di dalamnya Dia mencipta kita semua.
Kita juga tahau bahwa
Adam mengingkari Allah, dan disingkirkan dari Firdaus dan kemudian mati, dan di
dalamnya seluruh umat dianggap sebagai orang-orang berdosa, juga
disingkir dari Firdaus dan sepertinya, semuanya mati.
Untuk Allah menuntut
semula dan menyelamatkan umat manusia, Dia memperkenalkan seorang Adam baru,
dan di dalamnya Dia mencipta semula manusia.. Sama seperti Dia mencipta manusia
dalam satu orang, Adam; Dia juga mencipta semula manusia dalan satu orang, Isa,
Firman-Nya.
Melalui Adam Kedua
inilah Allah mencapai penciptaan semula yang diperlukan untuk umat manusia
dipulih-kembalikan kepada imej Allah yang dulunya dimiliki oleh mereka, agar
mereka bisa berdiri di depan Hadirat-Nya sekali lagi. Tapi Adam Baru ini
mestilah sempurna dalam segalanya. Jika
tidak, keturunannya akan tetap sama mempunyai dosa dan diasingkan dari Hadirat
Allah sama seperti keturunan Adam yang pertama.
Adam yang lama ialah tanah
sebelumnya dengan satu nafas Allah ditambah kepadanya kemudian. Adam yang baru ialah satu Roh dari Allah.
Firman Allah ialah satu Roh sebelumnya dengan daging manusia ditambah
kemudian.
Isa, seperti yang telah
kita lihat, adalah Manusia Sempurna. Sebagai
Kalimatullah (Firman Allah) yang Kekal yang dilahirkan oleh seorang
perawan dia telah menjalani hidupnya di dunia ini dengan penyerahan kepada
Allah yang mutlak. Jika dia telah gagal dalam satu perkara, rencana penciptaan
semula Allah akan tergendala. Tapi
Alhamdulillah, dia tidak gagal! Dia
seorang saja yang telah menyenangkan Allah selalu.
Bagaimanapun, kesempurnaannya
harus diuji hingga ke tetesan terakhir. Mungkin di bawah penekanan satu kecacatan bisa
ditemui. Banyak orang yang bermula
dengan baik tapi bila penekanan dikenakan, serabut sebenar mereka akan diketahui
dengan cepat. Kekuatan satu besi keluli
bukan diukur dengan kilogram yang pertama dikenakan keatasnya, tetapi yang
terakhir. Bukan jam yang pertama dalam
sehari yang menentukan penerimaan oleh Allah tetapi yang terakhir.
Jadi Isa terpaksa diuji hingga ke hembusan nafas yang terakhir, denyutan
jantungnya yang terakhir. Maka Isa melalui setiap pencobaan hinggalah
dan termasuk ujian terakhir: kematian di atas kayu salib dan perpisahan dengan
Allah. Ujian asid bagi mana-mana manusia diuji dalam bagian hidupnya yang
paling disayanginya. Di atas kayu
salib Isa diuji bagian yang paling disayangi olehnya, yaitu perhubungan istimewanya
dengan Allah.
Seperti yang telah kita
rela mengakui, ujian terakhir yang terpaksa dilalui oleh Nabi Ayub bukanlah kehilangan harta-benda atau
anak-anaknya, tetapi badannya sendiri:
Akhirnya Syetan kembali
dan berkata, “Kepada Ayub kehilangan harta dan anak-anaknya itu perkara yang
kecil, tapi kalau Engkau memberi aku kuasa keatas tubuhnya, aku bisa menjamin
bahwa jika dia sendiri menderita dalam tubuhnya dia akan mengutuk Engkau,” Maka
Allah mengabulkan permintaannya, Syetan merundung tubuh Ayub. Isi badannya dan kulit Ayub mula jatuh, dan
walaupun dia mengeluh kepada Allah namun dia tetap tidak menyeranah Allah.[29]
Ujian terakhir Ayub bukanlah
harta kepunyaannya, ataupun anak-anaknya, tetapi sesuatu yang dekat kepada
jiwanya – yang akan mempengaruhinya secara terus. Ujian asid kesetiaannya kepada Allah ialah sesuatu yang
bena-benar pribadi. Sesungguhnya,
kerusakan yang menyentuh kita secara peribadi itulah yang akan menyatakan sifat
dalaman kita.
Dan kini Syetan datang
untuk merundung setiap orang di dalam bagian yang paling terutama untuk
mencapai tujuannya. Syetan menyerang di
bagian yang mendatangkan kerusakan paling besar. Dia datang untuk merampas dari orang itu apa-apa saja yang
mewakili batu dasar, atau aspek yang paling penting dalam pribadi seseorang.
Bila Syetan datang
untuk merundung Isa, bagian manakah yang akan diserangnya? Bagian manakah yang
mewakili aspek yang paling penting dalam pribadi Isa? Bagian mana, yang bila
diserang, akan memberi kerusakan yang terbesar? Kepada Ayub bagian itu ialah tubuhnya sendiri, tapi kepada Isa
ianya ialah kesatuannya dengan Allah.
Karena inilah yang membedakan Isa dari orang lain. Kesatuan itu adalah kebahagiaannya,
kekayaannya, dan harta-miliknya. Ia
adalah kekuatan bagi kodratnya. Ke atas
bagian inilah kalau serangan ditumpukan – akan menjadi ujian terakhir
baginya. Mereka yang datang dari tanah
diuji keatas tubuh mereka, tapi dia yang datang dari Allah akan diuji
kesatuannya dengan Allah.
Untuk menyerang
kesatuan Isa dengan Allah ialah untuk menyentuh dirinya sendiri, sama seperti
Ayub diserang ke atas tubuhnya. Ini
merupakan serang yang paling pribadi, langsung dan paling merusakkan bagi Isa.
Peninggalan oleh Allah
yang dialami oleh Isa merupakan bentuk penderitaan terakhir. Ini menjelaskan pergumulan di Taman
Gethsemane. Ianya bukan karena
ketakutan akan maut tapi karena ianya merupakan satu pergumulan oleh seseorang
yang menikmati kesatuan dengan Allah secara kekal, namun akan tiba saatnya
untuk dia mengalami peninggalan oleh Allah.
Isa ketika di atas kayu
salib mengalami bahang panas gurun spirituil, ketidak-hadiran yang Ilahi, yakni
neraka. Inilah cangkir yang terpahit sekali.
Namun disinilah kita mendengar
kata-kata “Ya Allah, ya Tuhanku’. Isa walaupun ditinggalkan oleh Allah, dan
dirundung penderitaan terakhir, mengambil pengakuan Allah Tuhannya, kepada
ketandusan spirituil ini, yaitu neraka. Bila
Adam menyerahkan kehendaknya kepada musuh Allah, dia menyatakan secara tidak
langsung bahwa Syetan adalah benar dan Allah adalan salah (Sekali-kali tidak!),
dan secara tidak langsung dia menyangkal bahwa Allah itu Tuhan – sekurang-kurannya
untuk tempoh ketidak-taatannya. Tapi kalau Allah bukan Tuhan untuk sepanjang masa, Dia tidak boleh
menjadi Tuhan langsung. Jadi semasa Adam menyangkal Allah di Firdaus, Isa
mengangkat kendatipun ditinggalkan oleh Allah.
Pengakuan akan Allah kendatipun dalam Neraka, sehinggalah ke hembusan
nafasnya yang terakhir di atas kayu salib, ialah kemenangan dan segel kesempurnaan
yang terakhir. Di sanalah melalui ujian tajam itu Adam baru dijadikan sempurna.
Di sanalah dan di dalam
Isa, sebagai Adam baru, Allah menyempurnakan ciptaan baru-Nya, dan Allah
dimuliakan sebagai Tuhan untuk selama-lamanya.
Di sanalah Isa menyapu
bersih semua catatan lama. Jadi Isa adalah sempurna bermula dari kelahirannya
sampailah kepada kewafatannya. Dan melalui kesempurnaannya itulah Allah
mencapai satu pembalikan apa yang
Adam telah lakukan. Dalam cara inilah
perbuatan atau tindakan penciptaan semula itu dicapai.
Adam yang pertama mengingkari Allah; Adam kedua, Isa,
Firman Allah menaati Allah hingga kepada hembusan terakhirnya.
Adam yang pertama kembali kepada tanah; Adam kedua,
Isa, Firman Allah tidak ada kecacatan tapi bangkit dari mati di alam tubuh dan
roh, dan tidak akan mati lagi.
Adam yang pertama diusir dari Firdaus; Adam kedua,
Isa, Firman Allah, kembali kepada Allah untuk berada di sisi-Nya.
Apa saja yang berlaku kepada Adam yang pertama,
terjadi kepada keturunannya; Begitu juga apa saja yang berlaku kepada Adam
kedua, akan berlaku kepada keturunannya.
Keturunan Adam yang pertama berkongsi sifatnya, akan
juga berkongsi dosa dan akibatnya; Begitu juga dengan keturunan Adam kedua
berkongsi kebenaran dan akibatnya: yaitu ciptaan baru Allah.
Kecakapan-kecakapan Adam
Ada yang mungkin bertanya apa yang melayakkan Isa sebagai Adam yang
baru, atau apa syarat yang dia penuhi untuk berdiri sebagai Adam? Dan sebagai jawabnya, kita mungkin bertanya
“Apa yang membuat Adam, Adam”?
Apa yang membuat Adam,
Adam ialah dia adalah yang pertama dari jenisnya. Begitu juga Isa sebagai manusia ialah yang
pertama dari jenisnya. Baidawi
mengulas tentang Isa:
Ia seperti Adam tanpa
ayah, jadi ia seperti suatu keanehan yang secara tanpa diketahui awal dalam
penciptaannya secara asli (Al-bid’iyat)
yang merupakan kepatuhan dunia terhadap Tuhan atau urusan Tuhan, atau saja ia
seperti Kitab Allah.[30]
Pemilihan Isa dalam
perbandingan dengan Adam diperkuatkan lagi oleh Ibn ‘Arabi yang menbandingkan
Adam dan Isa dalam penyataan berikut:[31]
Segel kesalehan adalah
Isa dalam pengertian yang mutlak.
Dialah orang suci kenabian yang mutlak di masa kini bagi bangsa ini... Dia akan datang di akhir
zaman sebagai waris kepada segel itu, tidak ada orang saleh dan suci
selepasnya...Dia adalah Isa. Dia datang
dari kalangan kita dan dia adalah tuan kita!
Jadi yang pertama
sekali dalam perkara itu ialah seorang nabi, dia adalah Adam, dan yang terakhir
juga seorang nabi, dia adalah Isa.[32]
Menurut Ibn ‘Araby,
yang pertama mengenai perkara itu ialah Adam, yang menggagalkan kita, tapi
penghujung bagi perkara itu ialah Isayang membawa perkara itu kepada satu
penakhiran yang penuh kemuliaan. Dia adalah Adam baru yang tidak pernah
mengecewakan Allah atau manusia.
Yang lebih penting lagi
ialah Isa adalah Adam baru itu karena pertama sekali, dia adalah manusia
pertama yang lulus ujian asid kesempurnaan dan menyerahkan sepenuhnya
kepada kehendak Allah. Ini adalah
tujuan dan matlamat utama Adam, (penghasilan keturunan adalah yang sekunder,
sesiapa saja di antara kita bisa melakukan kerja yang sama). Seorang penulis moden menyatakan:
Oleh itu Isa bebas dari
noda-noda kejahatan dan kotoran ... Kesucian ini, yang Adam ada sehingga dia
disentuh oleh jari Syetan dan menyebabkan ia kehilangannya, sekarang hanya
tinggal ada pada Isa saja.[33]
Jadi, tidak seperti
Adam, yang telah dikalahkan oleh Syetan, Isa mengekalkan kesuciannya sepanjang
hidupnya, dan dengan itu mengalahkan Syetan dengan kesetiaan sempurnanya kepada
Allah.
Kedua, Isa adalah Adam
yang baru itu karena dia adalah manusia pertama yang bangkit dari
mati, dan tidak akan mati untuk selama-lamanya.
Ketiga, Isa adalah Adam
yang baru itu karena dia adalah manusia pertama yang pergi bersama
Allah dalam bentuk manusiannya.
Keempat, Isa adalah Adam
yang baru itu karena dia adalah manusia pertama yang melaluinya karunia
kehidupan kekal diperantarakan. Karena,
jika melalui Adam yang pertama karunia kehidupan diperantarakan, begitu juga
melalui Adam yang baru yaitu Isa, karunia kehidupan kekal diperantarakan..
Menurut Ibn ‘Araby,
akhli sufi yang agung itu:
Isa dibedakan oleh
Allah dengan sebagai suatu roh,
ditambah dengan sifat-sifat istimewa yang bisa meniupkan kehidupan kepada apa
yang ia ciptakan dari tanah liat. Kuasa
untuk memberi kehidupan melalui hembusan tidak diberi kepada rasul yang lain
oleh Allah kecuali Isa, selain dari diri Allah Yang Maha Tinggi sendiri.[34]
Dia membangkitkan
manusia dari mati, sebagai satu bukti bahwa dia mempunyai kuasa untuk
membangkitkan semua yang percaya kepadanya dan memberi mereka kehidupan
kekal. Ibn ‘Arabi nebgatakan tentang
Isa bahwa “Dia dicirikan dengan kesetiaan, karena dalam tangannya adalah
kunci-kunci nafas manusia.”[35]
Kita juga telah melihat
bahwa ‘Roh biasa membangkitkan tubuh yang mati dan hati yang mati kepada kehidupan’
dan dengan demikian ‘dia dipanggil sebagai Roh’
[36]
, bahwa dengan kata-katanya ‘agama hidup, jiwa manusia hidup
secara kekal, dan membersihkan [manusia] dari dosa-dosa’
[37]
. Razi sendiri bersetuju bahwa Isa dipanggil
sebagai Roh Allah ‘karena melaluinya Allah membawa manusia kepada kehidupan
dan keluar dari penipuan, sama seperti manusia hidup oleh karena roh itu’
[38]
Kesimpulannya,
kehidupan yang Isa berikan ialah satu kehidupan yang penuh.
Razi memberitahu kita
bahwa bila Isa memanggil murid-muridnya, dia berkata kepada mereka:
Sekarang kalian
menangkap ikan, tapi jika kalian mengikut Aku kalian akan menangkap manusia
untuk Kehidupan Kekal.’ Lalu mereka
meminta satu mukjizat darinya. Simion
telah coba menangkap ikan semalaman tapi tidak dapat seekorpun. Isa menyuruhnya menabur jalanya sekali lagi,
dan sekarang mereka dapat menangkap begitu banyak ikan sehingga jala mereka
hampir koyak. Lalu mereka meminta
bantuan dari sebuah perahu yang berdekatan, dan kedua perahu itu sarat dengan
ikan. Lalu merekapun percaya akan dia.[39]
Jadi Isa adalah Adam yang
baru itu karena keseluruhan hidup, samada fisikal ataupun spirituil, diperantarakan
melaluinya.
Jika dalam Adam yang
pertama umat manusia jatuh dan disingkirkan, di dalam Adam yang kedua, umat
manusia dituntut semula oleh Allah.
Setiap manusia yang
datang atau akan datang harus hidup dan menghormati Allah seperti yang
dilakukan oleh Isa. Ini adalah tujuan Allah dalam mencipta setiap manusia.
Allah menuntut kesempurnaan yang sedemikian rupa. Bahkan manusia sendiri
menuntut kesempurnaan seperti itu. Pria
mana yang akan gembira jika istrinya hanya taat kepadanya selama tiga puluh
tahun tetapi hanya sekali berlaku curang? Untuk menaati orang lain selain Allah
adalah satu penzinaan spirituil. Untuk
alasan itulah hanya ciptaan baru yang bisa memenuhi kehendak Allah itu. Setiap pria dan wanita mestilah dicipta
semula agar layak berada dalam hadirat Allah.
Inilah tujuan Allah
untuk semua umat manusia, agar semuanya akan seperti Isa, bukan seperti
Adam. Inilah ciptaan baru itu.
Bagaimana Manusia Bisa
Dicipta Semula?
Tapi bagaimanakah seseorang bisa menjadi seperti Isa? Bagaimana seseorang bisa diciptakan semula?
Dia yang lahir dari daging
adalah daging dan dia yang lahir dari Roh adalah roh. Keturunan Adam adalah
persis sepertinya: berdosa. Keturunan Manusia Sempurna, Isa Al-Masih, adalah
sepertinya: sempurna (ini tidak bermaksud bahwa pengikut-pengikut Firman Allah,
Isa , adalah sempurna di sini di bumi). Terdapat
satu kelahiran fisikal dan ada satu kelahiran spirituil (yaitu ketika seseorang
itu mengalami kelahiran spirituil, dia mengalami konflik dengan sifat kenafsuannya).
Adam yang pertama perlukan satu Hawa, yang kedua tidak perlukan Hawa
karena keturunannya adalah spirituil.
Allah bisa saja
mencipta Adam dengan hanya berniat.
Tapi Allah memulakannya dengan tanah.
Di sini Dia menentukan satu pola Ilahi, satu pola yang juga bisa dilihat
dari penciptaan kedua.
Kita melihat dua
aktiviti Allah yang jelas di dalam penciptaan Adam: pertama Dia membentuk tanah
itu, kedua Dia meniupkan nafas kehidupan kedalam tanah yang dibentuk tadi. Kedua aktiviti-aktiviti yang jelas diulangi
dalam ciptaan baru.
Sama seperti Allah bermula
dengan tanah di dalam penciptaan pertama, begitu juga Dia bermula dengan komponen
tanah dalam ciptaan baru – Adam dan keturunannya hidup di dalam tubuh mereka
yang bisa mati, karena mereka adalah tanah dari ciptaan baru. Dan sama seperti Allah mehembuskan nafas kehidupan
kedalam tanah, Dia menyempurnakan ciptaan baru dengan menghembus Roh-Nya Isa
kedalam komponen tanah itu (yaitu ke dalam tubuh kita yang bisa mati).
Allah membentuk komponen fisikal dalam langkah yang pertama, dan di
dalam langkah yang kedua Dia memberikan komponen Ilahi. Dalam penciptaan pertama
inya adalah pembentukan dari tanah diikuti oleh nafas Allah.
Di dalam ciptaan baru, keturunan Adam mewakili tanah sementara Isa
ialah Roh Allah.
Umat manusia tidak mempunyai
pilihan dalam penciptaan pertama. Allah
mencipta manusai di dalam imej-Nya sendiri, satu makhluk yang ‘sanggup’, bukan
satu mesin ataupun robot. ‘Kehendak’
ini dirusakkan dan bukannya dimusnahkan bila Adam berdosa. Kita masih lagi
berupaya membuat pilihan.
Di sini terletaknya
pilihan umat manusia yang terbesar: Untuk menerima atau menolak nafas Allah,
yaitu Roh dan Firman Allah. Mereka yang memilih Isa Al masih adalah yang
dicipta semula untuk kehidupan abadi.
Transaksi Kehidupan
Walaupun suatu masa dulu hanya seorang manusia, Adam, saja yang wujud,
namun seluruh umat manusia diwakili olehnya. Begitu juga dengan Adam yang baru
– ciptaan baru itu sudahpun wujud di dalamnya.
Begitu juga bila hukuman
maut dijatuhkan kepada Adam, kita semua juga mati (walaupun kita belum lagi
dilahirkan ke dalam dunia dan menjalani kehidupan). Maka di dalam kebangkitan
Adam baru, Isa Al Masih – kita yang percaya akan dia dibangkitkan bersama-sama
dengannya pada hari dia dibangkitan dari mati.
Untuk menerangkan perkara
ini dengan lebih lanjut, mari kita pertimbangkan keadaan-keadaan hipotesis ini:
Jika pembaca boleh coba
bayangkan bahwa dia berada di luar Adam di saat Adam dicoba oleh Syetan, dan
ditanya, ‘percayakah anda di saat Adam memakan buah dari pohon larangan itu,
dia akan mula mati?’, pembaca mungkin mempunyai kesangsian masakan begitu
sekali hasilnya. Dan jika pembaca
ditanya apakah dia percaya bahwa di saat Adam makan buah itu, dia akan
mesegelkan takdir semua keturunannya, dan mereka juga akan mati seperti Adam?,
pembaca akan mendapati yang ini lebih sukar untuk dipercayai. Tapi ini adalah kenyataan hidup yang tidak
bisa dipertikaikan lagi.
Jika sekiranya pembaca
bisa bayangkan dia berada di sisi kayu salib Isa, dan ditanya, ‘Apakah anda
percaya bahwa di saat Isa menghembus nafasnya yang terakhir, dalam ketaatannya
kepada Allah, dia akan bangkit semula dari mati?’, pembaca pasti mendapati ini
susah untuk dipercayai. Tapi
kebangkitan ini adalah satu kenyataan.
Jika pembaca juga ditanya apakah dia percaya di saat Isa menghembuskan
nafasnya yang terakhir dalam ketaatannya kepada Allah, dia akan menyegelkan
nasib semua keturunannya, dan mereka juga akan dibangkitkan bersama nya?,
pembaca pasti mendapati ini begitu sukar dipercayai. Tapi satu hari nanti ini
akan menjadi satu kenyataan yang tidak dapat dipertikaikan.
Maka sama seprti di
dalam Adam kita mati, bahkan sebelum kita dilahirkan, begitu juga dalam
kebangkita Al Masih kita akan dibangkitkan bersamanya, walaupun sebelum kita
mati. Dan sama seperti kematian Adam yang pertama ialah sesuatu yang pasti,
tidak kira bagaimana manusia coba melambatkannya, beggitu juga dengan kehidupan
dalam Adam kedua yang akan menjadi bagian kepada mereka yang percaya, walaupun
jika tubuh mereka dibakar.
Kita dikutuk bersama Adam
pertama walaupun sebelum kita melakukan satu perbuatan pribadi yang jahat,
dan kita hidup di luar Hadirat Allah. Dalam cara yang sama, kita akan dibawa
ke dalam Hadirat Allah dengan Adam kedua, walaupun sebelum kita melakukan
suatu perbuatan yang baik. Perbuatan
yang satu-satunya kita dapat lakukan ialah menyerahkan hidup kita kepada Isa
Al Masih, Firman Allah itu dan meletakkan iman kita kepadanya.
Maka sama seperti
kejahatan Adam pertama dikreditkan
kepada keturunannya tanpa penglibatan mereka secara pribadi, begitu juga dengan
kebenaran Adam kedua yang dikreditkan
kepada keturunannya tanpa pencapaian spirituil atau kesalehan pribadi
mereka. Sebagai akibatnya tidak ada
ruang untuk manusia bercakap besar.
Yang kaya tidak boleh bermegah bahwa pemberiaannya telah menyebabkan dia
mendapat Kehidupan Kekal lebih daripada yang miskin, yang tidak dapat memberi,
tetapi bisa bermegah.
Bantahan
Jika mereka yang percaya akan Isa Firman Allah itu, dibangkitkan di dalamnya karena dia sendiri bangkit dari mati,
mengapa mereka juga mati seperti umat manusia yang lain? Mengapa mereka tidak pergi ke Firdaus
sebagai ganti kematian?
Jika kita lihat Adam
pertama kita bisa melihat pola yang sama berulang, dan satu soalan yang sama
bisa ditanya. Ianya juga bisa ditanga:
Jika mereka yang ada di dalam Adam berkongsi nasibnya, mengapa mereka tidak
mati sejurus selepas dilahirkan, dan mengambil kesamaan penuhnya?
Kita lihat bahwa mereka
yang berada di dalam Adam, masih
tetap hidup karena perbuatan penciptaan
yang lepas, walaupun Adam telah mati tetapi akhirnya mereka akan menyusul
dia. Begitu jua mereka yang di dalam Isa akan mati, karena ketetapan kematian yang lepas,
walaupun Isa sendiri hidup, tetapi akhirnya mereka akan menyusul dia.
Siapa Yang Bisa Menjadi
Perantara?
Bagaimana kebenaran Adam kedua dikreditkan kepada keturunannya, yang
tidak mempunyai apa-apa pencapaian spirituil atau kesalehan pribadi? Apakah
mungkin bagi seorang manusia, (bahkan Manusia Sempurna itu) mengetengah
mewakili yang lain?
Ada dua ayat dalam Al-Qur’an yang bila sekali pandang seolah-olah
meniadakan segala kemungkinan ini:
...Sekarang cukuplah
kamu bertanggungjawab atas nasib dirimu sendiri. Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk Allah, maka ia
telah berbuat untuk dirinya sendiri... Seseorang tidak berwenang menanggung
dosa yang lain.[40]
Seorang penanggung dosa
tidak dapat menanggung dosa orang lain.
Kalau ada seseorang yang berat dosanya minta tolong kepada orang lain
agar supaya suka memikul dosanya, niscaya tidak akan dipikulkan kepadanya
meskipun kerabatnya sendiri.[41]
Ayat-ayat ini sesungguhnya
menolak bahwa beban dosa seseorang bisa ditanggung atau dipikul oleh orang
lain yang sudahpun sarat dengan dosanya sendiri. Tapai ayat-ayat ini tidak mengatakan seorang
yang tidak berdosa tidak bisa menanggung
dan memikul beban orang lain, hanya tidak ada ‘jiwa yang sarat’ bisa menanggung
dosa seorang lagi ‘berjiwa sarat’. Dalam arti kata lain, tidak ada orang yang
berdosa boleh menanggung dosa seorang berdosa yang lain. Sebab itulah kebolehan
untuk mengenegah atau menjadi perantaraan hanya disediakan bagi orang yang
tak berdosa – yang tidak ada bebannya sendiri yang harus dia pikul.
Qartaby menggunkan illustrasi di bawah dalam komentarinya keatas ayat Al-Qur’an 35:18 (memetik Faidel Ibn ‘aiad):
Wanita itu akan bertemu
dengan anak laki-lakinya dan berkata,: “Ya anakku: bukankah rahimku itu adalah
bejana bagimu? Bukankah buah dadaku
tempat engkau minum? Bukankah pangkuanku tempatmu beristirahat?”
Anaknya akan menjawab,
“Benar, ibu.”
Dan dia akan berkata
lagi, “Ya anakku, dosa-dosaku adalah begitu berat diatas bahuku. Pikullah untukku hanya satu daripada
mereka.”
Anaknya akan menjawab,
“Tinggalkan aku sendiri, ibu, karena aku terlalu sibuk dengan dosa-dosaku
sendiri dan tidak mempunyai masa untukmu.”[42]
Petikan Hadis di atas
menggambarkan kesulitan manusia. Maka
kelayakan seorang perantara ialah dia haruslah bebas dari semua dosa. Tapi apa yang terjadi jika kita bisa mencari
seseorang yang bebas dari dosa dan dia sanggup menanggung dosa orang lain? Orang seperti ini akan dengan serta-merta menjadi
seorang ‘jiwa termuat’ karena dia menaggung dosa orang lain. Tidak ada manusia biasa yang bisa melakukan
ini. Hanya Isa Firman Allah saja yang
disediakan oleh Allah untuk memenuhi kemauan manusia ini.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah benar bagi semua
manusia – kecuali Isa Al Masih.
Kita sudah melihat dalam
bagian-bagain yang terawal bahwa semua manusia, petani ataupun nabi, telah
berdosa. Hanya Isa, Firman Allah itu
sajalah yang bebas dari dosa. Al-Qur’an 3:45 menyatakan:
Hai Maryam!
Sesungguhnya Tuhan menyampaikan berita gembira dengan sebuah Karya Cipta
daripada-Nya, namanya Al Masih Isa bin Maryam, orang terhormat di dunia dan di
akhirat, termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah.
Kata Arab yang diterjemah
sebagai ‘orang terhormat’ ialah wajihan.
Mengenai kata ini mufassirin mengatakan:
Wagaha
berarti nubuatan di dalam hidup ini dan hak perantaraan di dunia yang akan
datang.[43]
(Baidawi)
Wagihan berarti
seorang manusia yang bermartabat dan berkedudukan tinggi karena nubuatan untuk
hidup kini dan perantaan serta kedudukan tinggi di dunia mendatang.
[44]
(Galalan)
Isa diperbedakan (wajih) dalam kehidupan dunia ini, karena
permohonannya dikabulkan. Ia bisa
menghidupkan orang yang mati dan menyembuhkan yang buta dan kusta dengan
doa-doanya. Ia besar atau megah (wajih) di kehidupan akhirat karena Allah
membuatnya bisa membela dan menyelamatkan umatnya yang benar dan Allah menerima segala doa syafatnya bagi mereka[45]. (Razi)
Ada orang yang akan bertanya
“Apakah bukti yang ada untuk membuktikan bahwa Isa, Firman Allah itu, tidak
akan menjadi seorang ‘muatan jiwa’ bila dia memperantarakan manusia berdosa?”
Jawabannya terletak
pada kenyataan bahwa Isa sudahpun ‘termuat’ dengan dosa seluruh dunia ketika
dia berada di kayu salib, walaupun dia menjalani satu kehidupan yang
sempurna. Dia mati sebagai seorang yang
menanggung dosa umat manusia, dan bangkit tanpa satu dosapun. Bukti bahwa Isa tidak sebagai ‘jiwa termuat’
diberi pertama sekali oleh Allah sendiri bila Dia membangkitkannya dari mati,
dan bukti kedua ialah dia sekarang berada di sisi Allah. Karena jika dia masih lagi seorang ‘jiwa termuat’ dia masih lagi berada
di dalam kubur. Jika dia ialah seorang ‘jiwa termuat’ dia akan tenggelam dalam
kematian seperti semua manusia yang lainnya.
Jika dia seorang ‘jiwa termuat’ dia tidak akan berada di dalam hadirat
Allah. Kenyataan bahwa dia sekarang ada
bersama Allah, ialah bukti terakhir bahwa dia layak menjadi perantara bagi manusia-manusia
yang berdosa.
Dia yang mempunyai hutang
dengan sebuah bank tidak bisa menjadi penjamin bagi seseorang yang berhutang.
Begitu juga denga seorang ‘jiwa termuat’ tidak bisa menjadi perantara
bagi seseorang yang ‘jiwanya termuat’. Firman Allah Isa menebus segala beban
hutang-hutang kita, hutang-hutang bagi seluruh dunia, dengan memberikan hidupnya
dalam ketaatan yang penuh kepada Allah sehinggalah ke hembusan nafasnya yang
terakhir.
Perantaraan dibutuhkan sekarang
bukannya di hari kemudian. Hari Akhirat
dipanggil sebagai Hari Penghakiman bukan hari perantaraan. Untuk masa kinilah manusia perlu disatukan
semula dengan Allah dan bukannya pada Hari Akhirat. Pada hari itu manusia akan
sibuk dengan ‘tanggungan dosa mereka sendiri dan tidak akan ada masa untuk
orang lain’[46]
seperti yang dinyatakan oleh Hadis.
Masa sekarang inilah anda dan saya butuhkan perantaraan Isa Al Masih,
Firman Allah itu.
Bantahan tentang Keturunan
Adam
Ada yang akan membantah bahwa ajaran tentang keturunan Adam mewarisi
semua sifat-sifat berdosanya, sebagai satu yang tidak realistis dan tidak
adil. Bagaimana Allah yang Maha Adil
mengizinkan manusia yang tidak bersalah menderita untuk satu dosa yang dia
tidak lakukan? Atau keturunan-keturunan
Adam menjadi orang-orang berdosa secara otomatis karena keingkaran Adam,
mengapa Allah harus menghakimi mereka untuk satu dosa yang tidak mereka
lakukan? Itu tidak adil. Begitulah
banthan yang kita mungkin dengar.
Sebagai jawabannya,
mari kita melihat beberapa kenyataan hidup ini yang tidak bisa
dipertikaikan. Bayangkan seorang ayah
yang merupakan penagih nakoba dan berkongsi jarum dengan seseorang yang
merupakan pembawa kuman AIDS. Ada
kemungkinan anak yang dilahirkan juga dijangkiti penyakit ini. Atau bayangkan seorang ibu yang penagih
heroin. Ada kemungkinan besar anak yang
dikandung juga menjadi ketagihan heroin walaupun bayi itu tidak secara sukarela
mengambil nakoba itu. Ada yang
mengatakan adalah tidak adil anak yang dilahirkan itu dijangkit penyakit begitu
karena dia tidak bertanggung-jawab akan perkara sedemikian.
Kita bisa melihata
bahwa kenyataan-kenyataan hidup mengatakan ianya satu kemungkinan bagi seorang
anak yang tidak berdosa bisa dijangkiti dengan kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain, walaupun dia sendiri tidak bertanggung-jawab atas penderitaan yang menimpa itu.
Apakah Allah mencipta
satu dunia yang zalim? Jika kita lihat
dengan lebih teliti untuk segala sebab-musabab ketidak-adilan ini, kita akan
lebih menghayati kesulitan manusia dengan lebih baik.
Ambil contoh ibu yang
menagih heroin tadi. Sebab kenaap
anaknya menderita ialah karena saluran darah yang membawa makanan kepada bayi
dalam kandungan itu juga membawa bersamanya heroin tadi. Saluran darah tidak membedakan antara
makanan yang baik ataupun yang berbahaya.
Saluran darah itu tidak mempunyai pilihan. Pilihan telah dibuat oleh si ibu. Jadi ketika ada yang mengatakan
‘bahwa adalah tidak adil bagi anak yang dilahirkan itu sudah dijangkiti karena
dia tidak bertanggung-jawab atas penderitaan itu’, ini adalah sebenarnya akibat
yang natural dan pantas, karena ianya adalah satu hasil dari perintah-perintah
baik dan adil yang Allah telah tahbiskan.
Satu saja jalan bagi
bayi itu tidak dipengaruhi oleh pilihan ibunya ialah jika dia diciptakan secara
bebas dari ibunya. Ianya adalah Allah
terpaksa mencipta bayi itu seperti Dia mencipta Adam. Dan jika setiap bayi dilahirkan bebas dari pilihan orang tuanya,
maka Allah akan mencipta setiap orang di dunia ini sama seperti cara Dia
mencipta Adam. Tapi Allah memilih untuk mencipta setiap orang di dalam seorang
manusia, Adam, bukannya bebas dari Adam.
Atau bayangkan situasi
dalam satu bank darah, di mana semua darah-darah yang bagus dicemari oleh
satu penderma darah yang berpenyakit. Semua
darah dalam bank itu menjadi tercemar. Jika
darah yang bagus itu mempunyai lidah, ia pasti akan mengatakan ‘ini tidak
adil’, tapi apa akibatnya adalah lebih parah bukanlah darah itu dikutuk, tapi
kehidupan orang-orang yang menerima darah itu. Ianya tidak adil untuk memberi
darah tercemar itu kepada seseorang. Begitu
juga apa yang lebih parah daripada umat manusia, ialah syurga sendiri dan
kemuliaan Allah. Karena jika Allah
membenarkan manusia yang dijangkiti dosa masuk ke dalam syurga-Nya, ia akan
bertukar menjadi neraka. Lihatlah
ada akibat daripada dosa seorang manusia.
Tuntutan Allah untuk satu kesempurnaan yang mutlak bisa dilihat dalam
ciptaan Allah, yang diperkuatkan dengan bukti kenyataan perubatan: Jika tubuh
seorang manusia dijangkiti, untuk memenangi tubuh itu semula, kita perlu membunuh
seratus persen kuman-kuman yang menyerang itu. Jika tidak, jika ada hanya satu kuman yang terselamat, sejuta ‘anak-anaknya’ bisa
dihasilkan dalam tempoh masa hanya delapan jam.
[47]
Jadi umat manusia adalah
berdosa pada sifat dasarnya karena Adam, juga berdosa karena pilihan, yakni
yang dibuat oleh manusia secara dalam keingkaran baru mereka. Umat manusia tetap dicipta dengan kebolehan
untuk membedakan apa yang baik dan yang buruk, kebolehan untuk mengikuti Allah
atau mengingkari-Nya. Jika mereka
memilih untuk mengingkari, maka mereka akan dipertanggung-jawabkan. Tapi syukur
kepada Allah karena dengan Adam yang baru, Isa Firman Allah itu, yang membawa
satu sifat dasar baru kepada umat manusia, dan satu harapan baru untuk hidup
ketaatan yang memuliakan Allah.
PENGAJARAN-PENGAJARAN DARI
ALLAH
Mayoritas manusia tidak sadar akan perbedaan antara dua makhluk, dan
sememangnya di dalam mata mereka tidak ada perbedaan langsung. Namun perbedaan itu adalah diibaratkan
sebagai antara mati dan hidup. Anda
bisa memiliki dua biji telur, satu yang subur dan satu lagi tidak. Mereka kelihatan serupa saja dari segi
bentuk, saiz dan warna, tapi ada satu perbedaan yang tidak bisa dilihat
didalamnya. Dan satu hari nanti
perbedaan kcil itu akan menjadi perbedaan bagi segalanya. Karena bila kedua telur tadi diaramkan, satu
akan menetas menjadi satu makhluk yang baru dan satu lagi menjadi telur busuk
yang hanya layak dibuang ke dalam timbunan sampah.
Mereka yang menyerahkan
diri kepada Firman Allah untuk dicipta semula adalah mereka yang mengaku keadaan mereka yang korup dan percaya kuasa
penciptaan Allah melalui Firman Kekal-Nya, Isa Al Masih. Mereka yang menolak
perintah Allah untuk penciptaan semula adalah yang mengatakan satu daripada dua
perkara: Samada mereka menyangkal bahwa tidak ada kesalahan dalam diri mereka,
atau mereka mengatakan mereka bisa memperbaiki keadaan mereka sendiri tanpa
bantuan orang lain. Tapi seperti yang
kita sudah perhatikan, kesulitan manusia perlukan satu aksi penciptaan, yakni
satu campur tangan ilahi, bukannya satu aksi pembaikan oleh manusia.
Ajaran-ajaran Allah
Perkuatkan Ciptaan Baru Itu
Dalam rahmat-Nya keatas umat manusia, Allah berterusan menyediakan
bukti-bukti kewujudan-Nya, kebesaran-Nya dan rencana penyelamatan-Nya. Karena
kepentingan rencana penyelamatan-Nya, Allah memberikan kepada umat manusia
ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan seharian agar mereka bisa mengerti
kehendak-Nya.
Suatu Pelajaran dari
Peraturan Pemakanan
Tindakan
Meminum dan memakan darah
binatang adalah dilarang keras. Prinsipal
ini diperlakukan dengan pelbagai peraturan memakan bermacam-macam jenis daging
yang dibenarkan (halal) dan yang tidak dibenarkan (haram). Contohnya memakan
daging binatang yang mati adalah dikira sebagai haram.
[48]
Binatang-binatang yang dagingnya akan dimakan mestilah disembelih
dalam satu cara yang tertentu supaya semua darah dikeluarkan dari badan binatang
itu. Kerongkongannya harus disembelih, dan bukan
lehernya. Karena badan itu masih bercantum
dengan kepala, susunan saraf akan masih berfungsi, dan bersamanya semua deria
kesakitan masih terasa. Dengan ini ianya akan memastikan kejangan yang maksimum
binatang tersebut yang akan menyebabkan semua darah dikeluarkan.
Dalam agama Islam dan
Yahudi, binatang yang bukan disembelih dengan cara begini – termasuklah yang
dicekek, mati tenggelam atau diserang oleh binatang lain – tidak harus
dimakan. Begitu juga dengan daging babi
tidak kira bagaimana ia disembelih.
Semua daging jenis begini adalah haram.
Kita tahu bahwa daging
seekor babi, walaupun darahnya semua dikeluarkan dengan cara yang betul, adalah
tetap dianggap haram.
Berkurun yang lalu,
Allah memerintah bani Israil agar jangan memakan binatang yang dibunuh bukan
dengan cara yang ditetapkan atau meminum darah binatang. Hari ini, kedua orang-orang Muslim dan
Yahudi tahu bahwa binatang yang dibunuh, misalnya dilanggar oleh mobil, adalah haram. Begitu juga dengan memakan daging
babi, yang diharamkan oleh agama.
Mengapa Allah melarang
manusia untuk memakan binatang mati, atau yang mati tenggelam, atau yang
dibunuh oleh binatang lain? Daging binatang
yang dilanggar dua jam yang sudah adalah lebih segar dari binatang yang
disembelih tiga hari dulu, namun Allah menetapkan yang dilanggar itu adalah haram sedangkan yang disembelih itu
adalah halal. Apakah perbedaannya?
Jawabannya adalah darah
binatang yang terbunuh dalam kecelakaan itu atau yang mati tenggelam itu tidak
dicurahkan semuanya.
Tapi mengapa Allah
harus memberi peraturan sedemikian? Jutaan manusia memakan daging yang tidak
disembelih dengan cara yang betul dan mereka tetap mempunyai kesihatan yang
bagus. Ada di antara mereka yang merupakan pemenang medal emas Olahraga
Olimpia, pemenang Hadiah Nobel dan sebagainya.
Apakah kebijaksanaan Ilahi di sebalik peraturan ini jika ianya ada
kaitan dengan kesihatan atau pemikiran orang yang memakannya? Dan apa perbedaan
antara mereka yang memakan daging haram
dan yang memakan daging halal?
Sedangkan memakan hati
yang mengandungi paling banyak darah adalah dibenarkan. Jadi apakah sebenarnya kebijaksanaan dan
signifikan melarang pemakanan daging binatang yang mempunyai darah?
Darah binatang mewakili kehidupannya, dan bila satu binatang itu
mati dia masih menyimpan darah dalam badannya.
Untuk menjadikan daging itu halal,
darah harus dikeluarkan. Dalam arti
kata yang lain, pencurahan kesemua darah itu melambangkan pencurahan bagi
seluruh kehidupan tersebut. Seekor binatang yang mengalami pendarahan sampai
mati karena terluka pada kakinya tidak dianggap sebagai halal karena ia masih menyimpan darah dalam badannya. Tapi seekor binatang yang berdarah di
kerongkongannya mengeluarkan semua darah dari badannya.
Ada satu rahasia besar
dan pelajaran yang besar bagi kita dalam peraturan-peraturan ini. Allah dalam
pemberian ajaran-Nya memberi kita satu pengajaran tentang kebenaran-kebenaran
yang tertinggi. Seekor binatang yang menahan semua darahnya melambangkan
kehidupan yangg ditahan dari tercurah kepada Allah. Kehidupan begini dianggap haram. Binatang yang menahan sebagian dari darahnya
melambangkan hidup yang diserahkan kepada Allah tetapi tidak secara keseluruhan.
Hidup ini masih dianggap haram,
karena Allah adalah pemberi kesemuanya dan kepada-Nyalah semuanya harus
dicurahkan. Jiwa yang memberi hanya
sebagian kepada Allah tidak mengaku Dia sebagai sumber segalanya dan pemberi
semuanya. Dan jika Dia tidak diperakui
sebagai Tuhan bagi segalanya, maka orang itu tidak menganggap-Nya sebagai Tuhan
langsung. Jadi hidup yang diberikan hanya sebagian kepada Allah adalah haram karena kehidupan masih lagi
ditahan daripada menyerahkan seluruhnya kepada Allah.
Perhatikan bahwa Allah
tidak saja persamakan mana yang berdarah sebagian saja sampai mati dengan yang
mati, Dia juga persamakan bahwa yang berdarah sebagian itu dengan seekor
babi. Kedua-duannya dianggap haram.
Mengapa begitu? Karena tidak ada
perbedaan antara keingkaran yang kecil dan yang besar di depan Allah. Buka besarnya sesuatu perbuatan yang
dianggap sebagai kriminal tapi pengertian si pelaku yang membuat kriminal itu
besar. Dan karena Allah Maha Besar, Dia adalah wewenang yang terbesar,
kesalahan yang terkecil sekalipun yang melanggar wewenangnya juga akan dianggap
besar.
Jadi pencurahan darah
itulah yang membuata daging itu halal. Ini bersesuaian dengan prinsip bahwa hanya
kehidupan yang telah dicurahkan kepada Allah dengan sepenuh ketaatan sempurna
yang dianggap sebagai halal. Ini menuju kepada pencurahan kehidupan Isa
di kayu salib dalam ketaatan kepada Allah hingga ke hembusan terakhir. Dia adalah satu-satunya hidup yang halal. Dia adalah Daging Kehidupan – daging kepada
hati dan roh yang membawa kepada Kehidupan Kekal.
Daging bagi kehidupan
sementara mestilah halal sebelum
dimakan dan daging Kehidupan Kekal juga mestilah halal sebelum ianya dimakan.
Dan itulah apa yang kita dapati.
Allah sendiri telah mengesahkan bahwa seleuruh kehidupan Isa adalah halal dengan membangkitkan dia dari
mati.
Adalah mustahil bagi
manusia untuk menjadi sempurna walaupun hanya sebagian dari hidupnya, tapi Al
Masih itu adalah sempurna sepanjang masa.
Tidak ada seorangpun yang sempurna walaupun barang sejam, tapi Al Masih
itu sempurna dalam semua hari-harinya di dunia. Kesempurnaannya bukan diukur dari ketidak-hadiran dosa (dan
sesungguhnya dia tidak berdosa), tapi ketaatan penuhnya yang positif kepada
Allah yang menyenangkan Allah.
Kebangkitan Al
Masih dari mati ialah suatu petanda dari Allah ke atas Isa bahwa kehidupannya
itu halal.
Kehadirannya di sisi Allah sekarang ialah satu bukti dari Allah bahwa
dia adalah halal Allah dan kekasih Allah. Kesempurnaan yang Isa tunjukkan
adalah kualitas yang sama yang dimiliki Allah; sebab itulah dia ada bersama
Allah. Akan ada hari penghargaan bagi setiap pria dan wanita, di mana mereka
akan berdiri di depan Allah untuk segala yang telah mereka lakukan. Ini ialah Hari Kiamat. Tapi bagi Isa tidak
ada hari penghargaan. Dia sudahpun
ada bersama Allah, menatapi wajah-Nya. Apakah ada bukti bahwa dia merupakan
satu-satunya kekasih Allah? Kubur
tidak bisa menampungnya karena dia adalah kekasih Allah. Allah menerimanya
kepada Diri-Nya karena sememangnya dia berada bersama Allah sejak awal lagi.
Tidak heranlah Isa dipanggil
sebagai Firman Allah dan Roh Allah. Keseluruhan
hidupnya adalah halal, dari saat
dia dikandung hinggalah ke saat di mana darahnya yang terakhir dicurahkan
di kayu salib. Tidak ada kehidupan
yang sesempurna itu untuk dipersembahkan kepada Allah. Setiap manusia telah
mengingkari Allah pada satu titik dalam hidup mereka lantas menahan sebagian
dari hidup mereka. Sesiapa yang menahan
sebagian dari hidupnya adalah sama dengan mereka yang menahan seluruh hidup
mereka, dan ini disamakan dengan daging seekor binatang mati, atau mati tenggelam,
yang dianggap sebagai haram. Hanya satu hidup saja yang layak untuk menjadi
daging Kehidupan Kekal, Dia adalah halal
dari Allah di mana hati-hati akan dibebaskan untuk hidup. Dia adalah Roh Allah yang membawa
kehidupan kepada roh-roh kita. Dia
adalah Firman Allah yang menyingkapkan Allah kepada kita.
Logik Allah adalah di
atas segala logik yang lain. Ianya
tidak bisa ditantang atau dicabut. Ia
adalah muktamat. Jika Allah telah
membuktikan bahwa kehidupan Isa Al Masih adalah keseluruhannya halal dengan membangkitkan dia dari mati,
dan mengangkat dia ke sisi Allah untuk bersama dengan-Nya, bagaimana kita
dapat menolaknya?
Isa adalah Halal Allah
Selamanya
Biar saya gambarkan dengan satu anekdot. Semasa bersama-sama dengan sekumpulan teman, saya telah membeli
sesuatu barang. Tapi bila saya mau
menggunakan barang itu suatu ketika nanti, saya dapati ianya telah hilang.
Sudah puas dicari di seluruh rumah namun ianya tidak juga dijumpai. Jadi saya putuskan untuk melupakan saja
untuk mencarinya.
Tapi aneh sekali, bila
saya pergi ke kota dengan tujuan yang lain, saya dapati barang yang saya mau
itu ada di sana. Bila saya membawanya
pulang, salah seorang teman saya menjerit, “Halal!
Halal!” Apa yang dia maksudkan ialah barang saya itu didapati dengan cara
yang halal. Ianya bukan dicuri atau
dibeli dengan cara penawaran yang tidak adil.
Walaupun saya kehilangannya, tapi saya dapatinya semula karena ianya
didapati dengan cara yang halal.
Kehidupan Isa Al Masih
di bumi adalah halal. Pengakuannya bahwa dia adalah Firman Allah
yang Kekal adalah halal. Tuntutannya bahwa dia datang dari Allah
adalah halal. Dia kehilangan kehidupannya (sama seperti
saya kehilangan barang saya) dan mati, tapi Allah membangkitkannya semula agar
kita semua bisa menyahut, sama seperti teman saya, “Halal! Halal!”
Tidak kira apa yang
manusia buat dengan kebenaran itu ianya tetap tinggal sebagai kebenaran, tetap
dengan kemenangannya. Tidak kira
bagaimana kuatnya manusia menghentam kebenaran, Allah akan mempertahankannya,
dan mengumumkan bahwa ianya adalah satu kebenaran.
Hari ini Isa tetap
hidup dan ada bersama dengan Allah, mengatasi semua kekafiran dan maut. Dengan membangkitkannya dari maut, Allah bersaksi
bahwa Isa adalah satu-satunya halal
yang melaluinya kita bisa mendapat kehidupan kekal.
Sunna Ibrahim
Satu lagi pelajaran yang kita bisa dapati ialah peristiwa Ibrahim
mempersembahkan anaknya untuk dijadikan korban. Al-Qur’an menyatakan:
Syahdan, manakala anak
itu mencapai usia sanggup berdiri sendiri dalam usaha, Ibrahim berkata: ‘Hai
anakku! Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka renungkanlah bagaimana pendapatmu’. Ia menjawab: ‘Ya ayahku, lakukanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku seorang yang sabar
menghadapinya.’ Tatkala keduanya
sama-sama berserah diri, dan Ibrahim menelungkupkan anaknya ... serta-merta dia
Kami panggil: “Hai Ibrahim! Sesungguhnya telah engkau penuhi tuntutan mimpi
itu. Sesungguhnya ini satu ujian yang besar. Dan kami tebusi anak itu dengan
binatang korban yang lebih besar.”[49]
Ibrahim meminta seorang
anak dan Allah menjanjikan seorang yang bijaksana baginya. Kemudian Allah menyatakan kepada Ibrahim
melalui mimpi bahwa dia harus mempersembahkan anaknya sebagai satu korban. Bila Ibrahim mau menyembelihnya, Allah
menghentikannya dan menyediakan satu tebusan untuk anak itu.
Dalam peristiwa ini,
kita dapatmelihat satu lagi pelajaran mengenai kematian Isa dalam bentuk
alegoris. Perhatikan yang berikut dalam peristiwa Ibrahim mempersembahkan
anaknya:
1. Anak perjanjian itu yang akan dikorbankan.
Ini tertuju kepada Isa, Firman Allah. Dia dijanjikan oleh Allah dalam semua
tulisan para nabi sebelumnya.
2. Anak Ibrahim tidak dikorbankan, maka
Allah mengistiharkan bahwa bukan dia yang akan dipersembahkan sebagai
satu korban tapi korban itu akan jatuh kepada satu Pengganti yang lain.
3. Jika apa yang Allah kehendaki ialah untuk
menguji ketaatan Ibrahim, maka
kesanggupan Ibrahim sepenuhnya untuk menyembelihkan anaknya sudah mencukupi.
Jika Ibrahim terlambat diberhentikan
semasa mau menyembelih kerongkongan anaknya, maka tidak akan ada
keperluan untuk satu tebusan. Kenyataan bahwa Allah masih menyediakan satu
tebusan berarti ketaatan manusia saja tidak cukup. Ini adalah sejajar dengan perbincangan kita tentang kenyataan
bahwa pertobatan, pengampunan dan percobaan manusia tidak cukup untuk
mengembalikan manusia ke keadaan asalnya; satu
korban dibutuhkan. Isa, Firman
Allah itulah yang telah datang sebagai korban tersebut.
4. Allah dan bukannya Ibrahim, yang
menyediakan korban gantian kepada anak Ibrahim.
Allah bisa saja memerintah Ibrahim mempersembahkan seekor domba atau
kibas, tapi sebaliknya Allah menyediakan korban itu.
Ini menunjukkan kepada kenyataan bahwa tebusan untuk manusia sudah
disediakan oleh Allah. Sesungguhnya,
Isa datang dari Allah untuk menjadi
tebusan bagi kita semua.
5. Akhir sekali, ianya adalah seorang anak laki-laki yang diminta dari
Ibrahim. Maka Allah membayangkan bahwa
yang akan menjadi tebusan bagi umat manusia ialah seorang anak laki-laki, bukan malaikat atau apa saja makhluk yang
lain. Ia adalah Anak Allah yang akan
dijadikan tebusan untuk umat manusia. Kami berharap para pembaca sudah membaca
Bagian Ketiga dari siri buku ini di bawah tajuk Apa Yang Dimaksudkan Dengan ‘Anak Allah’ dan Kiasan-kiasan tentang ‘Anak Allah’ untuk mendapatkan penjelasan
tentang gelar Anak Allah itu.
Tapi untuk kebaikan
kita bersama terutama yang belum membaca Bagian Ketiga, kita ulangi apa yang
telah diperkatakan:
Orang-orang Nasrani,
sama seperti orang-orang Islam, memanggil Isa Al Masih sebagai Firman Allah,
tapi mereka juga memanggilnya sebagai ‘Anak Allah’. Terdapat begitu banyak kesalah-pahaman mengenai gelar tersebut, karena
ada setengah memikirkannya sebagai satu istilah dalam aktiviti seksual. Sekali-kali tidak!
Teks-teks Al-Qur’an menyatakan bahwa Al-Qur’an mengutuk hanya konsep fisikal
dan seksual keputeraan dan bukannya konsep spirituilnya.
Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi. Bagaimana
Dia akan mempunyai anak, padahal Dia tidak beristeri? Dia menciptakan segala-galanya dan Dia mengetahui segala-galanya.[50]
Bahwasanya, Maha Tinggi
Kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak pula beranak.[51]
Penyangkalan dan
penolakan apa saja dugaan Allah mempunyai seorang anak adalah berdasarkan
kepada Allah tidak mungkin mempunyai seorang isteri. Namun di sebalik
ketidak-mungkinan itu, Nabi Muhammad bisa membuat ungkapan luar biasa dan
bersyarat berikut dengan selamat:
Katakanlah!: ‘Jika
benar Tuhan Yang Maha Pengasih mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula menta’ati anak itu.[52]
Bagi Allah mempunyai
seorang anak dengan mengambil seorang isteri dalam kelakuan biasa manusia
adalah sesuatu yang tidak bisa dipikirkan.
Tapi kemungkinan bagi Allah mengambil dan memilih seorang putera dilihat
sebagai sesuatu yang mungkin dan tidak memberengut menurut Al-Qur’an itu sendiri:
Seandainya Allah
berkenan mengambil anak, tentu Dia memilih mana yang dikehendakiNya di antara
ciptaan-ciptaan yang pernah diciptakanNya.
Tapi ... Maha Suci Allah, dari hal
yang serupa itu. Dialah Allah Yang
Maha Esa dan Perkasa.[53]
Jadi sekiranya konsep
bahwa Allah bisa mempunyai seorang anak melaui pengambilan seorang isteri dapat
dihilangkan, maka Al-Qur’an
menyetujui dan mengakui kemungkinan Allah bisa mempunyai seorang anak melalui
pengambilan salah satu daripada ciptaan-Nya. Al-Qur’an justru tidak menolak konsep seorang anak Allah, tapi
menentang keras konsep Allah mendapat seorang anak melalui pengambilan seorang
isteri.
Adalah menarik untuk
diperhatikan bahwa Ibn ‘Arabi tidak keberatan menggunakan satu ungkapan tentang
Isa serupa dengan ‘Anak Allah’. Tirimizi, dalam bukunya yang berjudul Kitab Khatm Al-Awliya, menjawab
persoalan: ‘Siapakah dia yang layak menjadi segel kesalehan, seperti Muhammad
yang layak menjadi segel kenabian?’
Dipetik dari Al-Gawab Al-Mostaqim[54],
dia memberi jawaban Ibn ‘Arabi:
Dia yang menerima segel
itu, ialah seorang manusia yang kelihatan
sama seperti ayah-Nya. Dia bukannya berbangsa Arab, berwatak tenang, dia
adalah pilihan terbaik dari kalangan manusia.
Melaluinya putaran kerajaan ditutupi, dan melaluinya putaran kesalehan
akan ditutupi. Dia mempunyai seorang
pendeta yang bernama Yahya. Segel
universal ini adalah satu keistimewaan spirituil dan penglihatan secara
kemanusiaan.[55]
(penekanan ditambah oleh pengarang)
Dalam Al-Fotuhat Al-Makkiah,
sebuah lagi buku karangan Ibn ‘Arabi, kita diberi satu lagi keterangan jawaban
ini:
[56]
Ada dua segel – satu
segel di mana Allah menutup kesalehan universal, dan satu lagi segel di mana
Allah menutup kesalehan orang-orang Muslim.
Segel kesalehan dalam arti kata yang mutlak, ialah Isa Al Masih. Dia ialah orang saleh dari kenabian mutlak
di masa zaman bangsa ini ... Dia akan datang di akhir zaman sebagai seorang
waris dan segel, tidak ada orang saleh selapas dia ... Dia ialah Isa Al
Masih. Dia datang dari kalangan kita
dan Dia adalah tuan kita!
Jadi perkara yang
pertama adalah seorang nabi, iaitu Adam, dan yang terakhir ialah seorang nabi,
iaitu Isa Al Masih.[57]
Orang yang dikatakan sebagai menyerupai ayahnya
dalam Al-Gawab Al-Mostaqim dijelaskan
dalam Al-Fotuhat Al-Makkiah sebagai
Isa, tuan kita. Yahya berdiri sebagai
seorang pendeta atau duta kepada Isa, iaitu segel bagi kerajaan itu. Jadi Isa adalah raja dan Yahya adalah
dutanya. Hanya ada satu saja raja,
bukan banyak, dan Dia adalah Isa Al Masih, karena itulah yang maksud kata Al
Masih seperti yang kita telah lihat sebelum ini.
Apa yang penting kepada
kita disini ialah dia yang melihatan menyerupai dengan ayahnya ialah Isa. Siapakah si ayah itu, karena Isa tidak
mempunyai seorang ayah berbentuk manusia?
Dr. ‘Afifi menyediakan
kita satu pengertian: ‘Jibril adalah seperti kepadanya seorang ayah, dan anak
itu ialah satu rahasia ayahnya.’[58]
Mari kita mengkaji
perungkapan tersebut:
Pertama, perhatikan
perbedaan antara kata-kata yang digunakan oleh Ibn ‘Arabi dan Dr. Abu al-‘Ala
untuk menerangkan keputeraan Isa. Dr.
Abu al-‘Ala keberatan untuk menganggap-asal satu perhubungan yang langsung, justru
dia mengatakan Jibril adalah seperti
seorang ayah (yakni ‘di dalam tempat seorang ayah’) kepada Isa. Ibn ‘Arabi, pada satu pihak yang lain,
dengan terus-terang dan berani menyatakan Isa ‘kelihatan sama seperti ayahnya’,
bukan ‘kelihatan seperti seorang yang kelihatan seperti ayahnya’.
Lantas, kita perlu ingat
bahwa Jibril, seperti yang dipahami oleh Ibn ‘Arabi, bukanlah Malaikat Jibril.
Dia ialah ‘Prinsipal Kehidupan di mana segalanya wujud... Kebenaran
itu Sendiri yang dimanifestasikan dalam Roh yang total.’
[59]
Jibril adalah satu lagi nama untuk Roh Suci.
Dia bukan sesuatu makhluk, karena Dia melebihi dan di atas segala skop
dan jarak perintah daya cipta Ilahi ‘Jadilah!’ (Kun).
[60]
Jadi Roh Total itu,
yang juga Prinsipal Kehidupan dan manifestasi Kebenaran itu, ialah ayah kepada
Isa Al Masih. Isa ialah anak kepada Roh
Total (yang dipanggil oleh Qashani sebagai suatu ‘roh sempurna’[61]). Dia ialah Anak kepada Roh Kehidupan karena
dia memanifestasikan Prinsipal Kehidupan dalam banyak jalan yang berlainan, dan
dalam Dirinya sendiri. Dia adalah anak
kepada Roh Kebenaran karena ia memanifestasikan Nama Allah.[62]
Maka dalam ungkapan
‘dia kelihatan menyerupai ayahnya’, ayah itu bisa berarti Roh Total, yang
merupakan manifastasi Allah. Tapi ia
juga bisa berarti Allah secara langsung.
Ibn ‘Arabi menyatakan:
Adalah layak untuk
menganggap-asal Dia [Isa] satu perhubungan pertalian dari Tuhannya dimana dia
mempunyai satu pengaruh yang mana satu tinggi dan yang mana satu rendah.[63]
Apakah sifat dasar
‘perhubungan pertalian’ antara Isa dan Allah?
Ulasan-ulasan Qashani atas ungkapan di atas sebagai:
... ini bermaksud
karena dia datang daripada Allah tanpa sebarang perantaraan, dan bukan
datangnya dari sesiapapun, maka adalah layak untuk menganggap-asal kepadanya
satu perhubungan pertalian yang akibat dari penjelmaan sifat-sifat Allah
didalamnya, dan melakukan aksi-aksi pribadi Allah olehnya – membangkitkan otang
yang mati dan mencipta burung, dan pengaruhnya dalam kelas bentuk manusia yang
tertinggi dengan membangkitkannya, dan dengan aksi-aksi kelas yang paling
rendah seperti membentuk burung dari tanah liat. Kedua-duanya [membangkit dan mencipta] adalah aksi-aksi esklusif
Allah, seperti yang Allah berfirman dalam Al-Qur’an
36: 78, 79: ‘Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami sambil melupakan
penciptaannya semula. Ia bertanya:
“Siapa pulakah yang dapat menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah
hancur?” Jawablah: “Yang dapat menghidupkannya kembali, ialah Tuhan yang telah
menciptakannya dahulu untuk yang pertama kalinya. Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk”[64]
Sifat dasar pertalian
itu ialah dia datangnya langsung dari Allah.
Inilah alasan paling kukuh tentang kesamaan itu. Ianya satu kesamaan dalam sifat dasar. Dan bukti adanya kesamaan
dalam sifat dasar itu ialah kehadiran sifat-sifat Allah dan aksi-aksi pribadi
dalam Isa.
Jadi ‘ayahnya’ juga
bisa bermaksud Allah, karena, sama seperti apa yang dikatakan oleh Qashani, dia
datang langsung dari Allah dan bukan dari Roh Total. Adalah lebih tepat menggunakan ungkapan ‘ayah dan anak’ dalam
menerangkan pertalian antara Isa dan Allah daripada pertalian antara Isa dan
Roh Total.
Ini mengungkap kembali
ungkapan Ibn ‘Arabi, ‘satu roh dari Allah, dan bukan dari sumber lain’[65]
Dia adalah satu roh dari allah, bukan satu roh dari Roh Allah. Pertaliannya dengan Allah adalah secara
langsung. Ianya satu pertalian hubungan
derajat pertama, tapi perhubungannya dengan Roh Allah adalah pertalian derajat
kedua. Maka adalah lebih pantas untuk
memanggilnya Anak Allah daripada Anak Roh Allah.
Kesimpulan ini cocok
dengan kesimpulan di Bab 1, dimana kita melihat (dalam kata-kata Qashani[66]
) bahwa Isa ‘datang dari kodrat Wahadat Tertinggi penyajian terakhir Hadirat
Ilahi itu’, dan karena itu ianyan dipanggil oleh Allah sebagai ‘Roh-Nya dan
Firman-Nya’. Isa Firman Allah itu
‘adalah dari kodrat Allah dan sifat dasar-Nya yang tersembunyi datannya dari
Allah dan Namanya yang berbentuk Jibril’.
Sebab itulah Isa
dipanggil sebagai ‘Hamba Allah, dan pembuka rahasia Allah, dan diatasnya hadir
sifat-sifat Allah’. Dan itulah sebab
dan maksud panggilan ‘Anak Allah’ bagi Isa Al Masih.
Banyak yang dipanggil
sebagai pesuruh-pesuruh Allah. Musa
dipanggil sebagai orang yang berbicara langsung dengan Allah (kaleemu-Allah, Al-Qur’an 4:164). Ibrahim dipanggil sebagai sahabat Allah (Khaleelu-Allah, Al-Qur’an 4:125). Tapi berlainan dari mereka yang dipanggil
pesuruh-pesuruh, Isa adalah perintah itu, karena dia adalah Firman Allah. Tidak seperti orang yang berbicara langsung dengan Allah, Isa adalah
Firman dari Allah (Kalimatu-Allah,
Al-Qur’an 4:45, 4:171). Tidak
seperti orang yang dipanggil sebagai sahabat Allah, Isanadalah Roh Allah (Rohu-Allah, Al-Qur’an 4:171). Ungkapan ‘roh kepada’ menunjukkan intisari
dan nadi kepada sesuatu benda, begitu juga dengan ungkapan ‘anak kepada’ yang
menunjukkan satu perwakilan sebenar sesuatu dan perhubungan intim di antara
kedua mereka. Gelar Roh Allah sama dengan gelar Anak Allah. Untuk Allah memanggil Isa sebagai Roh-Nya menunjukkan
satu bentuk wahidah yang intim. Ianya
adalah satu dan sama juga sebagai memanggil Isa Anak Allah.
Jadi Isa Al Masih
Firman Allah itu adalah Anak yang dijanjikan untuk dipersembahkan sebagai suatu
korban bagi dosa-dosa umat manusia.
Ibrahim semestinya
begitu mengasihi Allah sehingga dia sanggup mengorbankan anaknya dalam menaati
perintah Allah. Tapi kasih Ibrahim
tidak mencukupi, satu korban agung harus dipersembahkan. Dan tawaran Allah
tidak sama dengan tawaran manusia, karena kasih Allah tidak sama dengan kasih
manusia. Memang benar bahwa Allah bisa
mengasihi, tapi bukan dengan cara manusia dari tanah, jika tidak makhluk
seperti Ibrahim pasti bisa mengasihi sedangkan Allah tidak. Adalah satu penghinaan untuk mengatakan
makhluk bisa mengasihi dengan kasih yang sejati sedangkan Allah Pencipta tidak
bisa mengasihi seperti itu.
Adalah mustahil bahwa
kasih Ibrahim terhadap Allah lebih besar daripada kasih Allah terhadap umat
manusia. Allah Maha Besar, tidak kira berapa zalim manusia itu. Ini berarti kasih Allah lebih besar daripada
kezaliman manusia dan lebih agung dari sifat baik manusia. Kasih yang agung ini
diperlihatkan bila Allah memberi Roh-Nya, dan Anak-Nya Isa Al Masih sebagai
tebusan dan korban bagi umat manusia.
Kita bisa melihat satu
lagi pelajaran dalam kehidupan Ibrahim. Ibrahim mahu melihat bagaimana Allah
bisa membangkitkan orang mati. Menurut Al-Qur’an, Ibrahim berkata:
Dan ingat pulalah
ketika Ibrahim berkata: ‘Wahai Tuhanku, bagaimana caranya Engkau menghidupkan
kembali orang-orang yang sudah mati?’. Allah berfirman: “Apakah engkau masih
belum percaya?” Ibrahim menjawab: ‘Bukan aku tidak percaya, tetapi demi
ketenteraman jiwaku’. Allah berfirman:
“Kalau begitu tangkaplah empat ekor burung lalu jinakkanlah sampai menurut
perintahmu! Kemudian letakkanlah di
tiap-tiap bukit, seekor! Sudah itu,
panggilah! Nanti kesemuanya akan berdatangan kepadamu dengan segera. Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa dan
Bijaksana.”[67]
Maka Allah yang
menyuruh Ibrahim mempersembahkan anaknya juga memberi keyakinan kepada Ibrahim
bahwa Dia bisa membangkitkan yang mati. Jika Ibrahim hidup panjang untuk
mendengar kedatangan Isa, tuntutan Isa
sebagai Anak Allah, kematiannnya di kayu salib dan kebangkitannya, Ibrahim
pasti akan teringat akan pelajaran-pelajaran yang Allah berikan kepadanya, dan
pasti dia akan menjadi orang yang pertama untuk percaya kepada Isa Al
Masih. Tidak ada pelajaran yang
praktikal seperti dalam mengajar seseorang.
Apa yang Allah ajarkan kepada Ibrahim bukan hanya untuk Ibrahim seorang.
Allah juga mengajar kita semua agar kita bisa mengenali dan percaya korban
agung Allah bila Dia mempersembahkan Isa, dan kuasa agung Allah bila Dia
membangkitkan Isa dari mati.
Suatu Pelajaran dari
Berpuasa
Prinsipal-prinsipal yang Allah perlakukan dengan manusia adalah sentiasa
sama, walaupun ada kemungkinan aplikasinya berbeda. Allah mengajar kita tentang prisipal-prinsipal-Nya dalam pelbagai
cara. Pelajaran-pelajaran-Nya adalah
yang hidup.
Sebagai contoh,
prinsipal yang dalam setiap cara Allah menghendki satu kesempurnaan dari umat
manusia. Ini bisa dilihat dari peraturan berpuasa. Ambil contoh dua orang dalam bulan Ramadan. Orang yang pertama
berniat untuk berpuasa selama sebulan.
Tujuannya adalah baik, tapi sepuluh menit sebelum masa berbuka puasa,
dia tidak bisa menahannya lagi.
Lidahnya sudah menjadi terlalu kering dan dia mengambil keputusan untuk
meletak setitis air untuk membasahi lidahnya.
Orang yang kedua
berniat tidak mau berpuasa. Sebaliknya
dia berpesta dengan pelbagai juadah. Jika pembaca ditanya siapa di anatar mereka
yang berpuasa? Jawabannya ialah tidak
seorangpun berpuasa. Jika pembaca
ditanya berapa jam orang yang pertama berpuasa? Jawabannya ialah kosong, dia
tidak berpuasa. Ada yang akan
mengatakan itu tidak adil. Tidak adil
menyamakan seseorang yang cuba berpuasa sehari suntuk dan hampir berjaya dengan
orang yang berpesta dengan makanan.
Mari kita mengandaikan
lagi bahwa orang yang pertama itu mencuba lagi pada hari kedua. Namun di sepuluh menit terakhir sebelum
berbuka puasa, dia meletakkan setitis air bagi membasahi lidahnya. Orang yang kedua tetap dengan pesta
makanannya. Sekali lagi pembaca
ditanya, siapa di antara mereka yang berpuas?
Jawabannya, tidak seorangpun berpuasa.
Adakah sebarang
kemungkinan bagi orang pertama tadi mengambil sepuluh menit di hari pertama
untuk ditambah kepada hari kedua untuk menjadikannya satu hari berpuasa? Tidak,
itu tidak mungkin. Bahkan di kedua-dua
hari tersebut, tidak ada kemungkinan masa selama sepuluh menit dianggap sebagai
dia berpuasa. Jika orang tersebut mencoba
untuk sepanjang bulan tapi setipa hari dia mengambil setitis air pada sepuluh
menit sebelum masa berbuka puasa, puasanya dianggap batal bagi seluruh bulan
tersebut. Dia adalah sama dengan orang yang tidak berpuasa langsung dan memakan
sepanjang hari.
Sesungguhnya jika orang
tersebut coba untuk berpuasa sepangajng hayatnya dengan cara sedemikian,
mengambil setitis air di saat sepuluh menit sebelum berbuka puasa, dia tidak
akan dapat dikira sebagai berpuasa walaupun hanya sehari.
Jika semua umat manusia
coba berpuasa dengan cara yang begitu, tidak akan dikira sehari walaupun
milyaran orang berpuasa. Ianya adalah
sama dengan orang kedua yang mengambil keputusan untuk tidak berpuasa langsung. Ini mungkin tidak adil tetapi itulah hukum
Allah.
Mari kita membuat
kesimpulan penelitian kita:
1. Setitis air membatalkan puasa
sehari suntuk, walaupun masa untuk berbuka hanya semenit saja lagi.
2. Bila puasa dibatalkan selepas
beberapa jam berpuasa, masa ini tidak boleh dicampurkan dengan hari yang
berikutnya untuk menjadikannya satu hari.
Sesungguhnya, walaupun seseorang itu cuba berpuasa selama setahun dengan
cara memakan semenit sebelum masa berbuka, tidak akan dikira ianya berpuasa
walaupun semenit.
3. Seseorang yang berpuasa untuk
hampir dua belas jam, tapi di sepuluh menit terakhir dia mengambil setitis air,
dia akan dapati bahwa segala jumlah jam dia berpuasa untuk hari itu tidak
diambil kira walaupun semenit.
Pengajaran yang Allah
mahu mengajar kita melalui berpuasa ialah penyangkalan diri dan memperkuatkan
kehendak Allah dalam kehidupan orang yang beriman. Penyangkalan akan apa yang masuk ke dalam perut itu bukanlah tujuan
utama amalan berpuasa. Sebaliknya pengajaran itu ialah penyangkalan apa yang
menyenangkan diri, dan percobaan untuk menyenangkan Allah.
Maka tempoh berpuasa
(lebih kurang dua belas jam) mewakili seluruh kehidupan seseorang manusia,
dengan berapa saja bilangan tahun yang dia ada. Dan prinsipal berpuasa dari makanan itu sama dengan prinsipal
bagaimana Allah perlakukan dengan kita dalam kehidupan kita. Akhli filsafat Ghazali juga memperhatikan
perkara ini. Dia menyatakan:
Sama seperti jangka
waktu sehari mewakili masa yang penuh untuk puasa, jangka hayat seorang manusia
mewakili tempoh penuh iman seseorang itu ... itulah sebab untuk menagis bagi
mereka yang takut akan Allah...ukuran
sebenar bagi pekerjaan keagamaan seseorang ialah penghabisannya.[68]
(Penekanan ditambah)
Perhatikan bahwa puasa
seseorang yang makan semenit sebelum tempoh berbuka adalah batal sama
seperti seseorang yang berpuasa hanya
setengah hari. Kedua-dua orang ini
telah melanggari perintah untuk berpuasa sama seperti seseorang yang
memakan-minum sepanjang hari. Sesungguhnya, ukuran sebenar pekerjaan keagamaan
seseorang ialah penghabisannya.
Di sini kita lihat akan
ketetapan hukum-hukum Allah. Seseorang
yangmembatalkan puasanya dengan mengambil setitis air semenit sebelum masa
berbuka sama seperti daging yang tidak halal
karena darahnya hanya sembilan puluh sembilan persen dikeluarkan. Seseorang yang berpuasa setengah hari
diibaratkan daging yang masih mengandungi lima puluh persen darah. Kedua-duanya
adalah tidak memenuhi kehendak Allah.
Dan seseorang yang tidak berpuasa langsung adalah seperti daging dari
binatang yang mati tenggelam atau dilanggar mati – atau juga bisa diibaratkan
sebagai daging babi. Allah menuntut
kesempurnaan, karena Dia adalah sempurna, dan pekerjaan-Nya adalah
sempurna.
Pengajaran di atas adalah
sejajar dengan hukum-hukum yang Allah berikan kepada kita untuk mengawal kehidupan
kita. Bayangkan kesan setitis darah yang tercemar jika dicampur dengan seliter
darah yang baik. Bayangkan juga kesan
seliter darah yang tercemar ke atas bergalon-galon darah yang baik. Tidak
ada perbedaannya. Dalam kedua-dua kasus kesemua darah akan tercemar.
Satu titis sama buruknya dengan satu liter darah yang tercemar.
Secara spirituilnya, semua
kita telah membatalkan puasa kita. Kita
semua telah meletakkan lebih dari setitis air ke atas lidah kita, (saya tidak
bermaksud lidah fisikal kit, tetapi lidah spirituil) dan merosakkan puasa
kehidupan kita. Kita semua telah menurut
dan melayani nafsu kita daripada menyenagkan Allah dan melakukan kehendak-Nya.
Apa yang kita bisa lakukan? Kita tau bahwa seseorang dibatalkan puasanya
karena memakan sebelum waktu berbuka, dan tidak boleh meminjam waktu dari
seseorang yang lain yang juga membatalkan puasanya sebelum waktu berbuka.
Kedua mereka adalah jiwa termuat. Keduanya
telah melanggari tuntutan kesempurnaan Allah.
Kita juga tahu bahwa puasa spirituil bagi semua umat manusia tidak
akan memberi apa-apa.
Hanya ada seorang saja
yang menyempurnakan puasanya, dan dia kini berpesta di dalam Hadirat
Allah. Intisari dari perbuatan Adam
memakan buah larangan ialah untuk memenuhi nafsunya; dia mahu melakukan
kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah.
Sebaliknya, kehidupan Isa adalah satu puasa spirituil yang sempurna –
satu ketaatan kepada kehendak Allah yang sempurna – dana maka itu merupakan
satu pembalikan kepada keingkaran Adam. Dia
adalah satu-satunya yang pekerjaannya diuji sampai ke saat penghabisan, dan
didapati menyenangkan Allah. Daripada kesemua puasa spirituil umat manusia,
tidak seharipun yang bisa diselamatkan, bahkan tidak juga untuk semenit. Isa adalah satu-satunya yang puasa
spirituilnya adalah penuh dan diterima oleh Allah. Puasanya bukan diukur dengan tahun-tahun yang dia jalani di
kehidupannya di dunia, tetapi dengan tempat yang Allah berikan kepadanya.
Puasanya begitu sempurna sehingga dia memperolehi hadirat Allah. Isa adalah
satu-satunya yang masanya Allah benarkan untuk dikira bagi kita, karena dia
sekarang hidup di dalam Hadirat Allah, dan satu menit hidupnya di Hadirat Allah
sudah mencukupi untuk semua umat manusia.
Mencukupi untuk menggenapi segala kekurangan dalam puasa spirituil kita. Mencukupi untuk menggenapi segala kekurangan
dalam ketaatan kepada kehendak Allah.
Dia adalah kekayaan Allah kepada kita yang jiwa termuat.
Jadi samada kita makan
daging atau berpuasa, pelajaran-pelajaran Allah mengingatkan kita bahwa kita
perlukan Firman-Nya, Isa Al Masih; untuk hidup bagi-Nya.
Amal-amal Soleh Tidak Akan
Bekerja
Amal keagamaan kita yang terbaik tidak membolehkan kita diterima oleh Allah.
Adalah satu kenyataan bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk
menebus kegagalan kita untuk hidup dengan penuh ketaatan kepada Allah.
Kita telah melihat pekerjaan Adam untuk menutupi dirinya agar diterima
oleh Allah namun dia gagal. Kita juga telah melihat dari kehidupan Ibrahim
bahwa kendatipun ketaatan dan kesanggupannya mempersembahkan anaknya, satu
korban lain masih perlu dipersembahkan.
Kita semua seperti hamba
yang melarikan diri dari tuannya dan tinggal beberapa hari dari tuannya.
Bila dia kembali dengan penuh keaiban, di mana dia bila mencari hari-hari
tambahan untuk menggantikan pekerjaan yang dia tidak lakukan?
Seorang hamba adalah seorang hamba untuk sepanjang hayatnya; dia adalah
kepunyaan tuannya untuk sepanjang masa. Dia tidak mempunyai masa untuk diluangkan,
dan tidak ada cara yang dia bisa genapi apa yang telah hilang.
Atau apa kiranya seorang
hamba mencuri sesuatu barang dari tuannya?
Bagaimana dia bisa menggantikannya? Dia tidak memilki apa-apa. Karena
semua yang dimilikinya adalah kepunyaan tuannya. Jadi tidak ada caranya dia bisa membuat pembayaran balik.
Hanya satu cara seorang
hamba bisa membayar masanya yang hilang ialah jika ada masa seseorang yang
dikreditkan kepadanya. Hanya satu cara
dia bila mengembalikan apa yang dicuri ialah sekiranya ada seseorang yang
sanggup memberinya wang secara cuma-cuma untuk melunaskan hutangnya.
Kita adalah hamba-abdi
Allah, dan Isa ialah otang yang menyediakan apa yang kita tidak bisa sediakan
untuk diri kita. Melaluinya kita bisa
menerima pengampunan dan penciptaan semula dari Allah Tuan kita yang kita benar-benar
butuhkan.
Rahmat Sebenarnya
Ada yang akan mempertikaikan, “Mengapa tidak saja Allah mencucuri
rahmat-Nya keatas umat manusia dengan mengampuni dosa-dosa mereka, dan tidak
mengutus seseorang untuk mati bagi dosa-dosa mereka?’
Kita telah melihat
dalam cerita mengenai Adam bahwa pengampunan saja tidak mencukupi. Pastinya Allah telah mengembalikan Adam atau
membiarkan dia tinggal di Firdaus jika pengampunan saja sudah cukup. Tapi bila
Adam berdosa, sesuatu yang tidak bisa diperbalikkan terjadi, begitu sekali
tidak bisa diperbalikkan sehingga pengampuan tidak cukup untuk memulihkan Adam
kepada keadaan asalnya.
Ketidak-dapat
diperbalikkan itu ialah Syetan telah menggunakan Hukum Allah untuk menetang
Adam. Syetan menggoda Adam untuk
ingkari batas-batas Allah. Apabila
batas-batas Allah itu dicerobohi, penghukuman tidak bisa dielakkan atau
dibatalkan lagi. Penghukuman itu mesti
dijalankan, jika tidak Allah akan kelihatan sebagai Tuhan yang tidak menepati
kata-Nya. Dosa telah membawa kita
keluar dari batas Allah, dan membuat kita terkunci di bawah penghukuman. Ini adalah hukum dan keadilan Allah. Pertimbangkan yang berikut:
Seorang pemerintah
mengambil keputusan bahwa hukuman bagi semua pengedar narkoba ialah maut. Satu ketika kemudian, dia dapati bahwa
seorang dari keluarganya telah melanggar peraturan yang ditetapkannya itu. Apa reaksi rakyat jika pemerintah itu
membatalkan hukumannya? Hukum-hukum Allah tidak bertentangan dengan keadilan
dan sifat-sifat-Nya. Jika seorang pemerintah di dunia ini menjunjung
peraturannya tanpa mengira bulu, Allah adalah yang teragung dalam keadilan-Nya.
Ada juga yang mungkin
akan bertanya, ‘Jika keadilan harus dijunjung tidak kira dalam apa situasipun,
bukankah ianya tidak adil bagi orang lain yang akan dihukum bagi pihak yang
lain?’ Bukankah tidak adil bagi Isa untuk menderita bagi orang lain?
Pertama: Ianya adalah
tidak adil jika seseorang itu menderita tanpa merelakan kehendaknya. Tapi Isa datang secara sukarela untuk hidup
dalam ketaatan kepada Allah sehingga ke akhir hayatnya agar kita bisa dicipta
semula. Dia mengetahui dan rela menerima penderitaan itu; jadi itu bukan satu
ketidak-adilan.
Kedua: Bila Firman
Allah menjadi manusia, dia menjadi satu dengan kita. Sama seperti kemutlakan manusia hadir dalam Adam yang pertama,
kemuklakan manusia juga hadir dalam Adam yang kedua. Akhli-akhli Sufi mengatakan tentang kesatuan terakhir antara
manusiawi dengan yang ilahi melalui satu pergerakan ke atas jiwa-jiwa dalam
ungkapan berikut:
Karena
kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan ghairah dan kebutuhan-kebutuhan spirituil
penting dan berpengaruh. Maka jika manusia meninggalkan segalanya ini di
belakang dan berterusan bersaksi rahasia itu, yaitu asal-usulnya, maka
kuasa-kuasa rahasia Ilahi akan bermanifestasi di dalamnya, dan baitnya akan
diangkat dari satu tempat yang rendah dan kereputan kemanusiaan kepada
Keteramatan Keluhuran Ilahi.(tanzih[69]). Tuhan menjadi pendengaran dan
penglihatannya, menjadi tangan dan lidahnya.
Sentuhan tangannya akan menyembuhkan yang sakit dan yang berpenyakit
kusta. Pengucapan dari lidahnya akan
menyebabkan benda-benda diwujudkan,
dengan perintah Allah, dan dia menjadi yang
diperkuat oleh Roh Suci sama seperti yang Allah katakan dalam kesaksian Isa,
sama seperti apa yang dikatakan oleh-Nya: ‘Kami perkuatkan Dia dengan Roh Suci.’
Maka kita akan mengerti bahawa Allah berkata benar, dan menuntun ke
jalan yang lurus.[70]
Pergerakan ke atas ini
membuat tangan seorang hamba mennjadi tangan Allah, dan lidah hamba itu menjadi
lidah Allah. Dalam kedatangan Isa dalam
bentuk seorang manusia, pergerakan ke atas ini menjadi satu gerakan
songsang. Daripada seorang hamba
menjadi satu dengan yang ilahi, yang ilahi itu pula yang menjadi satu dengan
hamba tersebut. Jadi Firman Allah yang
ilahi menjadi satu dengan kita, dan menjadi tangan serta lidah kita. Dia
merendahkan dirinya dan memjadi kemanusiaan kita. Dia menjadi satu dengan kita, bukan’satu lagi’. Dalam arti kata
lain kita telah dihukum di dalamnya.
Dia adalah ‘bagian belakang’, bagian belakang kita, yang menanggung semua hukuman Allah yang dituntut oleh
hukum-hukum keadilan Allah. Dia adalh Kepala, kepala kita, yang mengambil semua pukulan Keadilan Allah. Dia menjadi satu dengna kita supaya dia
menjadi bagian tubuh kita yang menerima penghukuman dan kesakitan itu. Jadi
kita adalah selamat di dalamnya,
ketika Allah mencurahkan penghukuman-Nya ke atas dirinya.
Inilah yang dikatakan
rahmat sebenar. Sesungguhnya kata
rahmat (rahmah) itu diambil dari kata
dasar rahim (rahm). Dan itulah sebenarnya tugas satu rahim – ia
melindungi dan menyediakan semua zat makanan yang diperlukan semasa janin itu
disempurnakan dalam penciptaannya. Ini sama dengan satu ciptaan baru. Di dalam dia, yakni Isa Al Masih, kita
menerima perlindungan dari penghukuman yang adil itu, dan menerima zat makanan
semasa kita dicipta-semula untuk kehidupan yang kekal. Dalam dia menjadi seorang manusia, dia
menjadi daging dan darah kita. Dia
tidak lagi sebagai ‘yang satu lagi’ dan dengan itu adalah adil dan saksama
baginya untuk menaggung penderitaan kita.
Allah memandang bahwa itu adalah adil dan saksama untuk umat manusia
menderita karena perbuatan ingkar Adam yang pertama, karena kita adalah satu
dengannya. Allah juga memandang bahwa
ianya adil dan saksama bagi Adam yang kedua menderita untuk perbuatan-perbuatan
umat manusia, karena dai (Isa Al Masih) menjadi satu dengan kita.
Dalam Isa, Allah
menetralkan atau meniadakan ketidak-adilan dan kejahatan dosa Adam. Dosa adalah sesuatu yang sentiasa tidak adil
untuk mereka yang melakukannya, untuk orang disekelilingnya dan kepada
Allah. Sama seperti keingkaran Adam
membawa kepada ketidakadilan yang kejam, ketaatan Isa membawa kepada rahmat dan karunia kepada orang-orang yang
bersalah, yang berdosa menurut pilihan mereka.
Sama seperti dosa selalu melanggar yang tidak bersalah, karunia
melimpahkan rahmat keatas yang bersalah.
Jadi Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan mencurahkan karunia-Nya.
Jika kita berbaik
dengan mereka yang baik kepada kita, kita hanyalah membayar hutang-hutang
kita. Jika kita mengampuni mereka yang
melukakan hati kita, kita hanyalah membatalkan hutang-hutang mereka. Jika kita
bertindak penuh kemurahan kepada
mereka yang melukakan kita, maka kita bukan saja membatalkan hutang-hutang
mereka, bahkan lebih daripada itu, kita memberi mereka status persahabatan. Daripada melayani mereka sebagai orang yang
di dalam ‘zon merah’, kita dengan murah hati memberi mereka ‘kredit’. Dalam hal ini, keadilan bukan satu yang
berlawanan dengan ketidak-adilan, tapi ia adalah karunia. Karunia adalah imej pembalikan dan bertentangan
dengan ketidak-adilan. Ketidak-adilan
merampas apa yang ada pada mereka yang tidak bersalah, sedangkan karunia ialah
melimpahi kepada yang bersalah apa yang dia tidak layak menerimanya.
Beginilah Allah
memperlakukan kepada kita. Menurut
kekayaan-Nya, Dia mencurahkan berlimpahan karunia-Nya kepada kita, orang-orang
yang berdosa, bila Isa Al Masih menderita bagi semua umat manusia.
Suatu Pelajaran Dari Alam
Pencapaian Allah dalam Isa, Adam yang baru itu adalah sejajar dengan
hukum-hukum Allah. Peristiwa berikut
menggambarkan bagaimana perkenalan Allah tentang Adam yang baru dan sempurna
itu membawa kepada ciptaan baru dan memberikan satu sifat dasar yang baru
kepada mereka yang percaya akan Isa Al Masih.
Di bawah ini adalah
kejadian sebenar yang dilaporkan dalam sebuaah koran:
Seorang wanita, 19,
hari ini telah menerima satu transplantasi tulang sumsum yang berpotensi
menyelamatkan hidupnya dari adik bayi perempuannya, yang dikandung ketika tidak
seorang pendermapun yang bisa diketemui. Marissa Eve Ayala dikandung 23 bulan yang sudah untuk
menyelematkan kakanya Anisa, yang mengidap penyakit leukimia. Para doktor di City of Hope National Medical
Centre di California berjaya mengambil tulang sumsum dari Marissa yang berusia
14 bulan, dan transplansikannya tanpa sebarang kesulitan.
Ini adalah suatu cerita
yang menakjubkan. Seorang wanita muda
menderita penyakit leukimia an membutuhkan transplansi/pemindahan tulang sumsum
dengan segera, tapi tidak bisa dibantu karena tidak ada seorangpun yang
mempunyai tulang sumsum yang cocok dan sihat bisa dicari. Hanya ada satu
peluang saja – orang tua wanita tersebut bisa mencuba untuk melahirkan seorang
anak dengan harapan ianya akan mempunyai tulang sumsum yang cocok. Jadi selepas hampir dua puluh tahun
perkahwinan mereka, keduanya mengambil keputusan untuk cuba mendapatkan seorang
lagi anak. Bila anak perempuan kedua
mereka dilahirkan, ternyata pemeriksaan menunjukkan bahwa tulang sumsumnya
adalah cocok untuk anak pertama mereka.
Dengan gembira, tulang sumsum itu memberi satu peluang kepada si pesakit
untuk sembuh.
Seluruh umat manusia
adalah seperti orang yang menderita penyakit leukimia itu. Dalam penyakit itu, apa saja tulang sumsum
yang berfungsi membentuk darah itu keluarkan akan dijangkiti. Hanya satu harapan saja ialah melalui
transplansi tulang sumsum. Penyembuhan
harus datang dari luar karena semua yang datang dari dalam sudah tercemar atau
dijangkiti.
Tapi bukan sembarangan
sumsum boleh digunakan. Tidak ada
gunanya melakukan transplansi/pemindahan jika sumsum yang tidak cocok atau yang
telah dijangkiti dimasukkan kepada orang yang menderita itu. Untuk mendapatkan satu pemindahan yang
berjaya, dua syarat haru dipenuhi: sumsum yang yang dipindahkan haruslah cocok
dengan si pesakit dan ianya mestilah tidak berpenyakit.
Semua keturunan Adam
adalah orang-orang berdosa. Kita tidak bisa menghasilkan penyembuhan kita
sendiri. Penyelesaiannya mestilah
datang dari luar: dari Allah. Dan sama
seperti sumsum tulang yang akan dipindahkan mestilah cocok dengan sumsum si
pesakit, begitu juga dengan Firman Allah yang harus datang ke dala dunia dalam
bentuk seorang manusia. Jika dia datng
dalam bentuk kemuliaan tingginya sebagai Firman Allah yang Kekal, ianya tidak
akan cocok.
Begitu juga, sama
seperti sumsum tulang yang akan dipindahkan itu mestilah sempurna dan tidak
berpenyakit. Begitu juga dengan Firman Allah yang harus hidup dalam satu
kehidupan yang sempurna di atas bumi.
Jika dia berdosa walaupun sekali, maka penciptaan semula suatu ciptaan
baru di dalam diri kita akan menjadi suatu yang mustahil.
Pilihan Paling Jelas
Bila manusia tidak percaya kepada Isa Al Masih Firman Allah itu, mereka
sebenarnya sedang membuat satu pilihan moral, karena mereka menolak pilihan
Allah.
Jika Allah sendiri
merasa senang dengan Isa Al Masih sehingga Dia membangkitkannya dari mati dan
mengangkatnya ke sisi-Nya, mengapa ada manausia yang mau menolak Isa dari hidup
mereka? Jika Allah mengasihi Al Masih lebih dari segalanya, dan mengangkatnya
di atas segalanya, mengapa ada manusia yang bisa mengabaikan dan mengapkirkan
dia? Jika manusia menolak kesaksian Allah mengenai rencana dan perbekalan-Nya
dalam Isa Al Masih, maka mereka berkelakuan seperti Adam, yang percayakan
Syetan dan dengan perbuatan-perbuatan mereka yang menganggap Allah sebagai
pendusta (sekali-kali tidak!).
Dia kini ada bersama
Allah, dan untuk memikirkannya sama dengan untuk memikirkan Allah. Allah memberinya kedudukan yang tertinggi
mungkin. Apakah tempat yang anda akan
berikan kepadanya?
Untuk memandang dia
ialah untuk mengangkat tinggi muka (wajah) seseorang dan penuh dengan harga
diri yang Allah memperuntukkan untuk semua umat manusia. Jika Allah
meletakkannya lebih tinggi dari semua manusia, bisakah manusia menyamakannya
dengan penghuni-penghuni liang kubur?
Untuk menyamakan dia dengan penghuni-penghuni liang kubur adalah untuk
menentang tujuan dan maksud Allah.
Isa adalah Daging
kehidupan dan kekayaan Allah yang membuahkan harga diri, ibadah sebenar,
kegembiraan, kehidupan kekal dan penerimaan serta pengampunan dari Allah. Dia adalah Adam yang baru yang didalamnya
Allah telah mendapat kemenangan penciptaan-semula. Dia adalah Pemulih Agung yang membuka jalan untuk kita kembali
kepada Allahh dan Hadirat-Nya.
Adam tidak mempercayai
Allah tapi sebaliknya memilih untuk
mendengar musuh Allah. Dan kita
juga mempunyai pilihan yang sama.
Samada kita memilih untuk mempercayai penyediaan Adam Baru, Isa Al
Masih, Firman dan Roh Allah itu; atau kita abaikannya.
Manusia adalah
satu-satunya makhluk ciptaan Allah di bumi ini yang diberi akal dan kebolehan
untuk mengumpul pengetahuan, dan satu jiwa (hati) yang berupaya untuk
menyebelahi Allah atau membelakangi-Nya.
Allah tidak memberi kita pemberian dan hadiah ini dengan sia-sia. Ini adalah kunci untuk kelangsungan
hidup yang kekal bagi setiap orang
manusia. Manusia diciptakan Allah untuk mengenali Allah dan menyerahkan diri
mereka kepada kehendak-Nya.
Isa Al Masih adalah satu-satunya
yang Allah asingkan, diangkat tinggi, dan diistiharkan sempurna serta tidak
ada tandingannya . Tidak ada seorangpun yang dapat menandingi dan menyamai
dengannya di segala sesuatu.
Penyediaan Allah dalam
Isa Firman-Nya, memenuhi kerinduan-kerinduan manusia yang diletakkan oleh Allah
di dalam setiap orang. Jika Isa tidak
mengecewakan Allah, apakah dia akan mengecewakan mereka yang menaruh harapan di
dalamnya?
Dalam nur cahaya
rencana penyelamatan Allah yang dipenuhi melalui Firman-Nya Isa Al Masih itulah
kita mengerti dan paham mengapa Isa Al Masih diistiharkan tidak ada tandingan
dalam segala segi:
Jika tidak ada orang lain yang dilahirkan oleh seorang
perawan[71],
itu adalah karena Allah memperkenalkan Adam yang baru dan sempurna.
Ia juga karena tidak ada orang lain yang pernah
digambarkan sebagai tidak berdosa, paling suci[72] dan
diberkahi.[73]
Jika tidak ada orang lain yang ditentang dengan begitu
hebat seperti Isa[74],
itu adalah karena ketaatannya kepada Allah adalah sempurna hingga ke akhir
hayat.
Jika tidak ada orang lain yang melakukan segala
mujijat yang Isa lakukan[75],
itu adalah karena Allah mempertunjukkan kuasa Isa untuk menjadi perantara.
Jika tidak ada orang lain yang membangkitkan orang
mati[76]
dengan ucapan kata atau mencipta[77]
seperti yang dilakukan oleh Isa, itu adalah karena Allah menunjukkan kepada
seorang yang mempunyai kunci-kunci kepada nafas-nafas manusia dan akan
membangkitkan mereka di akhirat nanti.
Jika tidak ada orang lain yang dinubuat oleh nabi-nabi
lain sebelumnya[78],
itu adalah karena Allah mengatakan bahwa inilah orang yang paling signifikan
yang kita harus memberi sepenuh perhatian kepadanya.
Jika tidak ada orang lain yang dipercayai serta
diperkenalkan dengan persujudan seorang nabi lain[79] (yakni
Yahya),itu adalah karena Allah mau kita mengikuti contoh Yahya.
Jika tidak ada orang lain yang diberi pembukaan
rahasia yang lengkap oleh Allah[80],
itu adalah karena Allah mau kita merasa puas oleh dia seorang saja.
Jika tidak ada orang lain yang menikmati kehadiran Roh
Suci yang berterusan[81],
itu adalah karena Allah merasa senang dengan ketaatan Isa.
Jika tidak ada orang lain yang telah diangkat untuk
berada di sisi Allah[82],
itu adalah karena Allah mengistiharkan Isa sebagai Halal Allah untuk kita semua, dan semua rekod-rekod lama sudah
dilenyap bersih.
Jika tidak ada orang lain yang berkongsi bersama Isa
sebagai Pengetahuan Hari Kiamat[83],
dan tidaka ada orang lain yang berkongsi dalam tugas menghancurkan si Dajjal[84],
itu adalah karena bila Isa datang kembali, dia akan kembali untuk menghakimi
semua kejahatan, tidak kira betapa berkuasanya kejahatan itu.
Jika tidak ada orang lain yang digambarkan sebagai
yang paling unggul di dunia ini dan dunia yang akan datang[85], dan tidak
ada orang lain yang disamakan dengan Malaikat Jibril[86], dan Kitab
Allah[87],
itu adalah karena Allah mau kita menghargai dia dan tidak perlu melihat yang
lain kecuali dia saja.
Jika tidak ada orang lain yang kata-katanya berkuasa
memberi kehidupan kekal dan membersihkan manusia dari dosa-dosa[88],
itu adalah karena dengan sebab itulah mengapa dia datang.
Jika tidak ada orang lain yang dipersembahkan sebagai
contoh yang tertinggi menurut Al-Qur’an[89],
itu adalah karena supaya kita bisa mencontohinya.
Jika tidak ada orang lain yang miskin sepertinya,
namun kaya dalam Allah[90]
seperti Isa, itu adalah karena agar kita bisa berkongsi kekayaannya dalam Allah.
Jika tidak ada orang lain yang dinamakan ‘Isa’ oleh
Allah, yang berarti ‘Juruselamat’[91],
itu adalah karena dialah satu-satunya yang menyelamatkan manusia dari dosa dan
Neraka.
Jika tidak ada orang lain yang dipanggil oleh Allah
sebagai ‘Al Masih’, yang berarti raja[92], itu adalah
agar kita bisa nobatkan dia di dalam kehidupan, hati dan pikiran kita.
Jika tidak ada orang lain yang dipanggil oleh Allah
sebagai ‘Firman Allah’ dan ‘Roh Allah’, itu adalah karena Allah mau kita
mengetahui kesatuan (wahidah) dalam perhubungan antara Isa dan Allah supaya
bila kita menyerahkan diri kita kepada Isa Al Masih, kita akan tau kita
menyerahkan diri kepada Allah sendiri, dan melaluinya kita bisa mendekati Allah.
Ianya amat sukar untuk memilih antara dua pilihan yang sebanding, tapi bila kita mempunyai hanya satu pilihan, dan ianya adalah yang terbaik, maka keputusan itu akan menjadi senang. Ini sesungguhnya adalah rahmat. Ianya adalah rahmat Allah. Bila seorang manusia memilih Isa Al Masih, dia bersetuju dengan Allah, karena sesungguhnya Isa Al Masih adalah pilihan Allah untuk umat manusia.
[1] Al-Qur’an, 95:4,5.
[2] Al-Qur’an, 95:4,5.
[3] Al-Qur’an, 1:5.
[4] Sahih Muslim, terjemahan
dalam Bahasa Inggeris oleh Abdul Hamid Saddiqi, Hadis No. 6809.
[5] Al-Qur’an, 2:35.
[6] Al-Qur’an, 7:23.
[7] Al-Qur’an, 2:229.
[8] Al-Qur’an, 5:29, 30. Lihat
juga 14:22; 18:29: 7:44; 2:124.
[9] Al-Qur’an, 4:119.
[10] Razi, at-Tafsir al-Kabir,
mengulas ayat Al-Qur’an, 36:60.
[11] Al-Qur’an, 18:57.
[12] Al-Qur’an, 36:77, 78
[13] Al-Qur’an, 7:50, 51.
[14] Al-Qur’an, 9:67.
[15] Al-Qur’an, 25:18.
[16] Al-Qur’an, 38:26.
[17] Al-Qur’an, 59:19.
[18] Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas ayat Al-Qur’an, 36:60.
[19] Al-Qur’an, 95:4, 5.
[20] An-Nozom Al-Fanni Fil Qur’an,
hal. 355.
[21] Baidawi dan Nasafi, mengulas ayat Al-Qur’an,
95:4, 5.
[22] Al-Qur’an, 4:145.
[23] Al-Qur’an, 7:13.
[24] Al-Qur’an, 9:40.
[25] Al-Qur’an, 88:8-10.
[26] Al-Qur’an, 20:123. Lihat
juga ayat 2:36,38; 7:24.
[27] Ikhwan al-Safa, Dar irut lel-Teba’a wal-Nashir, Birut, 1957, Vol
IV, hal. 166.
[28] Irshad as-Sary le-Sharh Sahih
al-Bukhary, Jilid 9, hal. 357.
Lihat juga Sahih Bukhary,
Bagian 8, Bab Tahaag Adam wa Musa.
[29] Razi, at-Tafsir al-Kabir,
mengulas ayat Al-Qur’an, 21:83
[30] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
[31] Ibn ‘Araby, Fotuhat Makkiah, 2:49
[32] Tirimizi, Kitab Khatm
al-AwiliyaI, Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial Catholique, Beirut, hal.
161.
[33] Ayoub, Mahmoud M, ‘Towards an
Islamic Christology II’, Yhe Muslim World,
Vol. LXX, No.2, April 1980, hal. 93.
[34] Ibn ‘Araby, Al-Fotuhat Al-Makkiah, 2:51-52.
[35] Ibn ‘Araby, Al-Fotuhat Al-Makkiah, 2:49-50.
[36] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 4:170.
[37] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 5:113.
[38] Razi, at-Tafsir al-Kabir,
mengulas ayat Al-Qur’an,3:39.
[39] Razi, at-Tafsir al-Kabir,ulasan ayat Al-Qur’an
3:52.
[40] Al-Qur’an, 17:13-15.
[41] Al-Qur’an, 35:18.
[42] Qatarby, mengulas ayat Al-Qur’an
35:18.
[43] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:45.
[44] Galalan, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:45.
[45] Razi, at-Tafsir al-Kabir,
mengulas ayat Al-Qur’an, 3:45.
[46] Qartaby, mengulas ayat Al-Qur’an, 35:18.
[47] Dr. Paul Brand & Philip Yancey, In
His Image, Hodder and Stoughton, London, 1984, hal. 85.
[48] Al-Qur’an, 2:173. (Arberry).
[49] Al-Qur’an, 37:102-107.
[50] Al-Qur’an, 6:101
[51] Al-Qur’an, 72:3.
[52] Al-Qur’an, 43:81.
[53] Al-Qur’an, 39:4.
[54] Al-Gawab Al-Mostaqim, kertas
242.
[55] Tirimizi, Kitab Khatm al-Awliya,
Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial catholique, Beirut, hal. 161.
[56] Fotuhat Makkiah, 2:49.
[57] Tirimizi, Kitab Khatm al-Awliya,
Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial catholique, Beirut, hal.
161.
[58] Dr. Abu al-‘Ala ‘Afifi, mengulas Fusus
al-Hikam, Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1980,
hal. 184.
[59] Dr. Abu al-‘Ala ‘Afifi, mengulas Fusus
al-Hikam, Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1980,
hal. 180
[60] Abd Al-Karim Al-Gilani, The
Perfect Man, jilid 2, hal. 8, al-Matba’ah al-Azhareiah, Cairo, 1328H.
[61] Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal.
171.
[62] Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal.
171.
[63] Ibn ‘Arabi, dipetik oleh Qashani, atas Fusus al-Hikam, hal. 172.
[64] Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal.
172.
[65] Qashani, mengutip Ibn ‘Arabi ketika memberi mengulas Fusu al-Hikam, hal. 171.
[66] Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal.
171.
[67] Al-Qur’an, 2:260.
[68] Ghazali, Ihy’a Uloum ed-Din, Dar
al-Kotob al-‘Elmeyah, Beirut, Jilid I, Kitab Adab al-‘Ilm, hal. 147,148.
[69] Perkataan Arab ini bermakna ‘pengasingan elemen anthropomorfisdari
konsep ketuhanan’ (The Hans Wehr
Dictionary of Modern Written Arabic, suntingan J M. Cowan, Edisi 3, Spoken
Language services, Ithaca, New York, 1976).
[70] Abd Al-Karim Al-Gilani, The
Perfect Man, Jilid 2, Al-Matba’ah Al-Azhareiah, Cairo, 1328H, hal. 9.
[71] Al-Qur’an, 3:45-47.
[72] Al-Qur’an, 19:19.
[73] Al-Qur’an, 19:31.
[74] ‘Abd at-Tafahum’, The Muslim
World, Vol. Xivi, no. 2, April 1956, hal. 133.
[75] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
2:253.
[76] Al-Qur’an, 3:48, 49; Lihat juga
Al-Qur’an, 5:110.
[77] Al-Qur’an, 3:49. Lihat juga
Al-Qur’an, 5:110.
[78] Razi, at-Tafsir al-Kabir,
mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
[79] Ibid., mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
[80] Al-Qur’an, 3:48.
[81] Razi, mengulas ayat Al-Qur’an, 2:87.
[82] Al-Qur’an, 3:55.
[83] Al-Qur’an, 43:61.
[84] Sahih Muslim, (Edisi Bahasa
Arab), Bagian 9, Hadis no. 34-(2897).
[85] Al-Qur’an, 33:69.
[86] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
5:113.
[87] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:39.
[88] Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
5:113.
[89] Al-Qur’an, 43:57.
[90] Razi, mengulas ayat Al-Qur’an, 19:19.
[91] Qasemi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:45.