Respons Dr.Wiliam Campbell kepada Propoganda dan
Tuduhan-tuduhan Palsu Maurice Bucaille.
Drs.William Campbell menjawab tulisan dan tuduhan-tuduhan yang tidak berasas yang terkandung di dalam buku Maurice Bucaille serta dakwahannya mengenai Kitab Suci Injil dan Al-Kitab. Drs.Campbell telah buat pengkajian serta penyelidikan beliau secara mendalam selama tiga tahun lebih kepada kandungan tulisan Bucaille itu sebelum beliau menulis jawaban dan responsnya kepada segala dakwahan itu. Dr.Campbell telah menemui banyak salah-tafsiran dan dakwahan yang tidak berasas kepada AlKitab dan Kitab Suci Injil sambil beliau membuat penyelidikannya atas buku Bucaille. Disinilah sajian hasil pengkajian beliau yang telah cukup mengutip dari sumber-sumber ilmiah yang lain.
BAHAGIAN I BAB I
Beberapa Asumsi Dasar Kalam Allah
Setiap penulis, pembaca, dan insan yang ikut ambil bagian dalam penulisan buku ini telah memberikan beberapa pengertian yang dianggapnya benar. Kadang-kadang pendapat seperti ini bisa dibuktikan kebenarannya dengan mengkaji satu atau sejumlah peninggalan purbakala dan satu atau beberapa dokumen sejarah. Namun acapkali pengertian semacam ini sulit diabsahkan kebenarannya dan oleh karenanya disebut prasuposisi, pra-sangka dan pra-yurdis.
Sebagai contoh, saya berpendapat bahawa benda adalah nyata hakiki. Kertas kerja atau risalah ini, misalnya. Saya yakin benda yang namanya kertas ini memang ada keberadaannya di alam semesta ini. Keyakinan saya terhadap keberadaan risalah inilah yang saya maksud dengan prasuposisi (andaiannya).
Ketika saya kuliah di universitas profesor saya yang bercerita tentang Zenon, seorang ilmuwan dari Yunani. Ia percaya bahwa dunia ini hanya merupakan suatu ilusi belaka. Saya bertanya kepada dosen, "Bagaimana ia bisa menikmati hidupnya kalau ia menganggap hidup ini hanya suatu ilusi belaka?"
Dia dengan santainya menjawab, "Mengapa tidak?" Tak bisakah kamu menikmati ilusi? Dia (dosen) tentu saja tak bisa salah. Menurutnya, tak ada alasan mengapa kita tak bisa menikmati ilusi. Tak ada teori manapun yang menyatakannya. Kita menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melamun. Pandangan tersebut tak sesuai dengan prasuposisi saya pribadi bahwa dunia itu nyata. Hal inilah yang menjadikan masalah bagiku. Asumsi dasar ini adalah sama bagi kaum Muslimin, Kristiani, dan Yahudi. Ketiganya percaya bahwa Allah itu ada. Dia adalah pencipta alam semesta. Alam yang nyata, bisa diraba dan dirasakan.
Bilamana pengertian dasar atau prasuposisi kita tak sama, kita bisa dihadapkan pada beberapa persoalan. Seorang Maroko, pada suatu hari menjumpai say untuk berkonsultasi medis. Ketika saya menanyakan pekerjaannya, dia menjawab dia seorang ulama. Kami sempat berbincang-bincang sedikit mengenai Injil, dan kemudian ia mengundang saya kerumahnya untuk meneruskan diskusi. Kami asyik membicarakan sebuah istilah, yaitu "Al-Masih". Kata tersebut terdapat dalam Injil Yohanes 1:41, dan aslinya berasal dari bahasa Yahudi "Mashiakh" yang dalam bahasa Arabnya adalah Al-Masih dan dalam bahasa Inggrisnya "Messiah". Ulama tersebut membantah, "Tidak, itu adalah nama lain dari Nabi Muhamad . Dia nabi yangpunya banyak nama. Kami berdebat cukup lama dan akhirnya saya berkata, "Baiklah, mari kita pergi lihat munjid. Saya yakin kamu punya munjid bahasa Arab : namun ia menolaknya :Jangan hal itu tak boleh kami lakukan,: kata dia (orang Maroko). "Mengapa tidak, saya yakin kata tersebut ada dalam kamus (munjid)." "Jangan! Kita tak boleh melakukannya, ia mengulangi pernyataannya. Saya berkata," Saya tak ikut dalam membuat kamus itu. "Ya, bapak ikut karena kamus tersebut ditulis oleh seorang Kristiani seperti bapak". Itulah akhir dari percakapan kami.
Satu-satunya kamus yeang beredar di pasaran bebas di Maroko 25 tahun yang silam ditulis oleh seorang Katolik di Libanon. Kamus bahasa Arab ini dianggap kurang bermutu. Kami tak diperbolehkan menggunakan kamus bila terjadi ketidak-sepakatan terhadap arti suatu kata, bagian adat kami. Jadi disini kita tidak memiliki dasar asumsi yang sama terhadap keabsahan kamus tersebut diatas.
Arti Kalam Allah
Dari contoh diatas jelasnya bahwa supaya bisa berlangsung suatu diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan, kita harus mempunyai pemahaman yang sama terhadap arti suatu Kalam Allah. Masalah seperti ini seringkali muncul dalam tulisan Dr. Bucaille. Sebagai contoh saat ia membahas arti dari beberapa kata Yunani, yaitu laleo, akano dan parakletos, diperlukan empat lembar halaman sendiri. Jadi bagaimana kita menentukan arti Kalam Allah? Dan bagaimana kita membuat kamus?
Jawabnya ialah kamu dan saya. Kita yang membuatnya. Para ahli bahasa membedakan bahasa lisan dari bahasa tulis. Kita menggunakan metoda yang dipakai dalam bahasa tulis karena kita membicarakan Al-Quran karim, dan Alkitab. Keduanya merupakan bahasa tulis.
Dr. S. I. Hayakawa, seorang pakar ilmu bahasa dan guru besar bahasa Inggris di universitas San Fransisco mengambarkan proses pembuatan kamus:
"Mari kita lihat proses pembuatan kamus. Pembuatan kamus dimulai dengan membaca berbagai macam literatur sesuai dengan bidang dan kurun waktunya. Redaksi membacanya seluruh literatur tsb, kemudian menulis setiap kata yang menarik atau jarang pemakainnya, kata-kata aneh, kata-kata yang kusus pemakaiannya maupun kata-kata yang umum dipakai dalam kehidupan sehari-hari pada lembaran kertas kartun berbentuk kartu." Lihat contoh berikut:
The dairy pails bring home increase of milk |
Jadi dengan perkataan lain, kata-kata dikumpulkan berdasarkan penggunaan dalam kontek kalimat. Bila proses pengumpulan dan pemilihan kata sudah selesai. Langkah selanjutnya kutipan kalimat yang mengandungi kata-kata tersebut dituliskan pada lembaran kartu yang bisa mencapai 200 - 300 jumlahnya.
Untuk memberikan arti terhadap kata-kata yang telah dikumpulkan, redaksi kemudian mengurutkannya kartu kartu tersebut masing-masing berisikan kata yang bersangkutan beserta penggunaannya dalam kontek kalimat. Kata-kata tersebut diambilkan dari karya sastra maupun dokumen historis yang ditulis oleh pengarang maupun penulis sastra di masa silam. Ia dengan cermatnya membaca lembaran kartu-kartu tersebut, memisahkan yang tak perlu serta memilahkannya berdasarkan kutipan-kutipan tadi dengan ketat.
Pembuatan kamus oleh karenanya bukanlah merupakan suatu pekerjaan membuat pernyataan-pernyataan yang bermakna, melainkan merupakan kegiatan menulis sesuai dengan kemampuan pembuatnya berbagai kata yang dipakai penulis dimasa lampau.
Penulis adalah sejarawan, bukan pembuat undang-undang."
Arti Berdasarkan Penggunaan
Sebagai contoh menentukan arti berdasarkan penggunaan, mari kita amati kata berikut al-wizr (bahasa Arab yang artinya beban), al-wazira (yang menanggung beban) dan wazara (menyandang). Kata al-wizar adalah dasar al-wazira adalah kata benda dan wazira adalah kata kerja, Kata tersebut dipakai 24 kali dalam konkordansi Quran. Ayat pertama yang akan kita bicarakan ialah surat Ta-ha 20:87, Mekka pertengahan, yang membicarakan umat Bani Israil membuat patung sapi dari emas.
"Mereka berkata: Aku tak mengingkari janjiku terhadapMu, sepanjang kekuasaan ada padaku: namun aku mengurangi sebagian atau seluruhnya beban yang ditanggung oleh wazira "
Bila kita menuliskan kutipan ayat tersebut pada sebuah lembar kartu berukuran 8 x 13 cm, kita harus memilah-milahkan kata berdasarkan artinya. Misalnya, wizr atau beban berarti sesuatu yang harus ditanggung, mungkin juga berarti sesuatu yang berat atau sukar dan harus ditanggungnya mau atau tak mau.
Berikut ini diambilkan dari Surat Muhamad 47:4 yang ditulis pada tahun 1 al hijriah di mana kaum Muslimin harus berperang melawan penghujat sehingga mati.
" kemudian baik kemurahan hati maupun jatah: hingga Allah meridhoi kamu untuk berperang untuk menguji satu dari yang lain. Namun bagi mereka yang mati karena Dia akan dikenang amal perbuatannya."
Di sini wazira mempunyai arti baru yang sulit dipahami, dari kontek kalimat seutuhnya kita bisa memahaminya yaitu terluka dan mati dalam perang dan mungkin rasa sedih akibat kehilangan karib dan kerabat yang disayangnya.
Berikut ini adalah kata-kata Arab yang dituliskan pada lembaran kartu berukuran 3 x 5 cm. Bahasa Indonesia yang dicetak miring menandai kata-kata yang sedang kita pelajari.
Faathir (Pencipta), Surat 35:16, 18, Mekkah awal :
"Bila Dia berkenaan, ia mampu membinasakannya dan mengantikannya dengan ciptaan baru. Tak ada wazira yang mampu mengurangi sebagian atau seluruhnya beban yang ditanggung wazira lain. Bila seorang wazira memanggil wazira lain untuk menolongnya mengurangi bebannya sebagian atau seluruhnya maka akan sia-sia belaka walaupun mereka saudara kembar."
Al-Najim (Bintang) Surat 53:36-41, Mekkah awal :
"Tidak, apakah Dia tidak tahu apa yang tertulis dalam Taurat tulisan Musa dan Abraham mengenai penggenapan janji Dia, yaitu tak ada wazira yang sanggup mengurangi beban sebagian atau seluruhnya yang ditanggung oleh wazira lainnya dan bawa manusia tak patut mendapatkan sesuatu selain yang semestinya ia dapatkan dan karenanya dia akan diberi ganjaran lahir batin.
Thaahaa, Surat 20:100 102 Mekkah pertengahan :
"Bila dia berpaling dari Kalam Allah, maka ia akan menanggung beban pada hari penghakiman. Mereka akan menggerutu pada hari itu, hari saat nafiri dibunyikan sebagai tanda kemenangan Dia.
Al-Anam (Binatang), Surat 6:31, Mekkah akhir :
Hilanglah dia yang berbuat salah di mukaNya bila tiba waktunya dia berkata malanglah nasibnya karena tak tahu bahwa wazira tak bisa/mampu mengurangi sebagian atau seluruhnya beban wazira lain yang dipikul di pundaknya karena sangat berat.
Surat 6:164, Mekkah akhir :
Semua umat memperoleh ganjaran setimpal dengan perbuatannya. Tak ada wazira yang sanggup mengurangi beban wazira lain baik sebagian maupun seluruhnya.
Al-Zumsr, Surat 39:7, Mekkah akhir : (Rombongan)
"Bila dia berkianat Allah yang serba berkecukupan tak suka dia. Dia berkenan dengannya bila ia berterimakasih padanya. Karena tak ada wazira yang mampu menolong mengurangi beban wazira lain sebagian ataupun seluruhnya yang ditanggung di pundaknya.
Pada akhirnya kepada Allahmu kamu berpaling karena Dia tahu perbuatanmu. Ia tahu isi hatimu "
Al-Nahi (Lebah), Surat 16:25, Mekkah akhir :
"Biarlah mereka menanggung beban seluruhnya pada hari penghakiman dan sebagian beban bagi mereka yang tak tahu."
Bani Israil, Surat 17:13-15, -1 AH :
"Nasib manusia telah dikalungkan pada leher Dia. Pada hari penghakiman Dia akan membukakan buku catatan perilaku baik dan buruk dimukanya. Dia akan disuruh membaca bukunya. Ia cukup mampu untuk menghadapi pengadilan. Siapa yang mendapat pejuntak terimalah demi kebaikannya. Dia yang menyimpang akan hilang. Tak ada wazira yang sanggup mengurangi sebagian atau seluruh beban yang dipikul wazira lain di pundaknya."
Jelaslah bila kita membandingkan ayat-ayat di atas satu persatu, kata wazira berarti beban yang ditanggung wazira lain. Beban ini akibat perbuatan setiap insan dan semua perbuatan tersebut dituliskan pada buku catatan perilaku baik dan buruk yang harus dibacanya. Buku tersebut diletakkan di pundaknya sendiri. Dia tahu apa yang ada dalam hatinya. Jadi beban di sini adalah dosa setiap insan.
Pada lembaran kartu yang berukuran 8 x 13 cm yang telah disebut berulangkali, kata wizar yang di Arab Saudi dipakai tanpa huruf a (wzr) oleh suku Kuraishi pada masa hidup Nabi Muhamad S.A.W, kita akan temukan daftar kata-kata berikut:
beban, berat, beban (psikologis maupun phisik), dosa, dosa psikologis atau fizik, menyanggah atau menyangkal Allah.
Bila kita membuka kamus bahasa Arab modern yang ditulis oleh Hans Wehr, kita temukan kata Wizar dengan pengertian sbb:
beban berat, beban, dosa, kejahatan, tanggung jawab dan rintangan.
Kita tak menggunakan kata wizar dengan arti tanggung jawab, namun dalam arti beban berat, beban dan dosa.
Dalam kamus ta uf kita temukan beberapa catatan tentang ayat-ayat tersebut yang menyatakan wazira yang mampu mengurangi sebagian atau seluruh beban yang ditanggung di pundak wazira yang lain, walaupun saudara kembar. Masing-masing wazira akan dihukum sesuai dengan perilaku baik dan buruk yang tertulis dalam bukunya.
Bila wazira satu mencelakkan wazira yang lain maka dia akan mendapat tambahan hukuman dan wazira yang dicelakakan hukumannya tetap. Ayat-ayat tersebut tak membicarakan apakah wazira yang dosanya telah dikurangi sebagian atuapun seluruhnya oleh Dia kakan mampu untuk menolong wazira yang dosanya belum dikurangi sebagian atau seluruhnya oleh Dia.
Bahasa Terus Berubah
Prof. Ferdinand de Saussure pada tahun 1910-1911, seorang pelopor linguistics modern, berkabangsaan Swiss menyatakan ungkapan berikut:
"Bahasa terus berubah dipengaruhi oleh banyak faktor yang bisa mengubah bunyi maupun arti. Perubahan seperti ini sangat penting atau fatale dalam bahasa Perancis. Perubahan seperti ini terjadi dalam setiap bahasa tanpa ada kecuali."
Seorang ahli linguistik Perancis, Andre Martinet mengulangi pernyataannya yang serupa dalam bukunya yang berjudul "Unsur-unsur Linguistik Umum" yang diterbitkan pada tahun 1964. Ia menulis :
"Kita harus ingat bahwa bahasa berubah, tak pernah berhenti fungsinya, serta bahasa (setiap bahasa) yang kita gambarkan mempunyai fungsi yang selalu mengalami proses modifikasi."
Berpaling kebelakangan sekitar 500 tahun silam misalnya, kata hood memiliki arti baku. Sekarang kata tersebut berarti mesin mobil atau juga bisa berarti pencuri mobil.
Dalam bukunya yang berjudul "Semantik Dan Penalaran", Lewis B. Soloman, Prof. Bhs. Inggris pada Universitas Brooklyn dengan jelas menyatakan hanya ada satu cara untuk menentukan arti suatu kata, yaitu ditentukan berdasarkan pada pemakai bahasa tersebut:
"Arti baku dari suatu kata yang hidup pada kurun waktu tertentu ditentukan oleh pemakai bahasa tersebut."
Secara singkat bisa dikatakan bahwa sejalan dengan perkembangan sekelompok kata mengalami perubahan arti sedangkan yang lain tetap sama. Ini berarti kita sekarang juga ikut memberi warna terhadap penentuan arti kata-kata yang dipakai dalam masyrakat dan pemakaian bahasa merupakan suatu bukti bahwa ada perubahan arti atau makna atau tidak.
Pandangan yang Salah Kaprah Secara Etimologis
Dr. Solomon membahas falasi (kesilapan) etimologis pada kata-kata berikut:
Kesilapan etimologis adalah pendapat bahwa arti kata yang paling tua dari suatu kata mungkin pada kata-kata yang berasal dari bahasa Latin ataupun Sanskrit merupakan arti yang benar sedangkan arti-arti lainnya yang muncul kemudian hanyalah merupakan variasi.
Seringkali kita mencoba memberikan arti pada suatu kata dengan cara memahami arti yang dikandung pada kata dasarnya. Sebaiknya lebih baik kita bertanya kepada pemakai bahasa tesebut. Karena pada kata-kata tertentu kandung arti yang sama sekali tak punya hubungan dengan pemakian bahasa sekarang ataupun di masa lampau.
Bila sebuah kata digunakan sekali saja misalnya dalam sebuah dokumen 500 tahun yang silam, atau pada sebuah batu tanah liat yang ditemukan di Babilonia. Dengan mengetahui arti yang lebih tua maupun yang lebih muda dari kata tersebut akan menolong untuk memahami arti yang dikandung oleh kata tersebut. Namun tak bisa untuk menemukan arti sesungguhnya dari suatu kata tertentu. Untuk menentukan arti suatu kata yang dipakai oleh umat Kristiani pada abad pertama atau suatu kata yang dipakai oleh kaum Muslimin pada abad ke 7, kita harus menelaah kata tersebut sesuai periode waktu yang bersangkutan.
"Ada semacam pedoman yang hampir tak pernah meleset, yaitu arti sesungguhnya yang terkandung oleh suatu kata ialah arti yang paling tua dari kata tersebut. Arti paling tua inilah yang paling jelas bisa dipakai dalam dunia sains sedangkan arti yang lainnya tidaklah bermakna dalam pengertian mereka hanya variant saja.
Sayangnya aturan/pedoman Dr. Bucaille juga bisa tak berlaku. Sebagai contoh misalnya pada kata tair (nasib) yang terdapat dalam surat Bani Israil 17:13 dari
1 al-hijriah yang bunyinya:
"Aku telah mengencangkan nasib semua manusia pada lehernya "
Kata tair dalam kalimat tersebut mempunyai arti dasar burung, sedangkan arti yang lainnya adalah nasib.
Bangsa Arab seperti bangsa Romawi mencoba meramalkan masa depan dengan mengamati perjalanan terbangnya burung, maka kata tair kemudian mempunyai arti nasib jelek.
Membaca kalimat Al-Quran tersebut dengan pengertian/pemahaman dasar "Allah mengikat nasib burungnya setiap manusia pada lehernya," bisa menjerumuskan.
Sebagai contoh lain kita ambil kata Yahudi rakhamah dari Kitab Ulangan 14:17 yang berasal dari akar kata rakham artinya cinta. Mungkin kita cenderung untuk mengartikan pencinta, misalnya, dalam kalimat atau ungkapan "sebuah rakhamah mengitari angkasa menunggu bangkai."
Arti kata rakhamah di sini adalah pemakan bangkai seperti yang tertulis dalam kamus. Jadi bila kita mengartikan kata tersebut dengan menggunakan arti yang terkandung dalam kata dasar, kita tak akan bisa memperoleh arti sebenarnya / yang benar yang dipakai sekarang.
Contoh ketiga, kita ambil kata alkohol yang berasal dari kata Arab al-kuhl yang berarti celak. Celak banyak dipakai oleh wanita Arab untuk memoles alis mata baik jaman dulu maupun sekarang.
Pada masa Romawi kata al-kuhl kemudian memiliki arti murni. Alkohol dibuat dengan cara distilasi oleh karenanya murni. Jadi dari sinilah diperoleh kata alkohol. Sekarang kata ini kembali ke arti semula / arti tuanya yang dalam bahasa Arab berarti alkohol atau al-kuhul. Kedua kata tersebut berasal dari akar kata yang sama dan keduanya sama-sama dipakai. Manakah yang lebih akurat secara ilmiah? Jawabnya sama saja.
Akhirnya untuk mengakhiri bahagian ini akan saya kutipkan terjemahan berikut:
"Setiap penulis dan pemikir sejati berhak menggunakan semua ilmunya dan pengalaman yang ia miliki untuk memahami Quran, namun ia tak boleh mencampurkannya."
(Abdullah Yusuf Ali)
Hal ini dikarenakan oleh:
Kata-kata bahasa Arab dalam teks telah memperoleh arti baru, selain arti yang telah dipahami oleh para Rosul dan sahabatnya. Semua bahasa yang hidup selalu mengalami perubahan semacam itu. Para komentator alkitab maupun al-Quran telah mengulas masalah ini dengan tuntas. Oleh karena itu kita wajib menerima kesimpulan yang mereka buat. Bila terjadi perbedaan pemahaman, kita tetap tak diperbolehkan untuk menggali arti yang baru. Namun kita bisa membuat interpretasi/penafsiran berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada.
Kontek kalimat seutuhnya
Kita telah membahas bagaimana memberikan arti suatu kata berdasarkan pemakainan dalam kalimat. Sekarang kita perlu membahas pentingnya menggunakan kontek kalimat seutuhnya dalam menentukan arti kata, frasa, maupun ayat-ayat lengkap dalam suatu dokumen tertulis.
Kita tahu bahwa sebuah kata bisa memiliki arti lebih dari satu makna. Dalam perbahasan kita tentang kata wizar, kita ketahui kata tersebut memiliki arti beban, dosa dan tanggung jawab. Namun apakah kata wizar dalam frasa berikut "wizar dari Sultan". Apakah artinya dosa Sultan atau tanggung jawab Sultan? Sulit kita menentukannya. Kita harus menggunakan kata tersebut dalam kontek kalimat seutuhnua. Karena arti yang benar yang terkandung dalam suatu kata hanya bisa diperoleh melalui kontek kalimat seutuhnya baik berupa kalimat lengkap, frasa, maupun alinea.
De Saussure menegaskan sebagai berikut:
"bahasa adalah sistem yang terdiri dari kata-kata dan saling bergantung satu dengan yang lain, tak ada kata yang lebih penting dari kata yang lain karena arti seutuhnya ditentukan oleh gabungan dari makna kata-kata yang ada."
Solomon dalam hal ini menyatakan sbb:
"kata tak pernah dipakai secara terpisah. Arti suatu kata ditentukan oleh kontek dalam kalimat, termasuk kata-kata lain yang terletak di kanan kirinya dalam suatu kalimat, alinea maupun wacana."
Untuk menentukan arti suatu kata yang dipakai pada tahun 1787, misalnya, kita harus menelah sumber-sumber tulis yang hidup dan digunakan oleh masyrakat pemakai bahasa yang bersangkutan pada tahun yang sama. Dalam bukunya "God of Justice"
Dr. Daud Rahbar memberikan beberapa contoh kontek kalimat yang utuh, diambil dari surat al-Saffat 37-96 yang berbunyi:
Bagaimana kite menentukannya? Kita harus melihat kontek kalimat seutuhnya. Dari ayat sebelumnya, yaitu ayat 91 kita bisa memperoleh tambahan informasi. Baca kutipan lengkap berikut:
"Dan dia (Abraham) menghadap Allah serta berkata, "Mengapa kamu tak mau makan? Mengapa kamu tak mau bicara? Dan dia memukulnya dengan tangan kanannya.
"Muslimin yang hidup di kota berlari menuju kepada dia. Dia berkata, "Kamu menyembah patung ukiran buatanmu sendiri?" Dia telah menciptakan kamu, apa yang kamu .." kerjakan? .. buat?
Berdasarkan kontek kalimat seutuhnya dalam ayat tersebut di atas, kita tahu bahwa berhala buatan mereka sendiri merupakan makluk Dia yang tak berguna, dan bahwa Dia telah menciptakan mereka beserta berhala yang mereka telah buat.
Dengan mengartikan ayat-ayat tersebut lepas dari kontek, Imam besar seperti Al-Ghazali memberikan arti sebagai berikut "Dia telah menciptakan kamu dan apa yang kamu kerjakan?" Jadi sekaligus mendukung arti yang dikandung dalam Al-Quraan dari sudut pandang ta uff, yaitu, Dia sendirilah pencipta dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh semua manusia.
Kontek Kalimat Keseluruhan
Kadang-kadang kita harus mengambil kalimat dalam kaitannya dengan kalimat-kalimat lain dalam suatu alinea maupun suatu wacana. Sebagai contoh kita ambilkan sebuah artikel dari Manar Al-Islam yang berjudul "The Apostle Was Known Before His Birth" oleh Prof. Hasan Abda-al-Fattah Katkat dari Yordan yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhamad . sebelum dilahirkan. Prof. Hasan mengutip Kitab Ulangan 18:18-19 yang berbunyi:
"Aku akan memilih dari antara mereka seorang Nabi seperti dia (Musa). Aku akan berbicara lewat dia dan ia akan bercerita kepada mereka tentang segala yang Aku perintahkan kepadanya. Bila ada di antara umat yang tak bersedia/rela mendengarkan perkataanKu, maka Aku sendiri akan membuat perhitungan/memberi hukuman kepadanya."
Prof. Hasan juga mengutip Ulangan 34:10 yang berbunyi sbb"
"Sejak itu tak ada lagi Nabi seperti dia (Musa) yang muncul di Israil "
Kedua kutipan tersebut kemudian disimpulkan sbb:
Prof. Katkat kemudian berkata karena "tak ada lagi Nabi yang dipilih seperti dia (Musa) di Israil," kata dia mengacu pada keturunan Ismail, bukan Ishak dan inilah nubuat mengenai Nabi Muhamad, konon!
Untuk dapat memperoleh pengertian yang benar kita harus belajar lebih banyak tentang bagaimana menggunakan ungkapan "dia" dalam Kitab Tawrat, dan bagaimana Nabi Musa diriwayatkan. Dari kontek kalimat seutuhnya, kita temukan tambahan informasi lain. Ulangan 18:15-19 berbunyi sbb:
"Dia (Allah) akan memilih seorang Nabi seperti dia (Musa) dari antara kerabatnya. Karena inilah yang dia (Musa) kepadaku di Horeb (gunung Sinai) pada jari penghakiman minta waktu dia (Musa) berkata, "Mari kututup telinganmu karena dia akan mati." "Dia (Allah) berkata kepada dia (Musa) bahwa apa yang dia katakan adalah baik. Aku (Allah) akan memilih seorang Nabi seperti Musa dari antara kerabatnya sendiri; Dia (Allah) akan berbicara lewat Musa dan dia akan memberitakan semuanya kepada umat Muslimin."
Bilamana kita tambahkan ayat-ayat tersebut kita tahu bahwa dia (Musa) berbicara kepada Bani Israil yang telah mendengar suara Dia (Allah) di gunung Sinai dan Dia (Allah) berkata akan mengabulkan apa yang dia (Musa) minta. Oleh karena itu ungkapan "kerabat dia" hanya mengacu pada kerabat kaum Yahudi yang secara kebetulan hadir di Horeb (gunung Sinai). Dari bab sebelumnya, penggunaan ungkapan "dari antara karib dia" menjelaskan arti yang terkandung dalam ayat 17:14-15 yang bunyinya sebagai berikut :
"Bila dia memasuki tanah perjanjian Dia (Allah) dan dia (Musa) berkata, Mari aku angkat seorang raja seperti bangsa /suku lain disekitarmu. Dia harus dari antara kerabatmu sendiri, Jangan memilih yang lain."
Di sini ungkapan "dari antara kerabatmu sendiri" jelas mengandung arti saudaramu sendiri.
Selanjutnya pada sebuah surat Mekka akhir, yaitu Al-Araf 7:65,73 yang berbunyi; "Dan kepada bani Aad di akiram Hud, kerabat dia (Muhamad). Ia berkata, "Rakyatku, sembahlah Dia (Allah) " dan kepada Thamud, dia kirim Salih."
Dalam terjemahan bahasa Perancis, Muhamad Hamidullah memberikan catatan kaki berikut :
"Kata akh merujuk pada kerabat dalam suku yang sama/satu suku atau seihk". Kata Yahudi kerabat juga akh yang juga bisa berarti saudara dalam seihk yang sama.
"Dalam ayat di atas yang diambil dari Kitab Ulangan, kata akh juga digunakan dalam pengertian yang sama, yaitu kerabat dalam satu seikh. Jelas Dia (Allah) berkata kepada Bani Israil bahwa Dia sendiri akan memilih seorang Nabi dari antara kerabatnya, dari seihknya sendiri, yaitu dari bani Ismail.
Bila kita membaca ayat kedua dari kitab Ulangan 34:10-12, kita temukan bahwa kontek kalimat seutuhnya memegang peranan yang sangat penting untuk pemahaman kandungan ayat-ayat suci yang lebih baik."
"Semenjak itu tak ada Nabi yang dipilih di Israil seperti dia (Musa) dimana Dia sendiri menampakkan wujud dan melakukan mujizat dan keajaiban Dia (Allah) di Mesir dihadapan raja Piraun dan seluruh pegawai kerajaan dan seluruh rakyat Mesir."
Kitab Taurat, Bilangan 12:6-8 selanjutnya menerangkan sbb:
"Dan Dia sendiri berkata, "Dengarkan kata-kataku. Bilamana ada Nabi yang dipilih Dia (Allah) dari antara kamu, Dia sendiri akan menampakan wujud kepada dia dalam mimpi dan Dia akan berbicara sendiri kepadanya dalam mimpi. Tak demikian halnya bagi pembantuKu (dia/Musa). Kepada dia (Musa) Dia sendiri memberikan wahyu vis-a-vis."
Pemahaman terhadap ayat-ayat suci lebih mudah dilakukan melalui kontek kalimat secara utuh. Ayat di atas menggambarkan dia (Musa) sebagai satu-satunya Nabi yang dipilih Dia sendiri secara vis-a-vis sampai periode itu, dan kepada dia (Musa) Allah memberikan wahyu secara lisan.
Di sini sekali lagi lagi kita temukan bahwa Quran menegaskan kebenaran Alkitab seperti yang tertulis dalam surat al-Nisa (wanita) 4: 163-164 dari 5-6 hijriah yang bunyi sbb:
"Dia (Allah) telah memberikan kepada dia (Muhamad) wahyu, seperti Dia sendiri memberikan wahyu kepada Nabi-nabi lain sebelum dia termasuk nabi Nuh. Dia sendiri memberi juga memberi wahyu kepada Abraham, Ismail, Ishak dan Yakob. Juga kepada Isa, Ayub, Yunus, Harun, Solomon, dan kepada dia (David) Dia sendiri memberi Mazmur "
Dan kepada dia (Musa), Dia (Allah) berbicara kepadanya vis-a-vis. Nabi Musa termasuk dalam golongan tersendiri diantara nabi-nabi lainnya karena kepada dia sendiri saja Dia (Allah) memberikan wahyu vis-a-vis.
Bahwa dia (Muhamad) menentang keras terhadap penyembahan ilah lain diketahui oleh semua penghuni Kabah. Namun A-Quran sendiri tak memberitakan bahwa dia (Muhamad) melakukan keajaiban sperti dia (Musa) atau Dia sendiri memberi wahyu kepadanya vis-avis.
Karena itu, Prof. Katkat jelas telah menyimpangkan arti yang terkandung dalam Taurat dan Quran dengan cara mengabaikan kontek kalimat secara keseluruhan dalam pemahamannya terhadap ayat-ayat suci al-Quran dan Taurat. Sebagai misal, dalam ayat-ayat di atas oleh Prof. Katkat dinyatakan bahwa yang dibicarakan/dimaksudkan adalah dia (Muhamad ) bukan dia (Musa).
Kesimpulan
Oleh karena itu satu cara terbaik untuk pemahaman ayat-ayat al-Quran dan Taurat ialah dengan menggunakan kontek kalimat seutuhnya. Sebagai misal abad pertama AD sebagai kntek seutuhnya bagi pemahamany ayat-ayat dalam Perjanjian Baru dan abad pertama hijriah sebagai kontek keseluruhan bagi pemahaman ayat-ayat suci al-Quran.
Oleh karena itu bila kita mengutip ayat-ayat suci baik dari al-Quran maupun al-kitab, kita harus melakukannya dengan menggunakan kontek keseluruhan.
Kejujuran juga perlu dipertimbangan. Sebagai misal, saya sendiri sebagai seorang Kristiani secara jujur akan mengakuinya bila saya mengutip satu atau beberapa ayat suci dari Al-Kitab. Seorang Muslimin juga dituntut untuk melakukan hal serupa bila dia mengutip satu atau beberapa ayat dari Al-Kitab sama bila dia mengutip sebahagian atau seluruhnya dari suatu ayat atau beberapa ayat suci al-Quran.
Mengubah arti suatu kalam Allah baik disengaja maupun tidak bisa mengakibatkan kesalahan yang fatale. Sebagai misal ekspresi "kalamNya (Allah)" berubah menjadi "kalam dia". Hal seperti ini merupakan suatu al-tahrif al-manawi, suatu jenis penipuan yang banyak dilakukan oleh kaum Yahudi terhadap ayat-ayat suci al-Quran Karim. Jenis penipuan ini juga sering disebut dengan istilah al-shirik, yaitu menyamakan diri sendiri dan pandangan sendiri dengan Dia (Allah).
Oleh karena itu, bila kita mengutip satu atau beberapa ayat-ayat suci al-Quran baik sebagian maupun seluruhnya perlu dipertimbangkan kontek kalimatnya secara seutuhnya.
Asumsi dasar pertama pernyataan Dr. Bucaille tentang objektivitas seutuhnya.
Yang ganjil "Objektivitas seutuhnya" dan pandangan tanpa curiga yang mendasarinya untuk mengkaji al-Quran Ia mengulangi pengkajian sama terhadap Perjanjian Lama dan Injil, selalu menekankan objektivitas seutuhnya.
Menurut Bucaille hal ini bisa dilakukan dengan berangkat dari fakta, bukan konsep metapisik dan dengan metoda induktip tanpa menggunakan pre-suposisi. Namun dalam hal ini penemuan-penemuan dalam ilmu-ilmu sosial pada abad 20-an yang tak bisa lepas dari unsur interpretasi sulit dilaksanakan. Bahkan dalam buku tulisan Kuhn, yang berjudul Struktur Revolusi Sains dinyatakan bahwa dalam sains pun penafsiran yang dipengaruhi oleh pengalaman metapisik masing-masing individu yang bersangkutan.
Dr. Kuhn mengatakan sbb:
"Filsuf ilmu pengetahuan berulangkali menyatakan bahwa satu kerangka teoritis atau lebih selalu bisa dilandasi dengan data yang ada."
Para sarjana sebelumnya juga telah mengenal kenyataan tersebut diatas. James Orr, misalnya, dalam mengutip pernyataan seorang Teolog German, Biedermann, pada tahun 1905 mengatakan bahwa:
'Kritik terhadap sains dan sejarah memerlukan asumsi dasar dan pada penilitian historis selalu diperlukan semacam batasan sepanjang bisa dilakukannya. Pada penilitan yang dilakukan oleh mahasiswa batasan definisi ini merupakan prisuposisi dogmatik.'
Dr. Bucaille sendiri dalam membatasi pemahaman objektivitas seutuhnya telah mengabaikan beberapa prisuposisi. Berikut ini merupakan empat asumsi dasar Bucaille:
Ilmu pengetahuan telah banyak mengalami perubahan dan Dr. Bucaille juga mengakui kenyataan tersebut. Berangkat dari hal ini, ia menggunakan batasan definisi berikut sebagai landasan bagi penulisan bukunya.
"Data ilmiah yang dipakai adalah data mapan, sehingga tak lagi memerlukan penjelasan teoritis. Sains, bila hanya bisa memberikan kontribusi yang tak lengkap dalam bentuk fakta, maka fakta tersebut diperlakukan sebagai data yang mapan dan bisa dipergunakan dengan tanpa rasa takut salah."
Kita mulai diskusi ini dengan membicarakan pengertian sains menurut Bucaille. Kata science/sains berasal dari bahasa Latin scientia yang artinya 'tahu'. Oleh karena itu penggunaan kata sains mencakup semua aspek kehidupan yang harus kita ketahui, tidak hanya terbatas pada siklus air, astrofisika dan ilmu mudigah.
Lebih lanjut Bucaille menjelaskan batasan definisinya sebagai berikut:
"sains tidak mencakup secara tuntas permasalahan-
permasalahan yang ada dalam bidang agama."
Dalam hal ini saya pribadi tak setutju dengan pandangan Bucaille. Alasan utama saya membaca bukunya ialah mencari kebenaran agama. Itulah sebabnya saya menulis buku ini.
Sebuah pertanyaan yang sangat mendara: "Adakah Tuhan?" Bila ada, bagaimana saya bisa tahu dan berhubungan denganNya?" Buku-buku biologi maupun kimia bisa jadi tanpa cacad, namun buku-buku tersebut tidak memberikan petunjuk kepada kita tentang keberadaan Tuhan. Kadang-kadang sains dan agama bertumburan. Sebagai misal pembicaraan Bucaille tentang bintang, planet dan menembak bintang yang terdapat pada halaman 156-158.
Lebih lanjut Bucaille mengutip sebuah ayat suci al-Quran dari surat al-Saffat 37:6 yang berbunyi:
"Dia (Allah) memuji surga lapis paling bawah berserta keindahannya termasuk planet-planet yang ada "
Untuk dapat memahami ayat suci al-Quran di atas, diperlukan pemahaman terhadap kontek kalimat seutuhnya. Dari ayat 7-10, bisa diperoleh tambahan informasi berikut:
"Dia (Allah) memuji surga lapis paling bawah berserta keindahannya termasuk planet-planetnya dan Dia sendiri menjaga bumi beserta semua isinya dari serangan iblis, kejaran kilat api dan Dia sendiri didampingiruh halus menghardik iblis dengan melempari batu padanya."
Bucaille memahami arti ayat-ayat suci tersebut di atas menjadi kabur pemahamannya bila dipahami dari pendekatan ilmu pengetahuan.
Apakah kerumitan ini disebut masalah dari pandangan sains? Yang jelas ini merupakan masalah nyata, dan masalah pemahaman terhadap kebenaran tersebut tak bisa diselesaikan hanya dengan mengatakan : masalah itu diluar pembahasan kita, atau pemecahan berlandaskan al-Quran tak jelas alias kabur.
Untuk itu pembaca budiman diwajibkan untuk membaca buku berikut: Alkitab, al-Quran dan Sains. Buku ini membahas masalah-masalah mendasar yang sering muncul dalam diskusi antara Muslimin dan umat Kristiani. Disamping itu, masalah yang berkaitan dengan fungsi sains dalam kehidupan modern kaum Muslimin dan Kristiani juga dibicarakan/disinggung.
Tolak Ukur yang dipakai dalam AlQuran dan Alkitab Adalah Tak Sama
Alkitab dituntut untuk berbicara dalam bahasa abad 20.
Dr. Bucaille coba menganggap Kitab Suci sebagai dokumen sains, ia menggunakan tolak ukur abad 20. Ayat yang tidak bisa diterima dari sudut pandang sains, maka secara otomatis ayat tersebut tidak diturunkan dari wahyu. Segala sesuatu yang tak masuk akal dianggapnya sebagai suatu kesalahan. Kecuali jika Kitab Suci dibenarkan oleh sains modern, maka bukan merupakan kalam Allah dan karena itu sukarnya untuk diterima sebagai dokumen historis dan Kitab Suci. Maka tak diperlukan adanya saran, tak perlu penjelasan lebih lanjut. Tak juga diperlukan prinsip harmoni. Karena semua ini merupakan cara pembenaran yang licik. Metoda penilaian seperti ini disebutkan sebagai Pendekatan Konflik, pendekatan yang bertolak dari pandangan negatif terhadap Kitab Suci.
"Al-Quran dapat berbicara dalam bahasa abad 20."
Sains modern dianggap sangat penting dan merupakan pengetahuan utama, dan ini ditegaskan dalam al-Quran. Dr. Bucaille mengutip surat 79:27-33 yang bunyinya sebagai berikut:
"Hadiah dari Dia (Allah) kepada umatnya berlimpah ruah, dinyatakan dalam bahasa sederhana kususnya bagi petani dan suku Nomaden di jasirah Arab, dan ini telah diwahyukan terlebih dahulu dalam al-Quran."
Bucaille selanjutnya berkata kesalahan sedikit dalam interpretasi tidak jadi soal sama seperti bila ia mmengutip ayat-ayat dari al-kitab sejalan dengan keadaan waktu itu yang prisains. Pendekatan semacam ini disebut konkordis. Pendekatan ini menekankan persamaan yang dijumpai dalam sains dan al-Quran. Bucaille mengatakan al-Quran tak ada masalah untuk menggunakan pendekatan kondordis. Sebagai misal, menterjemahkan satu kata saja bisa rumit tapi tak menjadi soal. Ekspresi 'menembak bintang' misalnya.
Oleh karena itu mudah mengetahui bagaimana selama berabad-abad lamanya para pembuat kritik termasuk mereka yang hidup masa kejayaan Islam telah membuat kesalahan interpretasi/penafsiran terhadap pemahaman ayat-ayat suci al-Quran tertentu yang sebenarnya belum mampu digali. Baru beberapa selang waktu kemudian dimungkinkan untuk menterjemahkan dan membuat intepretasi yang benar. Bucaille menyatakan bahwa pengetahuan kebahasaan yang mendalam saja belum cukup bagi pemahaman ayat-ayat al-Quran. Bila kita mencoba menjawab pertanyaan termaktub pengetahuan sains modern menjadi penting bagi pemahaman ayat-ayat al-Quran diatas. Selanjutnya ia berkata:
"Ini berarti dahulu, manusia baru mampu membedakan makna harafiah yang membuatnya dia menarik sebuah atau beberapa kesimpulan yang salah dari jasa sains."
Dalam usahanya mengatasi keadaan pelik ini, Bucaille mencoba menggali arti baru dari sejumlah kata dalam bahasa Arab untuk menyelaraskan dengan menggunakan jasa sains modern. Banyak mahasiswa Islam, kususnya dalam bidang sains tertarik pada usaha Bucaille untuk menjembatani kesenjangan yang timbul akibat salah asumsi,yaitu Muslimin ortodoks dianggap menguasai bahasa, budaya dan tatabahasa Arab yang menunjang dalam pemahaman terhadap ayat-ayat suci al-Quran dibandingkan mahasiswa Muslim dari jaman sekarang, kususnya dari Eropah, asumsi ini janggal karena al-Quran ditulis dalam bahasa Arab Kuraishi yang mudah dipahami oleh mahasiswa Arab. Ternyata asumsi ini benar.
Hasil penelitian
Pembaca yang baik hati tahu apa yang mereka butuhkan dan perlukan. Bila dia membaca al-Quran atau Kitab dengan beranjak dari asumsi bahwa membaca berarti tidak untuk mencari kesalahan. Dengan perkataan lain dia tak akan membaca al-Quran dan/atau Kitab dengan rendah hati dengan mengharapkan ridho dari Dia (Allah). Dengan perkataan lain, ia menggunakan pendekatan kondordis. Oleh kerana itu akan sedikit kesalahan yang dijumpai atau dihadapinya.
Dr. Bucaille sendiri menggunakan pendekatan konflik untuk membaca Alkitab tetapi sebaliknya dia sengajanya telah guna pendekatan konkordis untuk membaca al-Quran. Sebagai contoh perlakunanya terhadap diskusi mengenai hari penciptaan dalam Kitab Suci yang ditulus pada Bab 1 dan berbunyi sebagai berikut:
"Tahap penciptaan bumi beserta isinya memerlukan waktu selama satu minggu tidak masuk nalar dari sains modern. Karena sebenarnya pembentukan bumi beserta isinya memakan waktu lama sekali. Namun lamanya waktu proses kejadian dalam Kitab Suci tak disebutkan dalam al-Quran. Jadi menurut dia pandangan gerejawai mengenai kejadian seperti yang termaktub dalam Kitab Suci tak bisa diterima."
Selanjutnya Bucaille menyatakan dalam bab III-nya, saat ia membahas masalah serupa namun kali ini dia menggunakan pendekatan konflik. Ia berkata
"Kata hari dalam kitab dimaksudkan jangka waktu antara 2 kali matahari terbit atau 2 kali matahari terbenam."
Pada halaman berikutnya ia membahas kata Arab "yaum" untuk mengacu pada kata hari dan dua ayat dari Quran yang bisa berarti jangka waktu tertentu. Ia menulis demikian:
"Arti ekspresi kurun waktu yang terkandung dalam kata yaum terdapat dalam Quran yaitu 1000 tahun (surat 32:5). Sedangkan ayat sebelumnya yaitu surat 70:4 menyatakan bahwa penciptaan berlangsung selama 6 hari dan sama dengan kurun waktu (yaum) 50,00 tahun,"
Sedangkan surat al-sajda 32:4-5, Mekkah pertengahan dinyatakan bahwa Dia (Allah) sendirilah yang menciptakan langit dan segenap isinya dalam waktu 6 hari.
"Tak ada ilah lain kecuali Dia (Allah) bagimu untuk berlindung. Mengapa kamu tak menerima keagungannya? Dia (Allah) adalah pengatur dunia seisinya. Akhirnya senua persoalan di bumi akan diselesaikan oleh Dia sendiri dalam yaum 50.000 tahun."
Yaum artinya jangka waktu dari semenjak kejadian dalam Kitab suci hingga masa penghakiman dunia dengan segenap isinya.
Aya-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa kata yaum digunakan dalam pengertian kurun waktu. Hal ini dimungkinkan untuk menjembatani kesenjangan yang terjadi diantara sains dan al-Quran.
Bila Bucaille menghendaki kata yaum dipakai sebagai kalam Allah, ia seharusnya tak perlu pengutip ayat berikut dari kitab suci.
"Dengan sabda Allah yang sama langit dan bumi seisinya menanti hari penghakiman. Jangan lupa karib, dimata Dia (Allah) satu hari sama dengan 1000 tahunnya dia, dan seribu tahunnya dia sama dengan 1 hari Dia (Allah)."
(diambil dari II Petrus 3:7-9)
Dalam bukunya yang berjudul Kitab Kejadian dan Asal Usul Bumi, Newman dan Eckelman menulis demikian:
"Kata Yahudi yom tidak sepadan dengan kata hari dalam bahasa Indonesia. Yaum artinya aktivitas dalam kurun waktu (aktivitas bumi and isinya) tertentu berdasarkan musimnya."
(Kejadian 2:4, Pengkotbah 12:3)
Mengapa dia menghilangkan ayat-ayat kitab suci di atas? Dalam Kejadian 2:4 dinyatakan 6 hari kerja dan 1 hari istirahat. Ayat lain berbunyi sbb:
"Inilah urutan masa penciptaan bumi, langit dan segenap isinyay yaitu 6 hari kerja dan satu hari peristirahatan. Jadi 7 hari penciptaan."
Dalam Pengkhotbah 12:3 Dia berkata:
"Pada waktu hari penghakiman tiba seluruh penghuni rumah gementar dan orang perkasa akan merunduk, penggiling berhenti bekerja, dan mereka yang melihat keluar jendela akan digelapkan penglihatannya."
Ayat diatas bersifat alegoris. Dalam bahasa sekarang, bunyinya kira-kira begini:
Akan datang hari penghakiman (yaum) di mana anggota badannya akan gementar karena usianya telah lanjut dan kakinya yang dulu kuat akan dilemahkan dsb.
Di sini kata hari berarti usia lanjut.
Kata yaum yang diartikan kurun waktu menurut dia (Bucaille) bukan makna baru. Pada abad ke 4, kata Yahudi serupa yaitu yom telah dipakai oleh Santa Agustinus. Menurut dia (Santa Agustinus) kata yom memiliki pengertian hari penciptaan bumi dan langit beserta segenap isinya. Yom merupakan hari besar dan suci,oleh karena itu dianggap sebagai hari Dia (Allah).
Buku Sains Modern dan Iman Kristen yang terbit tahun 1948 menyatakan sebuah teori yang disebut teori usia lanjut yang dalam bahasa asing (Inggris) sering disebut dengan istilah "day-age theory."
Buku tersebut ada kemungkinan belum terbaca oleh Dr. Bucaille. Demikian pula buku-buku berikut ini :
Nubuat Nabi Yang Penting (terbit 1955), dan edisi aslinya terbit dalam bahasa Perancis.
Menurut dia (Marie) yang dikenal sebagai bapak umat Kristiani yang dinyatakan dalam bukunya, Alkitab, al-Quran dan Sains (aslinya dalam bahasa Perancis) sebagai berikut:
"Kata yaum (bahasa Arab) dan Yom (Yahudi) tidak identis. " Adapun acuan yang dipakai untuk menopong ide tersebut adalah bersumber dari aliran Yahudi yang tokohnya adalah Andre Nehar:
"Kata Yom memiliki tiga arti sebagai berikut. Satu: cahaya (referensi kejadian). Kedua: kosmos sepertinya binari sistem (terang-gelap). Ketiga: astronomi (2 kali matahari terbit/terbenam)"
Pada bidang lain dia (Andre Naher) memakai kata Yom dengan pengertian kurun waktu kronometrik, yaitu: kemarin, sekarang, besok dan lusa. Itulah sebabnya dia memakai kata Yom dalam penulisan Alkitab. Disini 7 hari kerja (penciptaan) merupakan urutan waktu kerjadian secara kronometrik, bukan berdasarkan prinsip astronomi.
Sebagai kesimpulan dia (Bucaille) telah memilih untuk beranjak dari pandangan negatip dalam pemahaman Alkitab. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara Alkitab dan ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain, dia-Dr. Bucaille telah menggunakan pendekatan konflik.
Air dan Kabut
Sekarang kita telah memerhati sebuah ayat atau lebih sebagai contoh lain kesenjangan yang terdapat diantara Alkitab, al-Quran dan Ilmu pengetahuan (Ilmiah) akibat penggunaan pendekatan konflik vs. konkordis oleh Dr. Bucaille dalam satu sisi dan Dr. Newman dan Eckelman di pihak lain.
Dr. R.C. Newman memperoleh PhD dalam astrofisika dari Universiti Cornell dan MA dalam Teologi dari Seminari AlKitab. Dr. H.J. Eckelman pula seorang peneliti muda dari Pusat Penelitian Radiofisika dan Ruang Angkasa di Universiti Cornell, dan MA Div. dari Seminari Alkitab.
Bukunya yang berjudul Kejadian dan Asal Mulanya terbentuknya Bumi' merupakan sumber informasi sains modern dan mengandung argumen yang penuh nalar. Latar belakang pendididkan dan pengalaman kerja dan penelitian mereka dalam bidang studinya, yaitu astrofisika dan Alkitab membuat tulisannya sungguh-sungguh bermutu. Berikut ini beberapa ayat dari Kitab Taurat dan bandingkan pendekatan konflik dan konkordis yang dipakai oleh dia (Bucaille).
Air: Kitab Taurat Kejadian 1:1-2
"Pada mulanya Dia (Allah) menciptakan bumi dan langit. Bumi tak berbentuk, kosong, dan gelap. Sang Kalam bergerak mengitari permukaan laut."
|
||
Pendekatan Konflik
|
|
Pendekatan Konkordis
|
Berikut ini kutipan ayat-ayat al-Quran, bandingkan dengan pendekatan konkordis yang dipakai Bucaille.
Kabut : Al-Sajda 41:96-11, Mekka akhir
"Dia (Allah) adalah pengatur dunia, yang duduk bersinggah sana di atas bumi, gunung dan langit lapis paling bawah. Dia sendiri yang memberi berkat kepada penduduk bumi setimbal dengan jerih payahnya. Kemudian dia (Muhamad) menengadah ke langit yang berkabut, dan berkatalah dia kepada penduduk bumi: "Hai penduduk bumi, datanglah kepadaNya. Umat datang kepadanya berserah diri.."
|
||
Pendekatan Konflik
|
|
Pendekatan Konkordis
|
Jadi apa hasil pengkajian kita? Newman dan Eckelman menyatakan air seperti dalam Kejadian 1:2 dalam kitab Taurat menunjuk pada gas primordial. Menurut Dr. Bucaille ini merupakan kesalahan besar.
Dalam Surat 41 al-Quran diberitakan bahwa kabut mengacu pada gas primordial. Penganut pendekatan konflik menurut dia (Bucaille) menyatakan ini merupakan kekeliruan besar.
Untuk bisa menentukan mana yang lebih benar di antara interpretasi tersebut di atas, diperlukan pengetahuan lanjut terhadap bahasa Yahudi dan Arab. Sayangnya tujuan utama penelitian ini bukan untuk menilai sah atau tidak sebuah atau beberapa interprestasi,melainkan menentukan adanya pengaruh bias yakni pra-sangka kepada satu prisuposisi atau lebih.
Bila dia (Bucaille ) ingin memakai kata 'kabut' dalam pengertian gas primordial, maka ia tak punya alasan untuk menolak Newman dan Eckelman yang menggunakan kata udara (air) dalam pengertian gas. Dengan kata lain tetap terjadi adanya bias (yaitu prasangka/asumsi yang tidak terbukti).
Saya tetap pada pendirian pribadi saya, yaitu keputusan menjadi Kristiani adalah benar. Oleh karena iti lelucon yang anak perempuan saya peroleh dari kampus mengandungi lebih banyak kebenaran.
"Ilmuwan seharusnya selalu menyatakan pendapatnya berdasarkan fakta."
Bias memang selalu ada, namun harus dihilangkan dalam penelitian ini. Perhatikan kutipan ini (dari pernyataan koleka):
"Bila seorang Muslimin ataupun Kristiani menyatakan dirinya sudah ilmiah dan objektif, maka bahayalah dia (orang tsb). Berbahaya karena merugikan dirinya. Dia menderita dilusi dan dirinya penuh pransangka."
Bila dia (si-penulis) memperlihatkan bias, yaitu hanya mengutip sebagian dari pernyataan di atas, maka ia melupakan kebenaran. Dan kalau saya menentang dia (koleka dia) dengan mengutip ayat-ayat al-Quran lain yang berbicara tentang masalah serupa, maka dia (penulis) telah membelokkan kebenaran.
Kita tak boleh patuh pada kebenaran lanjut yang diterapkan di universitas. Sebagai contoh, baca ayat suci Quran berikut:
"Bila bukti tak secocok dengan teori, maka ia (bukti tadi) harus dibuang atau direvisi."
Bias harus dibuang jauh-jauh. Oleh karena itu pendekatan konflik harus ditinggalkan total.
Tentu saja sikap ini tertaktub dalam kata-kata berikut ini (oleh dia/Isa Al-Masih):
"Lakukan hal sama kepada mereka seperti mereka telah melakukannya kepadamu." Dan ketika ia mengutip ayat dari kitab Taurat dia (Isa) berkata: "Cintailah sesamamu seperti mencintai dirimu sendiri".
Asumsi Lanjut Tentang Kitab Suci
Dr. Bucaille menganggap bahwa hypotesa Kitab Suci mengenai asal usul dan perkembangan Kitab Taurat adalah benar adanya. Hipotesa ini hidup subur sekitar tahun 1890, berlandaskan pandangan (asumsi/bias) berikut:
Menurut dia (penulis buku) ketidak percayaan pada mujizat dan nubuat nabi merupakan landasan dasar dari hipotesa ini.
Bucaille mengutip pendapat berbagai sarjana Katolik yang mendukung hipotesa ini termasuk J.P.Sandroz, profesor pada Dominican Faculties, Saulchoir, R.P. de Vaux, Director Sekolah Alkitab di Yerusalem, Pater Kannengresser dari Universitas Katolik Paris, dsb.
Dia (penulis) tak bersedia menyatakan bahwa para sarjana tersebut di atas menyangkal adanya mujizat, hal ini tertulis pada bagian pengantar yang ditulisnya. Sebagai contoh, mujizat kelahiran Isa tanpa seorang ayah.
Apa yang dia (penulis) katakan ialah para teolog Protestant tersebut mengembangkan hipotesa tadi berlandaskan asumsi bahwa mujizat tak mungkin ada berlaku.
Dia (Bucaille ) tak salah bila dia marah kepada dia (pendeta) protestan maupun katolik yang mengutip dia (Musa) dan dia (Isa) seolah-olah dia yakin bahwa dia berbicara atas karunia Allah, dan kemudian menulis artikel yang menyatakan dia sendiri tak percaya adanya nujijat sama sekali.
Secara jelas dia (Bucaille ) tak setuju dengan hipotesa ini. Menurut dia kita harus mengkaji beberapa bukti dan alasan mengapa salah dan tak valid seperti yang ditulis pada Bab 1 Bagian 3. Namun sebelumnya, kita perlu lebih dulu mengkaji apa pandangan Quran tentang Kitab Suci. Pembahasan ini diperlukan sebagai dasar supaya pembaca memberikan penilaian sendiri. Tidak seperti dia (Bucaille ) yang menyangkal kebenaran kedua-dua Quran dan Kitab Suci.
BAHAGIAN II BAB I
Pandangan Al-Quran tentang Al-Kitab
Seorang Kristiani biasanya akan mengutip sebuah ayat atau beberapa ayat dari Alkitab untuk menyakinkan imannya dalam membela Alkitab dirinya terhadap argumen yang dilontarkan oleh muslimin dalam sebuah diskusi keagamaan.
Seringkali tuduhan bahwa ia (umat Kristen) kononnya telah "mengubah Alkitabya" dilontarkan secara melulu oleh pihak lawan bicara. Pihak muslim biasanya menggunakan kata "harafa" (harafiah) yang maksudnya ialah umat Kristen telah memahami ayat-ayat al-Quran secara apa adanya, tanpa melihat konteks dalam kalimat seutuhnya.
Oleh karena itu dalam bab ini kita akan mengkaji secara mendalam tentang pandangan Al-Quran terhadap Alkitab, kususnya Kitab Suci Injil Isa, Zabur dari Daud, dan Kitab Taurat bawaan Musa.
Pertanyaan sah yang sering dikemukakan ialah "Bagaimana seorang non-muslim bisa melakukan pengkajian yang valid terhadap Al-Quran?"
Saya pribadi merupakan orang pertama yang setuju terhadap keberatan akan pengkajian ayat-ayat Al-Quran secara harafiah oleh pihak luar (non-Muslim). Perkajian secara harafiah semacam ini banyak terjadi disebabkan oleh adanya asumsi bahwa Al-Quran ditulis dalam bahasa Arab yang sederhana (arabiyun mubinun) sehingga mudah dipahaminya baik oleh kaum muslimin maupun non-muslimin.
Kami akan melihat seluruh ayat-ayat yang membahasa pandangan Quran terhadap Alkitab dan mengkajinya berdasarkan kontek kalimat seutuhnya, Walaupun kadang-kadang ayat-ayat muncul dalam kontek kalimat yang tak lengkap, kita tetap harus memhaminya dari kontek seuthunya baik dalam kalimat, alinea, maupun vacana,
Penulis muslimin sudah mengenal perlunya kajian semacam ini. Dalam bukunya "God of Justice", Dr. Daud Rahbar menyatakan dalam kata pengantarnya sbb :
"Bila kita membuat Tafsir tentang Al-Quran ataupun Ta uh, persyaratan utama yang harus kita memiliki ialah pengetahuan yang memadia tentang arti Al-Quran bagi Nabi Muhamad S.A.W dan umat muslimin dalam konteks historis zaman itu.."
Daud Rahbar selanjutnya mengatakan bahwa selama ini sebagaian para pembuat kritik Kitab Suci Al-Quran tidak membuat kritiknya berdasarkan konteks kalimat seutuhnya. Berikut ini merupakan sebuah contoh yang jelas yang diungkapkan oleh dia (pembuat kritik) mengenai Al-baidawai dalam mencoba memahami ekspresi berikut "earth and heaven".
Bumi disebut terlebih dahulu karena bila kita memanjat, kita bergerak dari bawah ke atas. Oleh karena itu ekspresi tsb diartikan bumi dan surga Dr. Rahbar selanjutnya berkata bahwa is telah menemukan satu atau beberapa ayat dalam Al-Badiawi yang mengartikan surga dan bumi (kata surga diletakkan didepan kata bumi). Di sini nampak jelas bahwa Baidawi tidak konsisten.
Dalam kata pengantar bukunya, Dr. Rahbar menyatakan dirinya merupakan orang muslimin pertama yang melakukan pengkajian semacam ini. Selanjutnya dia (Rahbar) mengatakan untuk melakukan pengkajian ayat-ayat Kitab Suci berdasarkan kontek seutuhnya tidaklah gambang karena diperlukan dana yang tidak sedikit untuk memperoleh data yang lengkap. Apalah artinya kutipan satu atau beberapa ayat-ayat Kitab Suci bila didalamnya terdapat 300 ayat-ayat yang membahas masalah serupa.
Rahbar menggunakan "The Holy Quran" terjemahan Abdullah Yusuf sebagai langkah awal dalam pengkajian ini. Kitab berikut juga dipakainya sebagai sumber acuan pembanding: Kitab Suci Al-Quran edisi bahasa Perancis terjemahan Muhamad Hamidullah, Kitab Suci Al-Quran edisi bahasa Inggris terjemahan Muhamad Pickthall. Dia menggunakan kitab suci tersebut di atas karena lebih mendekati Kitab Suci Al-Quran aslinya dibandingkan misalnya kitab suci terjemahan Masson.
Disamping hal tersebut di atas, perlu saya sebutkan disini bahwa ada beberapa ayat yang menggunakan istilah-istilah bahasa Arab dan oleh karenanya saya berikan terjemahan secara harafiah dalam Bahasa Inggris supaya pembaca yang tak menguasai bahasa Inggris bisa mengikuti.
Kiat akan mulai dengan ayat-ayat suci Al-Quran yang membicarakan (menyinggung) kitab Taurat pada masa hidup Isa, dan kemudian sejarah ayat-ayat serupa yang membicarakan kitab Taurat dan Injil pada masa hidup nabi Muhamad. Akhirnya kita akan mengkaji ayat-ayat yang secara khusus mengacu pada tuduhan tahrif (perubahan).
Sekarang, setelah saya paparkan panjang lebar tentang pengajian ayat-ayat Kitab Suci termaktub di atas, berikut ini adalah pandangan Al-Quran terhadap Alkitab.
A. Ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran Taurat pada masa hidup Isa.
A.1. Maryam 19:12 Mekka Pertengahan, - 7alhijriah
Allah berkata, "Yahya pembaptis, perliharalah kitab tsb dengan suka cita, dan kami beri dia kebijakan seperti anak domba."
A.2. Ali Imran 3:48, 2-3 aljijriah
Malaikat Gibril berbicara kepada Maryam tentang Isa sebelum ia lahir dan berkata: "Allah mengajarnya Kitab Suci dan Kebijakan, Taurat dan Injil."
A.3. Al-Tahrim 66:12, 7 alhijriah
" dan Maryam percaya pada Kalam Allah dan Kitab Sucinya"
A.4. Ali Imran 3:49-50, 2- 3 alhijriah
"Isa berkata, " Saya telah datang kepadamu menguji kebenaran antara tanganKu dan Taurat, dan memberikan peraturan bagi sebagian ayat-ayat yang terlarang bagimu."
A.5. Al-Saff 61:6,3 alhijriah
"Dan ingatlah, Isa anak Maryam, berkata: "Hai anak Bani Israil" Akulah rosul utusan Allah bagimu, menegaskan perbedaan antara tanganku dan Taurat."
A.6. "Dan dalam jejak Musa dan Yahudi, kirim Isa anak Maryam, untuk menguji kebenaran Taurat yang ada diantara tangannya dan kami beri dia Kitab Suci yang didalamnya terdapat bimbingan dan keagungan Allah yang maha besar."
A.7. "Kemudian Allah berkata: Isa anak Maryam ingat pertolonganku kepadamu dan kepada ibunya saat saya menguatkanmu dengan Kitab Suci sehingga kamu berbicara dalam bahasa kanak-kanak dan dalam bahasa orang dewasa. Berhati-hatilah. Saya ajari kamu Kitab Suci dan Kebijakan Taurat (Taurat) dan Injil.
Menurut ayat-ayat suci tersebut di atas yang diturunkan dari wahyu terakhir 10 alhijriah, Yahya diperintihkan untuk menyimpan dan menjaga Kitab Suci tsb (Al); Maryam ibu Isa percaya terhadap kitabullah (A3); Allah menjanjikan sebelum Isa dilahirkan untuk mengajarinya kitab Taurat (A2); Isa berkata bahwa Injilnya menguji kebenaran Taurat yang ada pada tangannya." (A4, A5).
Dari ayat-ayat tersebut di atas kita bisa menyimpulkan bahwa Kitab Taurat tak berubah dan benar memang ada kebenarannya pada masa hidup Isa.
Karena Surat Al-Tahrim dari 7 alhijriah di atas menyatakan bahwa Maryam percaya pada Kutubiki (Kitabullah), ini pasti berarti Kitab-Kitab yang dibawa nabi-nabi lain dan diberikan kepada orang Yahudi, termasuk Taurat (Taurat) nabi Musa.
B. Ayat-ayat yang menunjukkan umat Kristen yang hidup pada masa antara Isa
dan Nabi Muhamad.
B1. Al-Maida 5:113-114, dari 10 alhijriah
Kemudian Allah berkata, "Isa, anak Maryam, ingat Pertolonganku padamu Hati-hatilah saya ajari kamu Kitab Suci dan Kebijakan, Taurat dan Injil.
"Dan waspadalah, Saya anjurkan para murid untuk percaya padaKu dan Isa. Mereka berkata pada Isa, "kami beriman dan kamu harus bersaksi bahwa kami muslimin yang taat."
B2. Ali-Imran 3:53-53, dari 2-3 alhijriah
Ketika Isa tak percaya mereka berkata, "Siapa akan menjadi pelayanku melayani Allah? Para murid berkata, 'Kami percaya Allah dan kami harus bersaksi bahwa kami muslimin yang taat..' Allah, kami percaya terhadap apa yang kau wahyukan dan kami menyebut Rasul Isa."
B3. As-Saff 61:14, dari 3 alhijriah
"Kamu yang percaya, jadilah pengikut Allah" kata Isa anak Maryam kepada murid-muridnya, "Siapa akan menjadi pelayan Allah?" Murid-murid Isa berkata, "Kami pelayan Allah" kemudian sebagian anak bani Israil percaya dan sebagian lainnya tidak percaya. Kami beri kekuatan bagi mereka yang percaya, mereka akan menang melawan musuh-musuhnya.
B4. Al-Hadid 57:26-27 dari 8 alhijriah
"Dan kami kirim Nuh dan Abraham menggenapi nubuat kepada turunan mereka dan Kitab Suci: ada yang taat dan banyak yang membelot. "Kemudian kami kirimkan rasul kepada mereka dan kami kirimkan Isa anak Maryam dan memberkati Injilnya dan kami memuji mereka yang menjadi pengikutnya dengan rasa sabar dan belas kasihan; dan kemudian mereka mendirikan bicara. Kami tak memerintahkannya, namun kami memberkati mereka yang percaya, memberi ganjaran kepadanya. Namun banyak diantara mereka yang membelot.."
Kita tahu dari ayat-ayat di atas bahwa bicara bukanlah dari Allah, namun bila mereka menjadi pengikut taat Isa maka mereka akan menerima ganjaran masuk surga.
Biara telah lahir pada abad ke 4, walaupun pada abad ke 3 terdapat orang-orang tertentu sepertinya Paulus yang hidup menyendiri sebagai pertapa. Santa Antoni adalah orang pertama yang menimpin sekelompok umat Katolik pada 305 AD, dan di Sinai, juga para biara (Pengikut Santa) memulai kegiatannya pada saat yang sama.
B5. Al-Kahf 18:10, 25 Mekkah
"Waspadalah pemuda pergilah ke gua. Mereka berkata," Allah" berikan kami belas kasihan dan lepaskan kami dari permasalahan kami dengan petunjuk di dalam gua selama 300 tahun dan ada yang tambah 9 tahun lagi."
Yusuf Ali dalm beberapa catatan terjemahan Kitab Al-Quran mengacu pada perkara di atas pada 7 pemuda dari Efesus yang melarikan diri dari pengejaran dan bersembunyi di dalam gua serta tinggal di dalamnya selama 300 tahun. Menurutnya tahun kejadian tersebut antara 440 450 AD dan dia (Yusuf Ali) mengatakan bahwa Khalifa Wathiq (842 846) mengirimkan ekspedisi guna memeriksa lokasi kejadian.
Hamidullah mengaku adanya kemungkinan kejadian diatas, namun ragu ayat-ayat tersebut sudah ada/diturunkan sebelum lahirnya ajaran Kristen. Namun menurut Taufiq Al-Hakim dalam Akil Al-Kahf mereka adalah umat Kristiani.
B6. Al-Buruf 85:4-9 Mekkah Awal
"Celakalah bagi pembuat api unggun karena api akan berkobar bila diberi minyak. Waspadalah, mereka duduk membelakinya (api unggun) dan mereka tahu semua menentang pengikut Isa. Mereka mencela dengan tanpa alasan, mereka tak mau percaya kepada dia "
Menurut Hamidullah yang dimaksudkan dengan kejadian tersebut di atas adalah Raja Yahudi, yaitu, Dhon Nuwass yang pada abad ke 6 pernah menganiayai orang-orang Kristen dan membakar mereka hidup-hidup kalau tak masuk agama Yahudi. Kalifah Omar mendirikan Mesjid besar di Yaman untuk menghormati orang-orang Kristen tersebut. Yusuf Ali juga telah mengatakan demikian.
Ketiga referensi ayat-ayat tersebut di atas jelas menyebut pengikut Isa sebagai pelayan Allah melalui Dia (Al-Masih) (B2.B3) serta merupakan orang yang dimenangkan. Di samping itu ada beberapa pengikut dia (Santa Agustinus) yang tetap setia terhadapnya hingga ada ajaran Katolik yang mulai hidup pada abad ke 4, yaitu di Mesir.
Pada B5 dan B6 dipahami oleh Muhamad dan penduduk Mekkah sebagai umat Kristen berdasarkan kontek sejarah, maka pernyataan dalam Al-Quran bahwa mereka umta Kristen diterima olehNya di Efesus pada 450 AD; dan di Yaman pada abad ke 6 dimana banyak tokoh umat Kristen mati dibakar hidup-hidup.
Ayat-ayat tersebut di atas memang tak menyinggung doktrin Kristen sama sekali, namun pengikut Isa yang setia di Efesus (Turkey sekarang) dan yaman telah meningallkan kepada kami beberapa kitab suci dan tulisan-tulisan mengenai ajaran-ajaran Isa.
Bila kitab suci mereka berbeda dari kitab Taurat dan injil yang kit kenal sekarang, maka perbedaan tersebut bisa ditelusuri jejaknya.
C. Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Taurat dan Injil adalah nenar dan tak berubah pada saat nabi Muhamad . hidup.
C1. Saba 34:31 Mekkah, Awal.
"Dan para Kafir berkata, "Kami tak akan percaya pada Al-Quran ataupun pada perbedaan yang terdapat dalam Taurat dan Injil."
Catatan: Kata kerja dalam teks bahasa Inggrisnya ditulis dengan huruf besar untuk mengacu perkara pada saat/masa hidup Nabi Muhamad . Sedangkan frasa kalimat yang membicarakan kaum Yahudi atau umat Kristen ditulis dalam huruf cetak miring.
C2. Fatir 35:31, Mekkah Awal
"Yang telah kami wahyukan kepadamu dalam Kitab Suci adalah kebenaran untuk menguji perbedaan yang terdapat antara kitab Taurat dan Injil."
C3. Yunus 10:37 Mekkah Akhir
"Al-Quran bukanlah cerita buatan, namun merupakan pembenaran Kitab Taurat dan Injil, berisikan penjelasan yang lengkap serta petunjuk dan belas kasih kepada umat yang percaya terhadap isi kandungannya."
C5. Al-Anam 6:154-157 Mekkah Akhir
"Kemudian kami beri Musa sebuah Kitab Lengkap dan didalamnya terkandung semua petunjuk dan belas kasih bagi mereka (umat) yang percaya". Dan Al-Quran Karim ini merupakan Kitabullah yang telah kami wahyukan dam oleh karena itu ikuti dan amalkan dengan taat segala petunjuk dan belas kasih yang termaktub di dalamnya. Jangan sekali-kali katakan:
'Kitab ini (Al-Quran) diturunkan kepada manusia sebelum kita lahir karena kami tetap tak kenal dengan mereka yang mempelajarinya dengan tekun, dan jangn katakan bahwa Taurat dan Injil telah diturunkan kepada kita; bahwa kita seharusnya mengikutinya (segala petunjuk dan belas kasih yang terkandung di dalamnya) dengan lebih baik.'"
C6. Al-Mumin 40:69-70 Mekkah Akhir
"Apakah dia (Muhamad) tak melihat umatnya mempertengkarkan kitabullah? Bagaimana kitab-kitabullah telah dibelokkan? Umat yang tak rela menerima kitabullah yang kami kirim lewat Rosulllulah, maka mereka akan celaka."
C7. Al-Ahqaf 46:12; Mekkah Akhir
"Dan sebelum Al-Quran diturunkan, sudah terdapat kitabullah lain, yaitu kitabullah buatan Musa yang dipakai sebagai petunjuk dan belas kasih. Kitab ini merupakan pembenaran terhadap kitab Taurat dan ditulis dalam bahasa Arab untuk memperingatkan umat yang melanggar dan sebagai pedoman bagi umat yang benar."
C8. 46:29-30
"Waspadalah, kami berpaling kepadamu, segerombolan Jin mendengarkan Al-Quran dan setelah selesai dibacakan, mereka kembali kepada manusia sebagi pemberi peringatan. Mereka berkata," manusia kami telah dengar tentang Kitabullah yang siturunkan setelah Musa, untuk memberi petunjuk kebenaran dan jalan menuju yang benar."
C9. Al-Baqara 2:91 dari 2 alhijriah
"Ketika Kitabullah tersebut dibacakan kepada umat, percayalah pada apa yang Dia (Allah) telah turunkan dan katakanlah mereka percaya terhadap apa yang diturunkan kepada mereka, namun umat menolaknya walaupun didalamnya terkandung kebenaran."
C10. Al-Omran 3:3, 2-3 alhijriah
"Allah sendiri yang menurunkan Kitab kebenaran, untuk membenarkan kebenaran yang terkandung dalam Alkitab dan ia menurunkan Taurat dan Injil sebelumnya sebagai petunjuk bagai umat manusia."
C11. Al-Nisa (Wanita) 4:162-163, dari 5-6 alhijriah
"Namun Yahudi yang berpengetahuan dangkal, dan para umat, percayalah pada segala yang telah diwahyukan kepadanya (Muhamad) dan yang telah diwahyukan sebelumnya. Kami telah menurunkan wahyu, seperti telah kami turunkan kepada Abraham, Ismail, Iskah, Yakob, Ayub, Yonah, Aron dan Salomon, dan kepada Daud kami berikan Mazmur .
C12. Al-Tauba 9:111, 9 alhijriah
"Allah membeli umatnya beserta harta miliknya, dan sebagai ganti mereka mendapatkan Taman eden bila mereka mau berjuang/berperang atas nama Allah baik menang maupun kalah. Janji Allah benar adanya dalam kitab Taurat dan dalam Injil maupun dalam Al-Quran, dan tak ada yang lebih setia dalam janjinya dari pada dia (Allah) sendiri."
C13. Al-Maida 5:51,10 alhijriah
"Kepada dia (Muhamad) kami wahyukan alkitab kebenaran, untuk membuktikan kebenaran yang terdapat dalam Alkitab, yaitu kitab Taurat dan Injil dan segenap wahyu yang terkandung di dalamnya."
Dari ayat-ayat suci tersebut di atas kita peroleh keterangan bahwa kitab Taurat dan Injil dinyatakan kebenarannya sebagai sumber firman Allah yang memang ada dan hidup digunakan oleh umat percaya pada masa hidup nabi Muhamad .
Al-Quran ul-karim merupakan pembenaran terhadap Alkitab Musa yang ditulis dalam bahasa Arab (C7) dan ini penting karena penghuni Mekkah tak paham terhadap kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya yang ditulis dalam bahasa lain (Ibrani dan Yahudi). Seandaianya kitabullah-kitabullah tadi ditulis dalam bahasa Arab, mungkin penghuni Kabah sudah menjadi pengikutnya. Lebih lanjut, Quran adalah merupakan penjelasan terhadap Taurat dan Injil yang didalamnya tak ada keraguan lagi (C3) dan tetap terjaga kebenarannya (C13).
Penduduk Mekkah berkata, "Kami tak percaya pada Al-Quran, ataupun terhadap isi dan segala petunjuk serta belas kasih yang terkandung dalam Kitab Taurat /Torah dan Injil (C1). Sebagian Yahudi Mekkah berkata mereka hanya percaya pada apa yang diwahyukan kepada mereka walau kebenarannya telah dinyatakan didalam Al-Quran (C9).
Umat yang menentang Al-Quran dan Kitab-Kitab yang diturunkan sebelumnya akan diadili dihadapan Allah. Namun Yahudi yang dangkal ilmu pengetahuannya percaya terhadap semua yang diwahyukan kepada Nabi Muhamad S.A.W dan juga terhadap kitab Taurat yang diturunkan sebelum dia (Muhamad) dan para jin juga percaya pada Al-Quran dan Kitab Taurat (C8).
Dalam Surat Al-Tauba, dinyatakan bahwa janji-janji Allah benar adanya dalam Taurat, Injil dan Al-Quran (C12).
Akhirnya perlu diterangkan di sini tentang arti ekspresi "between his hands" yang dijumpai dalam ayat-ayat berikut C2, C3, C4, C8, C10, C13 dan A5, A6 di atas. Saya sengaja menggunakan terjemahan harafiah untuk memberikan makna apa adanya. Namun ungkapan tadi "between his hands" yang secara harafiah berarti di antara tangannya, kadang-kadang juga dipakai dalam arti kias, yaitu "dalam kehadirannya, dalam pemilikannya dan atas perintah pembuangan oleh Dia (Allah)."
Sebagai contoh, kita ambil ungkapan berikut "Kalau Allah ada di antara tanganmu" ertinya "Kamu punya hadirin" atau "kamu bisa bicara sekarang." Contoh lain, "tak ada senjata diantara tangannya" misalnya memiliki arti "ia tak bersenjata" Surat 34:12 berbicara tentang Salomon dan Jin parahiyangan yang bekerja diantara tangannya (harafiah). Dalam terjemahan yusuf Ali ayat tadi berbunyi "bekerja dihadapannya"; namun dalam taks lain diartikan "Jin parahiyangan bekerja di bawah matanya."
Tujuan ayat-ayat suci Al-Quran tersebut oleh karenanya ialah unutk menegaskan dan membuktikan, serta membenarkan isi dan semua kandungan beserta petunjuk dan belas kasih yang terkandung di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada atau didepan matanya (harafiah). Hal tersebut juga diakuinya oleh dia (Muhamad .).
D. Ayat-ayat suci Al-Quran yang didalamnya berisikan suruhan dan anjuran nabi untuk membaca dan mengamalkan isi kandungan beserta segala petunjuk dan belas kasih yang terdapat dalam kitab Taurat dan Kitab Injil.
D1. Najam 53:33-38, Mekkah Awal
"Apakah dia (Muhamad .) melihat umatnya yang balik? Beri dia (umat) pelajaran sedikit dan kemudian keraskan hatinya dan hukum supaya tahu dan sadar. Dia tak tahu bahwa tak ada wazira yang mampu mengurangi sebagian beban atau seluruhnya yang ditanggung wazira lain.
D2. Al-Shuara (Penyair) 26; 192-197, Mekkah Pertengahan
"Sungguh ini adalah wahyu dari dia (Pengatur Dunia) Roh Imani turun masuk ke hatimu sehingga kamu mampu menjadi pemberi peringatan dalam bahasa Arab sederhana. Dan sungguh ini merupakan Alkitab dari orang-orang terdahulu. Namun ini bukan petanda bahwa para ahli Taurat Bani Israil tahu."
D3. Thaasha 20:1,3 Mekkah Pertengahan dari 7 alhijriah
"Penduduk Mekkah berkata, "Mengapa dia (nabi) tak memberi petanda dari Dia (Allah)?" Apa ? Belumkah kamu tahu bahwa petanda jelas telah datang diturunkan kepada penduduk Mekkah dalam al-suhuf al-sulla (ayat-ayat pada halaman sebelumnya).
D4. Al-Anbiya (Nabi) 21:7, Mekkah Pertengahan
"Dan sebelumnya (Nabi Muhamad),kami kirimkan tak seorangpun kecuali dia (Musa) yang kepadanya kami beri wahyu. Bertanyalah kepada nabi lain bila kamu masih tetap tak mengerti."
D5. Al-Anbiya 21:105, Mekkah Pertengahan
"Sebelumnya kami telah tuliskan dalam Mazmur nabi Daud tentang Kalam Allah yang diwahyukan kepada dia (Musa),pelayanku umat yang benar, dia pasti akan mewarisi dunia."
Ini merupakan kutipan langsung dari Mazmur 37:29 yang berbunyi, "Yang benar akam mewarisi dunia dan tinggal disana selamanya." Bila dibandingkan dengan kutipan sebelumnya dari surat yang sama (21:7), jelas bahwa menurut Al-Quran, Dia (Allah) telah mengutip dari Mazmur nabi Daud pada masa hidup nabi Muhammad .
D6. Al-Zukhruf 43:44-45 Mekkah Akhir
"Al-Quran sungguh berupa Kalam Allah yang diwahyukan kepada dia (nabi Muhamad) dan kepada segenap umatnya lewat dia (nabi). Tanyalah kepada nabi atau rosulllulah yang dikirim sebelum dia (nabi) "Apakah dia (nabi) mengangkat ilah lain selain Dia (Allah).
(Bersambung)
_____________________________________________________________________________________________