NONSENSE: Kisah Baitullah Mekah Yang Dibangun Nabi Ibrahim (Part-1)

Daerah ini (Padang Gurun Bersyeba) masih sangat jauh dari tanah Mekah (berjarak lebih dari 1000 mil) yang belum eksis dan dikenal oleh manusia pada masa itu. Sedemikian jauh dan sulitnya Ibrahim masuk ke Mekah (dan terlebih masuk ke akal), sehingga Muslim harus menteorikan kedatangan sebuah binatang ajaib “Buraq” dari Allah, yang dipakai untuk menerbangkan Ibrahim ke “Mekah” entah dimana. Tentu saja teori sempalan ini dihadirkan agar dapat “menjembatani” sebuah kisah kemustahilan yang dikait-kaitkan dengan Allah.

Oleh: Ram Kampas

Muslim merasa sangat bersyukur mewarisi sebuah terusan sejarah yang menghubungkan surga dan bumi secara kekal, yaitu Baitullah yang paling awal dan sakral di bumi, sebuah Ka’bah yang berisi Batu Suci Hajar Aswad, yang dibangun oleh moyang Nabi Ibrahim dan Ismail untuk tempat ibadah seluruh umat manusia, serta mengerjakan ibadah haji yang dinyatakan wajib,

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…

…”Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”…

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami … jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami…

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,…(Qs 3:96, 97; 2:125, 127, 128; QS.22:26-27).

Itulah retelling story dari Muhammad untuk sebuah legenda Ibrahim 26 abad yang lalu. Dan ibadah Haji-pun mulai diberlakukan wajib oleh Muhammad dengan dekrit Allah dalam QS.3:97, “… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.

Namun anehnya seluruh bukti ilmiah, jejak sejarah, arkeologi, dan semua manuskrip yang ada justru menampik bahwa kisah besar Ibrahim ini pernah eksis di dunia! Tidak ada sumber lain yang mencatat tertulis lebih duluan, lebih detail, lebih otentik, dan lebih berotoritas daripada Alkitab ketika kita berbicara tentang Abraham. Dan tidak ada pihak yang membantahinya sejak moyang para nabi-nabi. Tetapi setelah ribuan tahun berlalu, tiba-tiba datanglah klaim Quran yang sangat bertolak belakang (lihat kutiban ayat-ayat diatas) tentang munculnya sosok Ibrahim dan Ismail yang diutus Allah SWT untuk mendirikan Baitullah pertama di Mekah. Dengan tujuan sebagai pusat millat Ibrahim untuk penyembahan dan pelaksanaan haji, dalam monoteisme Islam yang berintikan Tawhid. Sayangnya pesan Allah yang begitu penting itu TANPA disertai dengan PRE-TEXT dan CONTEXT yang mewahyukan kenapa, bagaimana, kapan dan dari mana Ibrahim dan Ismail berdua berasal sehingga tiba-tiba bisa dimunculkan Allah di Mekkah?  Tak ada itu di Quran, kecuali disinggung dalam tradisi secara bias/sepihak tentang cemburunya Sarah atas Hagar, lalu Ibrahim langsung membawa Hagar dan anaknya sehingga mereka dapat tiba secara ajaib ke Mekah.

Muhammad tidak tahu Ibrahim memulai perjalanannya dari mana. Apakah sudah ada infra strukturnya, dan berapa jauh perjalanan yang akan mereka tempuh sehingga mereka dapat mempersiapkan persediaan air minum yang memadai? Maka muncullah tradisi oral yang sangat banyak versinya, variasi dan cacatnya, disepanjang ribuan tahun mengarungi arus “kisah-bebas-hambatan” yang tidak sedikitpun didukung oleh secarik catatan!

Tidakkah semua kita -- non-Muslim dan Muslim -- patut terpanggil untuk secara lebih terbuka menyidik dan mendiskusikannya secara lebih kritis dan menyeluruh?

(A). Tak Dikenal Oleh Catatan Sejarah, Ilmu dan Arkeologi

Kita tahu dari ilmu dan catatan sejarah bahwa walaupun orang-orang Arab telah disebutkan ribuan tahun yang lalu, namun Mekah pertama kalinya baru muncul dikenal dunia pada abad ke-4 M. Untuk Mekah, semua kisah tentang masa sebelum itu hanyalah mitos yang diklaim dari mulut ke mulut. Analoginya, kita tentu bisa bermitos-ria misalnya tentang Bandung, dengan kisah Sangkuriang yang dikaitkan sedikit dengan fakta geologi sehingga terciptanya danau Bandung dan gunung Tangkuban Perahu. Dan ini serentak dikaitkan juga dengan peran “Allah” Sang Hyang Tunggal yang menyelamatkan Dayang Sumbi, ibunda Sangkuriang…

Tapi marilah kita telusuri secara kritis peta perjalanan Abraham dari sumber otoritasnya (Taurat/Pentateuch) yang ditulis oleh Musa, dibandingkan dengan kisah tandingannya yang dibawa oleh Muhammad ribuan tahun kemudian. Kita harus menelusuri sampai dapat melihat tanah dan wilayah yang manakah yang Tuhan sebenarnya rencanakan bagi Abraham (dan keturunannya) sejak semula, dan tidak sekedar terasimilasi dalam legenda yang dicoba ditiupkan secara meyakinkan.

Beginilah Abraham dipanggil Tuhan untuk meninggalkan kampung halamannya di Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah yang dijanjikanNya dengan berkata:

Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;…

Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat…

“… mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ. Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: "Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu." Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya…” (Kej.12:1,2,5,6,7)

Semula, tanah atau negeri yang dijanjikan Tuhan tidak dijelaskan melainkan bahwa Tuhan hanya menjanjikan, “negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu”. Namun setibanya perjalanan iman Abraham ini ke tanah Kanaan, maka Tuhan memberitahukan negeri yang Dia maksudkan. Bukan lewat mimpi atau suara malaikat melainkan konfirmasi dengan dua cara simultan yang dahsyat: Tuhan berkenan menampakkan diriNya kepada Abraham, dan sekaligus  bersabda langsung (ayat 7):

"Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu."

Dan itulah Kanaan, tanah perjanjianNya kepada Abraham, bukan tanah Mesir, Arab apalagi Mekah yang belum eksis dimasa itu!

Itu sebabnya Abraham merasa perlu mendirikan di wilayah itu sebuah mezbah batu bagi Tuhan, tempat dimana terjadi perjumpaan dirinya dengan Tuhannya. Dan itulah mezbah penyembahan kurban yang didirikannya pertama-tama di Kanaan walau bukan permanen seperti Bat Suci di Yerusalem atau Ka’bah. Itulah ayat-ayat awal yang paling otentik tentang panggilan Tuhan kepada Abraham yang dihilangkan dari Quran.

Dan selanjutnya, Alkitab mengisahkan perjalanan Abraham secara detail lokasi per lokasi dan kejadian per kejadian. Maka menjadi sangat jelas bahwa,

(1) Tuhan tidak menyinggung tanah Arab, apalagi memaksudkannya sebagai tanah-perjanjian bagi Abraham. [Itulah sebabnya Quran hanya mampu mencangkokkan ketibaan Ibrahim di Mekah tanpa pre-teks dan konteksnya, karena detail detailnya pasti akan berbenturan mengkusuti dirinya sendiri secara tidak terselesaikan melebih yang sekarang ada. Ini akan diperlihatkan sebentar lagi]. Dan,

(2) bahwa tidak ada setapak kaki Abraham pun yang bisa dibuktikan terbawa ke Arabia dan Mekah, walau Muhammad mencoba mendalilkan “maqam Ibrahim” sebagai bukti utamanya. Ini akan kita kupas dalam diskusi susulan dibawah.

Dikisahkan Alkitab selanjutnya bagaimana asal muasal sampai Hagar (hamba Sarah yang menjadi istri Abraham) serta anaknya Ismael terusir dari tanah Kanaan dan berakhir dengan menetapnya mereka di padang Paran, utara gurun Sinai.

Muslim dari sumber Islam tidak tahu bahwa Hagar sempat terusir sebanyak dua kali karena Sarah (tradisi Islam mendongengkan satu pengusiran telah terjadi, dan Hagar serta Ismail dibawa Ibrahim langsung mengungsi ke tanah Arab, Mekah, dan menetap seterusnya disana). Pengusiran pertama bukanlah sebuah pengusiran, melainkan Hagar yang melarikan dirinya sendirian (tanpa pamit dengan Abraham!), karena tidak tahan dengan penindasan yang dilakukan Sarah akibat kesalahan Hagar sendiri. Karena merasa dirinya hamil, lalu ia menyombongkan diri dan memandang rendah akan nyonyanya Sarah (yang mandul). Di padang gurun, Tuhan menjumpai Hagar dekat mata air yang terkenal disebut sumur Lahai-Roi (bukan sumur Zamzam yang membuat Hagar menjadi ‘gila’ dan lari-lari 7x Shafa-Marwah untuk mendapatkan air bagi anaknya). Tuhan yang Mahatahu melawat Hagar dan merekonsiliasikan perdamaian. Demi kebenaran-Nya, Ia menyuruh Hagar untuk kembali kepada Sarah, nyonyanya, (baca: untuk minta maaf) dan siap untuk menerima penindasan yang adil (karena kesombongannya terdahulu): "Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya."

Tuhan Yang Mahakasih tetap menjanjikan Hagar mendapat seorang anak, Ismail, yang daripadanya kelak akan mendapat keturunan yang sangat banyak (Kejadian pasal 16).

Pengusiran kedua terjadi karena over-sensitivitas Sarah terhadap kehadiran Ismael yang dianggap akan mengancam status hak-waris Ishak. Dan ini dipicu oleh ulah Ismael yang sedang “bermain” (mengolok-olok, lihat terjemahan NIV) dengan Ishak yang masih bayi (masa sapih, 2-3 tahun), dan ini kepergok oleh Sarah sehingga menuntut suaminya untuk MENGUSIR mereka. Tuhan tetap membela Sarah – dan ini yang Muslim tidak tahu sehingga menyalah-nyalahkan Sarah – dengan berkata kepada Abraham yang sedang kesal hati:

"Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak” (Kejadian 21:12).

Catatan: Ini adalah teguran pedas dari Tuhan buat Abraham! Tuhan telah berkali-kali menegaskan kepada Abraham bahwa Ia akan memberi anak-perjanjian kepadanya dari rahim Sara (Kejadian 17:16-19). Dan bahkan Sara akan diberkati Tuhan menjadi ibu bangsa-bangsa! Dan janji ini seharusnya dipegang secara mutlak oleh Abraham dan tidak dikendorkan dengan membaurkan posisi kedua anak sesukanya! Maka tatkala terjadi kesebalan hati Abraham karena masalah anak, Tuhan pun turun tangan untuk membenarkan Sara: “…sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak” 

Maka terusirlah kedua anak beranak itu dari keluarga Abraham untuk seterusnya. Abraham hanya menyediakan bekal roti dan sekirbat air bagi Hagar lalu disuruhnya mereka pergi sendiri dan mengembara di padang gurun Bersyeba (ayat 14), BUKAN membawa mereka berdua ke Mekah antah berantah! Ya, itulah persediaan sang ibu dan anak yang hanya cukup sampai di padang Paran, utara gurun Sinai. Dan disitulah mereka menetap, dan kelak Hagar budak Mesir itu mengambil seorang istri Mesir pula bagi Ismail (Kej.21:14-21). Islam belakangan mendongeng bahwa istri Ismail adalah orang Arab Jumhur, sambil menuding bhw lokasi padang Paran itu dekat Mekah (bukan di Sinai) sehingga klop dengan kehadiran Ibrahim ke Mekah. Tapi mereka dipermalukan oleh ayat-ayat dari Kitab Musa dll yang semuanya merujuk kepada Paran-Sinai dan bukan Paran-Mekah (Keluaran 1:1, Bilangan 10:12; 13:26, juga 1Sam 25:1, 1Raja 11:18).  

Daerah ini (Bersyeba) masih sangat jauh dari tanah Mekah (berjarak lebih dari 1000 mil) yang belum eksis dan dikenal oleh manusia pada masa itu. Sedemikian jauh dan sulitnya Ibrahim masuk ke Mekah (dan terlebih masuk ke akal), sehingga Muslim harus menteorikan kedatangan sebuah binatang ajaib “Buraq” dari Allah, yang dipakai untuk menerbangkan Ibrahim ke “Mekah” entah dimana. Tentu saja teori sempalan ini dihadirkan agar dapat “menjembatani” sebuah kisah kemustahilan yang dikaitkan dengan Allah. Dan Allah yang tahu segalanya tentu akan berpihak pada Muslim ketimbang para kafir! Contohnya, Tafsir Ibn Katsir menjelaskan sesuatu yang tak masuk akal sehat, tapi oleh pihak Muslim kemustahilan islamik itu dibungkamkannya dengan frasa “Allah yang tahu segalanya”,

“…for Ibrahim used to go every so often to check on his son and his mother in the land of Faran (i.e., Makkah), to see how they were doing. It was said that he used to ride on Al-Buraq, traveling there swiftly, and Allah knows best” (Tafsir pasal penyembelihan Ismail).

Terjemahan: “Karena Ibrahim selalu pergi untuk mengecek anak laki-lakinya (Ismail) dan ibunya di negeri Faran (Mekah), untuk melihat keadaan mereka. Dikatakan bahwa ia biasanya mengendarai Al-Buraq, pergi ke sana dengan sangat cepat, dan Allah tahu yang terbaik/semuanya” 

Sudah kita ketahui bersama bahwa Quran dan Hadist terkenal paling tak berdaya untuk membela kebenaran dirinya dengan mendetailkan fakta sejarah nabi-nabi. Semakin Quran dan hadis berani mengungkapkan spesifikasi tempat, waktu, nama, ukuran, kejadian, kronologi dan apa saja detail-detail lainnya, semakin ia akan rawan terperangkap dalam inkonsistensi dan kontradiksi narasi. Misalnya, terdapat puluhan periwayatan yang saling berbeda-beda tentang umur Ibrahim. Namun tak ada satu riwayat pun yang mengisahkan siapa-siapa yang menguburkan jenazah sosok Khalilullah ini. Untunglah Alkitab ada memberitakan bahwa Ismael masih sempat diberi kabar dan turut hadir menguburkan Abraham di gua Makhpela di Hebron (Kejadian 25:9) bersama Ishak. Nah, secuil kisah tentang hadirnya Ismael ini telah dapat menjadi alat bukti bahwa pemukiman Ismael (di padang Paran) pasti relatif masih dekat dengan Hebron (kediaman keluarga Abraham). Memang sungguh tidak mungkin ada klaim-klaim islamik yang lain. Sebab kehadiran Ismael kekuburan Hebron akan menjadi nonsense besar jikalau Ismael terisolasi jauh di tanah “Mekah” yang rute dan akses dan existensinya pun tidak pernah dikenal orang di tahun 2000 Sebelum Masehi! Dengan data ini terkuaklah bukti bahwa Hagar dan Ismael sesungguhnya tidak menetap terlalu jauh dari Hebron ketika keduanya diusir oleh Sarah. Dengan perkataan lain, tak ada kunjungan imaginer Ibrahim-Hagar-Ismail ke Mekah yang tiada! Tidakkah Quran meng-klaim geografi yang kosong dan sejarah yang hampa?

(B). Ka’bah-Baitullah Tidak Melahirkan Monoteisme Abraham

Entah bagaimana tambalan puzzle sejarahnya, tiba-tiba Muhammad mengumandangkan wahyuNya yang mendekritkan fungsi Baitullah sebagai pusat ibadah haji dan monotheisme yang suci:
”… Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,…

Adakah Bait yang dibangun Ibrahim itu lalu menjadi rumah peribadatan monoteistis yang tersucikan? Dan tempat yang diberkahi? (3:96). Ataukah malah menjadi tempat najis pemberhalaan yang paling subur bagi para pagan yang memasukkan ratusan berhala-berhala mereka. Dan ini berjalan terus hingga Muhammad sudah menjadi nabi Islam, bahkan hingga tahun 630 M (!) sebelum Mekah ditaklukkan Islam dan Ka’bah dibersihkan?! (Shahih Bukhari 59, no.583).

Dalam buku biografi Muhammad karangan MH. Haekal, diakui kegagalan proyek Baitullah (proyeknya Allah) tanpa ada jawaban yang dapat diberikan oleh Muslim: “Bagaimana Ibrahim mendirikan Rumah itu sebagai tempat tujuan dan tempat yang aman, untuk mengantarkan manusia supaya beriman hanya kepada Allah Yang Tunggal lalu kemudian menjadi tempat berhala dan pusat penyembahannya? … Hal ini tidak diceritakan kepada kita oleh sejarah yang kita kenal” (p.29).

Berlainan dengan Ibn Katsir yang mendalilkan “God knows best” untuk meredam kemustahilan islamik, kali ini MH. Haekal seolah menyalahkan historians (orang sejarawan) yang lalai mencatat sejarah kegagalan proyek Baitullah. Wah! Jangan gampang salahkan sejarah atau sejarawan, dan jangan gampang mengatas-namakan Allah. Jika Kalimat Allah (Quran) dapat Allah selamatkan dari tangan-tangan jahil, maka sejarah pembangunan Baitullah yang berkaitan dengan agama Ibrahim yang lurus (QS.2:135 dll) pasti akan terjaga juga. Yang sejarah dan Allah tidak bisa menceritakannya adalah semata-mata karena Proyek Baitullah Ibrahim MEMANG NON- EKSIS dalam sejarah kenabian Allah! Tak ada orang yang bisa menggali sejarah dalam ruang kosong!

Tampaknya, sebegitu Ka’bah selesai “disucikan” oleh Ibrahim dan ketika beliau menitipkan pusaka-surgawi itu kepada sang anak, maka Ka’bah pun mulai diserbu oleh keberhalaan yang dahsyat sehingga runtuhlah semua “monoteisme agama Ibrahim yang lurus”.

1. Jejak Ibrahim di Mekah tidak pernah ditemukan dalam sejarah.

2. Penyucian Bait Allah entah bagaimana metode yang telah dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail sehingga tak ada apa-apa yang tampak tersucikan.

3. Tapi monoteisme Ibrahim tidak berbekas di Ka’bah disepanjang masa pra-Islam dan ditengah-tengah masa kenabian Muhammad sebelum tahun 630.

4. Baitullah di Bakkah yang tadinya dinyatakan Allah sebagai “tempat yang diberkahi” justru terbalik menjadi sarang najis dari kerajaan berhala!

Ibn Katsir dan Haekal (dan lain-lain Muslim) semua pandai berdalil meredam kemustahilan-islamik dengan menyodorkan sebentuk pelipur lara yang “bisa diterima-akal”. Namun semuanya ini adalah pembodohan yang tidak berguna bahkan absurd. Tuhan mau umatNya memakai akal budi yang telah diberikanNya kepada kita untuk mendengar dan melihat dan menyidik secara kritis terhadap sejarah, ilmu, arkeologi, manuskrip yang makin terbuka dewasa ini. Namun bilamana semuanya itu terkosongkan bagi sebuah “Baitullah Ibrahim di Mekah”, maka memang tak ada legitimasi apapun yang dunia mau paksakan terhadap eksistensinya!

(C). “Baitullah Ibrahim-Ismail” Hanya Sebuah Hiruk-Pikuk Story Besar yang Kosong

Itulah story yang mudah dikisahkan dan dicocok-cocokkan untuk kepentingan “darah kenabian” Muhammad, namun mudah tergelincir pada bukti yang kosong, inkonsistensi dan kontra-logika yang absurd. Dimana kosongnya? Banyak, antara lain:

a). Pertama, kosong dari fakta geografi, sejarah, arkeologi, bahkan logika dan akal sehat, seperti yang telah disebutkan di muka. Mekah kosong, rute akses ke Arabia kosong sehingga harus meminjam Al-Buraq dari Surga, penemuan artefak yang kosong kecuali kuil-kuil berhala yang justru sekaligus “mengosongkan” keabsahan Baitullah sebagai pusat monoteisme agama Ibrahim yang lurus…

b). Kosong dari konfirmasi Abraham dan semua nabi-nabi Israel, termasuk Yesus.
Allah memerintahkan Ibrahim sambil menjaminkan sabdaNya dengan keniscayaan IlahiNya, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (22:27).

Tetapi sungguh tak ada satupun “keniscayaan” dari keturunan bebas Ibrahim yang datang ke Baitullah. Kalau Allah sudah memastikan begitu, setidak-tidaknya harus ada sebutan, otorisasi dan endorsemen dari para nabi untuk datang juga ke Mekah dan beribadat di Baitullah. Setidak-tidaknya Ibrahim pastilah tidak memberontak kepada Allahnya dengan mengajak Ishaq dan Yakub dll. untuk bersama berhaji ke Mekah. Tetapi, siapa dari keluarganya di Kanaan yang sudah Ibrahim ajak ke Mekah? Berapa orang yang sudah diserukan Ibrahim untuk melaksanakan haji? Bukankah semua anak-anaknya diklaim oleh Quran sebagai mahkluk Islam? (QS 2:131-133). Faktanya semua janji dan penegasan Allah adalah KOSONG bahkan PALSU! Bahkan “Baitullah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (3:96) berbalik menjadi tempat terkutuk yang dihuni oleh ratusan berhala-berhala yang menajisi kekudusan Allah!

Yesus yang tahu akan hal-hal yang tersembunyi (QS.3:49, Yohanes 2:25, 16:30), juga tahu apa yang dilakukan Abraham dan Ismail. Namun tak pernah Yesus menyinggung Ismail, dan tidak memberi sinyal adanya proyek BAPA-ELOHIM di Baitullah oleh Abraham. Sebaliknya, Yesus menyaksikan kebesaran diriNya melebihi kedua sosok yang ramai dipertentangkan orang: Abraham dan Bait Suci Yerusalem. Dia berkata:

“Aku berkata kepadamu: Di sini (Yesus) ada yang melebihi Bait Tuhan”. (Matius 12:6).

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." ("before Abraham was born, I AM!") (Yohanes 8:58).

"Rombak Bait Tuhan ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." (Yohanes 2:19), dan disini Yesus merujukkan diriNya sendiri sebagai Bait Suci Tuhan (ayat 21), yang sempurna melebihi semua.

Ini bukanlah kalimat kesombongan. Kita tahu Yesus mengambil status kenabian-hambawi yang paling rendah, walau hakekatNya sendiri adalah Lordship yang paling tinggi. Pernyataan tentang diriNya yang melebihi Bait Tuhan dan Abraham dan bahkan Waktu (yang mendahului Abraham dan Baitullahnya), sungguh harus disimak oleh Muslim yang tersandera oleh mitos Baitullah. Karena ini adalah kesaksian ilahiah yang terpercaya bagi Muslim untuk tidak mempercayai begitu saja akan mitos Baitullah yang terbukti PALSU ditingkat janji Allah-nya!

Kuat dugaan para ahli bahwa ayat tentang kedatangan keturunan Ibrahim sebagai “pejalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (22:27) itu adalah ayat sempalan yang kemudian disisipkan ke dalam Quran! (lihat sub E).

c). Kosong wahyu tentang Hajar Aswad.
Muhammad sendirilah yang menjadikan Hajar Aswad begitu keramat melebihi Quraisy pagan, sehingga ia harus diusap, dicium dan diucapkan kalimat mantera atasnya yang justru tidak dilakukan oleh kaum pagan sendiri. Muslim kurang awas, bahwa batu misterius ini tidak ada dalam Quran. Namun untuk justifikasi garis kenabian Arabik Muhammad, maka  batu dengan kekeramatannya  harus dimunculkannya walau tanpa signifikansi teologis apapun! Pemuliaan Hajar Aswad yang tanpa dalil, makna, dan bobot quranik ini telah membuat Umar ibn Khattab bingung dan tak memahami maksud pemujaan atasnya. Ia berkata: “Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Jika bukan karena aku melihat Nabi saw menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (Shahih Bukhari 1597 dan Muslim 1270).

No Good reason, whatsoever! Namun kekeramatan Batu Hitam perlu diciptakan dan diperkuat dengan usaha “mencocokkannya” kepada ritual Ibrahim agar tidak berbau syirik. Maka – seperti biasa – muncullah tradisi pencocokannya setelah fakta, sebagai berikut,

“batu hitam tersebut pernah terkubur pasir selama beberapa lama dan secara ajaib ditemukan oleh Ismail ketika sedang membangun Ka’bah. Batu yang ditemukan inilah rupanya yang sedang dicari oleh Nabi Ibrahim, yang serta merta menciumi batu tersebut dengan gembira. Batu tak segera diletakkan di tempatnya di Ka’bah, melainkan kedua Nabi itu menggotong batu itu sambil memutari Ka’bah 7 putaran”.

Narasi yang klop untuk memuluskan legenda haji!

Namun “klop” nya keterusan, sehingga akhirnya kesyirikan diam-diam menerobos keluar ketika Batu tersebut juga disebut sebagai “yamin Allah” (tangan Allah) dan dijadikan Muhammad sebagai agen kuasa ilahi yang mampu mengampuni dosa, "Sesungguhnya mengusap kedua-nya (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) akan menghapus dosa". (Hadits shahih riwayat an Nasaa-i. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat Shahih Sunan an Nasaa-i, no. 2919).

d). Kosong jejak-asli kaki Abraham (diistilahkan dengan Maqam Ibrahim).
Satu lagi batu yang harus pula dikeramatkan dan dislogankan dengan gencar sebagai tempat shalat (QS.2:125). Maqam diabadikan kedalam Quran sebagai TANDA ILAHI yang “klop” bahwa Ibrahim memang pernah hadir untuk berurusan dengan Baitullah,  “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim…” (QS.3:97).

Itulah the “power of legend” Islamik yang mampu menyihir akal-sehat hanya dengan mengkaitkan satu fenomena geologi yang arbiter. Bagaimanapun, banyak contoh-contoh kepercayaan/cult di dunia yang mensakralkan pelbagai jenis batu aneh yang menyemarakkan ritual magis mereka kepada roh-roh tertentu. Tapi apakah Allah begitu tak berdaya sehingga hanya bisa memakai batu maqam ini untuk membuktikan sebuah misi-besarNya bagi kemanusiaan? Dimanakah kuasa mukjizat Allah Islam dalam pembuktian kisah Nabi Ibrahim dan Baitullah? Kenapa Ibrahim dan Ismail tidak Allah utus-balik dari Mekah ke Kanaan untuk memberi peneguhan kepada seluruh kaumnya bahwa… bla-bla-bla ada Baitullah Pertama tempat shalat, tawaf, iktikaf, rukuk, sujud dan ibadah haji yang wajib disana!

Yang isi dikosongkan, yang kosong diisi! Termasuk  batu maqam! Tidakkah ini analogous dengan apa yang telah kita singgung didepan, bahwa gunung dan nama Tangkuban Perahu (fakta geologi) juga telah dilegendakan sangat semarak sebagai bekas/jejak perahu terbalik yang ditendang oleh “pahlawan” Sangkuriang yang kesiangan?

Dunia mau tahu, bagaimana Allah membuktikan bahwa jejak maqam ini adalah benar-benar asli dari kakinya Ibrahim Nabi Tuhan (dan bukan Muhammad yang asal mencomot dari nama “Ibrahim” jalanan)? Dan bagaimana Allah membenarkan ukuran kaki Ibrahim yang ada disitu sama persis sebesar ukuran kaki Muhammad (Ibn Sa’d, Tabaqat, I,11)? Dan bagaimana  kaki Ibrahim bisa “terbenam” kedalam batu-surgawi sedalam 10 cm, yang mana berarti Ibrahim sepertinya menginjak lempung lumpur dan bukan batu super keras dari “Firdaus” yang bisa bertahan jejaknya tanpa terkikis melewati dua setengah millennium?

Dimana-mana, power of Legend selalu perlu diteriakkan berulang-ulang untuk menjadikannya bernyawa. Maka dimana-mana kitapun mendengar berulang-ulang, gema teriakan Aisyah: “Maqam diturunkan dari Firdaus” (Al-Suyuti, al-Durr I, 119).

NB. Bandingkan dengan apa yang ditradisikan oleh masing-masing kaum agama di Sri Lanka terhadap situs suci Adam's Peak (atau Sri Pada, puncak gunung di Sri Lanka). Masing-masing tradisi mempercayai bahwa tanda lubang khusus yang “memahkotai” puncak gunungnya adalah jejak kaki raksasa (1,8 m) dari nabinya. Itulah footprint Buddha bagi tradisi Buddis, footprint Shiva bagi Hindu, dan footprint Adam bagi tradisi Islam dan Kristen Portugis. (Encyclopedia Britannica, Vol.5. University press. p.778). Jadi siapakah yang dapat membuktikan sesuatu hal melalui jejak-kaki legenda yang dislogankan selangit?

Bagi Islam, jawaban kosong yang terakhir adalah “Allah knows best”, dan selesailah pembuktian apapun yang berkaitan dengan mitos-mitos Islamik.

Sumber artikel: buktidansaksi.com